Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

APHR Desak Indonesia Komunikasi dengan NUG Myanmar, Jangan Andalkan Junta

APHR mendesak Indonesia sebagai ketua blok Asia tenggara tahun ini untuk segera membuka saluran komunikasi dengan pemerintah bayangan di Myanmar.

3 Maret 2023 | 17.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pengungsi melintasi sungai saat menerima bantuan dari Thailand di perbatasan Thailand-Myanmar, di Mae Sot, Thailand, 7 Januari 2022. Ribuan pengungsi yang melarikan diri dari gejolak pertempuran antara tentara Myanmar dan kelompok pemberontak memilih menetap sementara di Tepi Sungai Moei. REUTERS/Athit Perawongmetha

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) mendesak Indonesia sebagai ketua blok Asia Tenggara tahun ini untuk segera membuka saluran komunikasi dengan pemerintah bayangan di Myanmar, National Unity Government (NUG). Memasuki bulan ketiga presidensi Indonesia di ASEAN, jejaring regional itu mengingatkan Jakarta supaya tidak menunggu junta militer di Myanmar mengambil langkah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami meminta kepada Pemerintah Indonesia, menteri luar negeri (Retno Marsudi), mulai berkomunikasi dengan NUG,” kata Anggota APHR Eva Sundari saat memberikan keterangan pers di gedung DPR RI pada Jumat, 3 Maret 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Percuma pemerintah mengandalkan rezim militer – semua yang kita upayakan tak berjalan, sehingga kami menyimpulkan konsensus lima butir itu gagal,” ujarnya menambahkan.

Myanmar dilanda kekerasan dan ketidakstabilan ekonomi serta politik sejak junta militer menggulingkan pemerintah sipil terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi. NUG didirikan oleh sebagian besar politisi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) setelah kudeta.

ASEAN yang dipimpin Indonesia tahun ini frustrasi sebab junta tidak kunjung menunjukkan niatnya mengimplementasikan konsensus. Kesepakatan itu yang dibuat tak lama setelah kudeta itu turut ditandatangani oleh jenderal.

Adapun konsensus itu mencakup dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara berbagai pihak, pemberian bantuan kemanusiaan, dan pengiriman utusan khusus ke Myanmar.

Kementerian Luar Negeri belum segera membalas permintaan tanggapan. Sebelumnya Jakarta menegaskan akan melakukan diplomasi diam-diam dalam menyelesaikan krisis di Myanmar ini dan menolak menjelaskan langkah-langkah yang coba dijalankannya.

NUG belum memberikan jawaban dari pertanyaan yang dikirim melalui pesan elektronik, mengenai komunikasi dengan Pemerintah Indonesia. Penjabat Presiden NUG Myanmar Duwa Lashi La, saat diwawancara Tempo pada akhir tahun lalu, mengatakan, jika Indonesia berdiri di sisi demokrasi, maka harus berjalan bersama rakyat Myanmar.

ASEAN sudah menyepakati untuk tidak mengundang junta dalam pertemuan tingkat tinggi, namun juga belum mengakui pemerintah NUG. Dalam beberapa kesempatan pertemuan menteri luar negeri, perwakilan non-politik Myanmar tidak hadir.

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, saat petemuan ASEAN pada bulan lalu mengatakan, Indonesia dalam presidensinya akan mengedepakan tiga pendekatan untuk implementasi konsensus. Pertama, melibatkan semua pihak di Myanmar. Kedua, menciptakan situasi kondusif untuk dialog inklusif. Ketiga, sinergi ASEAN dan mitra wicara hingga PBB.

Konsensus itu jadi satu-satunya pendekatan bagi ASEAN untuk menyelesaikan masalah di Myanmar.

Indonesia Disarankan Memberlakukan Sanksi

Eva, mantan anggota DPRI RI, menyatakan, APHR mendorong Indonesia untuk memberlakukan sanksi untuk para jenderal Myanmar termasuk upaya embargo senjata hingga larangan bepergian ke negara itu, demi memotong aliran keuangan ke junta. “Ketua ASEAN harus mengambil peran utama dalam membuat junta bertanggung jawab atas kejahatan terhadap rakyat,” katanya.

Menurut Eva, peta jalan yang coba dibangun oleh Indonesia belum benderang di masa keketuaan blok Asia tenggara itu yang singkat, sehingga pihaknya mencoba menggapai pihak dari luar yang disebutnya Extra ASEAN. 

Kelompok HAM hingga PBB menuduh militer Myanmar melakukan kekejaman sebagai bagian dari tindakan keras terhadap lawan-lawannya. Sementara junta menyebut lawannya "teroris" yang berusaha menghancurkan negara.

Menurut organisasi lokal Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), lebih dari 16.000 tahanan politik saat ini tengah dipenjara dalam kondisi yang buruk. Setidaknya 3.075 orang telah dibunuh oleh militer sejak kudeta, meskipun AAPP percaya bahwa jumlahnya mungkin berkali-kali lipat lebih tinggi.

APHR menggelar pertemuan di Jakarta dari Jumat sampai Minggu, 3-5 Maret 2023. Forum secara informal diadakan dengan tujuan untuk mempertemukan lebih dari 30 anggota parlemen saat ini dan mantan anggota parlemen dari delapan negara Asia Tenggara dan sekitarnya untuk membahas masalah kritis terkait dengan keadaan demokrasi dan HAM di wilayah tersebut.

Pentolan APHR lain, Taufik Basari, mengatakan permasalahan Myanmar ini harus dipandang sebagai isu kemanusiaan. Prinsip non intervensi ASEAN seharusnya tidak menjadi halangan. “Persoalan kemanusiaan di sana juga persoalan kita,” kata Anggota DPR dari Partai NasDem itu.

DANIEL A. FAJRI

Daniel Ahmad Fajri

Daniel Ahmad Fajri

Bergabung dengan Tempo pada 2021. Kini reporter di kanal Nasional untuk meliput politik dan kebijakan pemerintah. Bertugas di Istana Kepresidenan 2023-2024. Meminati isu hubungan internasional, gaya hidup, dan musik. Anggota Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus