Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemimpin junta militer Myanmar, Min Aung Hlaing, menggelar pesta makan malam mewah pada Sabtu kemarin ketika pasukannya menembak mati 100 orang lebih selama protes menentang kudeta militer di Hari Angkatan Bersenjata Myanmar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Militer Myanmar juga menyerang desa-desa di dekat perbatasan Thailand yang memaksa ribuan orang melarika diri ke Thailand.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gambar yang beredar di media sosial menunjukkan Jenderal Min Aung Hlaing berpakaian jas militer putih dan dasi kupu-kupu, lengkap dengan medali, karpet merah, sambil menyambut para hadirin dalam pesta makan malam untuk memperingati Hari Angkatan Bersenjata Myanmar 27 Maret, CNN melaporkan, 30 Maret 2021.
Situs web Min Aung Hlaing mengatakan jenderal senior dan istrinya menyambut Wakil Menteri Pertahanan Rusia, Alexander Vasilyevich Fomin dan delegasi lain.
Rusia mengirim wakil menteri pertahanannya, Alexander Fomin, untuk menghadiri pawai di Naypyitaw. Ini adalah kunjungan pejabat tinggi pertahanan pertama Rusia sejak kudeta 1 Februari.
Dikutip dari Reuters, para diplomat mengatakan ada delapan negara: Rusia, Cina, India, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Laos, dan Thailand, yang mengirim perwakilan untuk acara itu, tetapi Rusia adalah satu-satunya yang mengirim pejabat setingkat kementerian.
Para pendemo berlari menghindari serangan dari aparat selama protes menentang kudeta militer, di Yangon, Myanmar, Ahad, 28 Maret 2021. Aparat dianggap tidak pandang bulu saat menertibkan para pendemo. REUTERS / Stringer
Hari Angkatan Bersenjata dirayakan setiap tahun untuk memperingati dimulainya perlawanan tentara terhadap pendudukan Jepang dalam Perang Dunia II. Militer Myanmar, Tatmadaw, juga menggelar parade militer.
Sabtu kemarin juga merupakan hari bulan purnama Tabaung, akhir kalender lunar Myanmar dan waktu penting dalam agama Buddha yang seharusnya dirayakan dengan festival dan kunjungan ke pagoda.
Tetapi Tabaung diwarnai pertumpahan darah ketika tentara dan polisi Myanmar menembaki para demonstran, termasuk anak-anak, di 44 kota di seluruh Myanmar. Total korban tewas pada hari Sabtu bertambah dari 114 menjadi 141, menurut angka yang dilaporkan Reuters pada Selasa.
Hari itu menjadi hari paling berdarah sejak militer Myanmar mengkudeta pemerintahan sipil terpilih pada 1 Februari.
UNICEF mengatakan 35 anak telah dibunuh oleh pasukan junta sejak kudeta.
"Seorang anak laki-laki berusia 11 tahun, seorang gadis berusia 11 tahun, dua anak laki-laki berusia 13 tahun, seorang gadis berusia 13 tahun, tiga anak laki-laki berusia 16 tahun dan dua anak laki-laki berusia tujuh belas tahun, semuanya dilaporkan ditembak dan dibunuh. Seorang bayi perempuan berusia satu tahun terluka parah setelah terkena peluru karet di matanya. Ini adalah korban anak-anak terakhir pada hari paling berdarah di Myanmar sejak pengambilalihan militer," kata Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore, dikutip dari CNN.
Hingga kini junta Myanmar belum berkomentar tentang pembunuhan 27 Maret, tetapi sehari sebelumnya televisi pemerintah memperingatkan demonstran akan ditembak di kepala dan punggung jika tetap berunjuk rasa.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mendesak para jenderal Myanmar untuk menghentikan pembunuhan dan penindasan demonstrasi.
Ribuan pengunjuk rasa muncul di beberapa kota lain di seluruh negeri pada Selasa, menurut media dan foto di media sosial.
Gerakan pembangkangan sipil yang menentang pemerintahan militer telah melumpuhkan sebagian besar ekonomi Myanmar.
Setidaknya 510 warga sipil Myanmar telah tewas dalam protes menolak kudeta militer yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing terhadap pemerintahan sipil Aung San Suu Kyi, menurut penghitungan oleh kelompok advokasi Assistance Association for Political Prisoners (AAPP).