Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Darnella Frazier, 18 tahun, pelajar, memberikan kesaksian di pengadilan atas kematian George Floyd, warga kulit hitam Amerika Serikat yang tewas ditekuk oleh anggota polisi kulit putih Derek Chauvin. Chauvin bertugas di Kepolisian Minneapolis sebelum akhirnya dipecat karena kasus ini dan dikenai dakwan pembunuhan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Frazier tak kuasa menahan tangis saat berada di pengadilan, khususnya saat dia menggambarkan rasa bersalahnya dan kemarahan setelah menjadi saksi mata dalam kematian Floyd pada 25 Mei 2020.
“Pandangan matanya dingin, ini kejadian yang tak berperasaan,” kata Frazier.
Foto korban George Floyd semasa hidup. Kematian George memicu aksi solidaritas dan kericuhan di Minneapolis dan kota lainnya karena dianggap keempat polisi yang terlibat tidak diberi hukuman yang setimpal. Instagram/@Shaunking
Saat bersaksi, Chauvin duduk disamping pengacaranya. Terkadang dia mencatat beberapa hal di yellow pad.
Dipersidangan itu, Frazier pun mengatakan dia sekarang mengalami kecemasan sosial. Frazier adalah orang yang merekam momen saat Floyd ditekuk bagian lehernya oleh Chauvin sehingga dia kesulitan bernafas.
Rekaman video itu juga dianalisa oleh jaksa penuntut dan melihat adanya penggunaan kekuatan yang berlebihan.
Selain Frazier, dihadirkan pula ke persidangan saksi mata lainnya seorang pelatih bela diri profesional. Sama seperti Frazier, dia pun mengalami kegelisahan yang meningkat setelah mata kepala sendiri Floyd yang kesusahan bernafas.
Saksi lain, seorang petugas pemadam kebakaran yang kebetulan berada di lokasi kejadian, padahal dia sedang libur, menceritakan Chauvin tampak gelisah dan aparat kepolisian lainnya malah menghentikan saksi mata itu saat dia mau memberikan nafas bantuan dengan menekan dada Floyd. Saat itu, Floyd sudah dalam kondisi tak sadarkan diri.
Kematian Floyd telah memancing gelombang unjuk rasa di penjuru Amerika Serikat. Unjuk rasa itu terbesar dalam berpuluh tahun. Aksi protes dilakukan hampir setiap hari, yang sekaligus mengkritik semakin naiknya angka kekerasan terhadap etnis kulit hitam.
Sumber: Reuters