Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Duta Besar Myanmar untuk Inggris, Kyaw Zwar Minn, menuntut agar junta militer membebaskan Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, menambah pukulan diplomatik lain untuk militer Myanmar setelah Dubes Myanmar untuk PBB menolak kekuasaan junta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah berbicara dengan Menteri Luar Negeri Dominic Raab dan menteri luar negeri junior Inggris Nigel Adams, Kyaw Swar Minn mengatakan jawaban atas krisis tersebut adalah diplomasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami meminta pembebasan Penasihat Negara Daw Aung San Suu Kyi dan Presiden U Win Myint," katanya dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan di halaman Facebook kedutaan, Sky News melaporkan.
Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab memuji duta besar Myanmar pada Senin setelah menyerukan pembebasan Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint.
"Saya memuji keberanian dan patriotisme Duta Besar Myanmar Kyaw Zwar Minn dalam menyerukan pembebasan Aung Sung Suu Kyi dan Presiden U Win Myint dan agar hasil pemilu 2020 dihormati," kata Raab dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters, 9 Maret 2021.
"Rezim militer harus mengakhiri tindakan brutal mereka, dan memulihkan demokrasi," lanjut Raab.
Pengunjuk rasa lari dari polisi saat protes menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, 8 Maret 2021. [REUTERS / Stringer]
Seruan itu muncul setelah pasukan keamanan mengepung sekitar 200 demonstran muda di distrik Sanchaung, Yangon, pada hari Senin, karena mereka menentang jam malam pukul 8 malam.
"Bebaskan para mahasiswa di Sanchaung," teriak orang-orang di jalan-jalan di distrik-distrik di seberang ibu kota, tempat protes harian telah berlangsung selama lebih dari sebulan.
Di Sanchaung, polisi yang menembakkan senjata dan menggunakan granat kejut mengumumkan pada hari Senin bahwa mereka akan menyisir tiap rumah untuk mencari orang dari luar distrik dan akan menghukum siapa pun yang ketahuan menyembunyikannya.
Aktivis bernama Shar Ya Mone mengatakan dia telah berada di sebuah gedung dengan sekitar 15 hingga 20 orang lainnya, tetapi sekarang bisa pulang.
"Ada banyak tumpangan mobil gratis dan orang-orang menyambut para pengunjuk rasa," kata Shar Ya Mone melalui telepon kepada Reuters, berjanji untuk terus berdemonstrasi sampai kediktatoran berakhir.
Pengunjuk rasa lain mengunggah ke media sosial bahwa mereka dapat meninggalkan daerah itu pada Selasa sekitar jam 5 pagi setelah pasukan keamanan mundur. Demonstran bisa keluar dari kepungan aparat setelah Sekretaris PBB Antonio Guterres, dan negara-negara Barat, menuntut demonstran dibiarkan pergi tanpa kekerasan dan penangkapan.
Inggris, Amerika Serikat, dan beberapa negara Barat lainnya telah menjatuhkan sanksi terbatas pada junta.
Uni Eropa sedang bersiap untuk memperluas sanksi krisis Myanmar untuk menargetkan bisnis yang dijalankan junta militer, menurut para diplomat dan dua dokumen internal yang dilihat oleh Reuters.
REUTERS | SKY NEWS