Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

PBB Tuduh Pasukan Eritrea Sengaja Membuat Rakyat Tigray Kelaparan

Pejabat senior PBB menuduh pasukan Eritrea sengaja membuat 350.000 rakyat Tigray kelaparan dan menggunakan bencana kelaparan sebagai senjata perang.

12 Juni 2021 | 10.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang perempuan menggendong bayi saat mengantre untuk mendapatkan makanan, di sekolah dasar Tsehaye, yang diubah menjadi tempat penampungan sementara bagi orang-orang yang terlantar akibat konflik, di kota Shire, wilayah Tigray, Ethiopia, 15 Maret 2021. [REUTERS/ Baz Ratner]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pejabat senior PBB menuduh pasukan Eritrea sengaja membuat rakyat Tigray di Ethiopia kelaparan dan menggunakan bencana kelaparan ini sebagai senjata perang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dataran tinggi utara Ethiopia itu pernah menjadi buah bibir global untuk kelaparan pada pertengahan 1980-an, ketika kekeringan dan konflik menciptakan bencana yang menewaskan sebanyak satu juta orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lebih dari 350.000 dari hampir 6 juta orang Tigray hidup dalam kondisi kelaparan, menurut sebuah analisis oleh badan-badan PBB dan kelompok bantuan global, dikutip dari laporan Reuters, 12 Juni 2021.

Hampir 2 juta orang lainnya selangkah lagi dari kekurangan yang mengerikan seperti itu, kata badan PBB. Ethiopia telah membantah perkiraan ini.

Pertempuran sejak November antara pemerintah Ethiopia dan partai berkuasa yang digulingkan di kawasan itu, Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), telah membuat lebih dari 2 juta orang mengungsi. Konflik pecah tepat sebelum panen raya, dengan masing-masing pihak saling menyalahkan. Negara tetangga Eritrea dan wilayah Amhara di sebelah Ethiopia mengirim pasukan untuk mendukung pemerintahan Perdana Menteri Abiy Ahmed.

Dalam beberapa komentar publik tentang krisis, pejabat tinggi kemanusiaan PBB, Mark Lowcock, menuduh pasukan Eritrea berusaha mengendalikan penduduk Tigray dengan membuat mereka kelaparan.

Dalam sebuah wawancara dengan Reuters pada hari Kamis, Lowcock mengatakan tentara Eritrea dan pejuang lokal sengaja memblokir pasokan ke lebih dari 1 juta orang di daerah-daerah di luar kendali pemerintah. "Makanan pasti digunakan sebagai senjata perang," katanya.

Adan Muez yang berusia empat belas tahun terbaring di tempat tidur di Rumah Sakit Umum Adigrat di kota Adigrat, wilayah Tigray, Ethiopia, 18 Maret 2021. REUTERS/Baz Ratner

Pemerintah Ethiopia, PBB dan badan-badan bantuan telah mengirimkan makanan dan bantuan lainnya kepada sekitar 3,3 juta penduduk Tigray sejak Maret, menurut badan kemanusiaan PBB OCHA. Tetapi sebagian besar bantuan itu akan disalurkan ke daerah-daerah yang dikuasai pemerintah, kata Lowcock.

Eritrea, yang terlibat dalam perang perbatasan brutal melawan Ethiopia pada 1998-2000, ketika TPLF mendominasi pemerintah pusat, tidak berkomentar tentang laporan ini. Menteri Penerangan Yemane Gebremeskel sebelumnya mengatakan tuduhan bahwa tentara Eritrea memblokir atau menjarah bantuan adalah tuduhan rekayasa.

Militer Ethiopia, kantor perdana menteri dan kepala satuan tugas nasional di Tigray tidak menanggapi permintaan komentar atas pernyataan Lowcock. Pada konferensi pers 3 Juni, juru bicara Abiy, Billene Seyoum, menepis tuduhan bahwa pasukan pertahanan negara menggunakan makanan sebagai senjata sebagai tidak berdasar dan bermotif politik.

Mitiku Kassa, kepala Komisi Manajemen Risiko Bencana Nasional Ethiopia, yang mengelola respons krisis pemerintah, menuduh TPLF, mantan partai yang berkuasa, menyerang truk makanan dan personel bantuan, tetapi tidak membeberkan bukti ketika diminta. Dia mengatakan kepada wartawan pada hari Rabu bahwa lebih dari 90% orang di Tigray telah diberikan bantuan. "Kami tidak kekurangan pangan," katanya.

PBB, bagaimanapun, telah mengatakan telah menerima laporan dari pejabat lokal Tigray lebih dari 150 orang mati kelaparan. Lowcock mengatakan dia yakin banyak lagi yang tewas tetapi tidak bisa memberikan angka.

Di tanah subur Tigray barat, para petani meninggalkan ladang yang penuh dengan sorgum, teff, dan wijen untuk menghindari kekerasan, Reuters melaporkan.

Beberapa penduduk menuduh pasukan Amhara mencuri tanaman dan ternak mereka, atau mengusir mereka dari pertanian mereka. Di Tigray utara dan timur, para petani mengatakan kepada Reuters bahwa tentara dari Eritrea telah membakar tanaman dan gudang gandum mereka, dan menyembelih lembu yang dibutuhkan untuk membajak.

Diperkirakan 90% dari panen untuk tahun 2020 hilang, menurut analisis PBB. Beberapa petani mengatakan bahwa mereka sekarang memakan benih cadangan yang mereka butuhkan untuk menanam tanaman berikutnya.

Gizachew Muluneh, juru bicara pemerintah daerah Amhara, mengatakan kepada pasukan Amhara tidak akan pernah mencuri hasil panen, ternak, atau memblokir bantuan di Tigray.

REUTERS

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus