Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Apakah perlu demikian

Tanggapan dan usulan soal perlu tidaknya polri dipisahkan dari abri.

20 Maret 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perkenankanlah saya ikut nimbrung memberi tanggapan terhadap suara-suara yang menyarankan agar Kepolisian Negara RI (Polri) dipisahkan dari struktur organisasi ABRI, misalnya dengan menempatkannya di bawah Menteri Dalam Negeri atau langsung di bawah Presiden. Marilah kita tengok catatan sejarah ketika bangsa kita sedang menghadapi kekuatan penjajah asing menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus 1945. Satuan-satuan Polisi Istimewa (PI), cikal bakal Brigade Mobil (Brimob) Polri sekarang ini, memelopori para pemuda merebut senjata dan amunisi dari gudang-gudang senjata tentara pendudukan Jepang, dan kemudian menyumbangkannya kepada Badan Keamanan Rakyat (BKR), cikal- bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI), sebagai modal perjuangan bersenjata melawan tentara asing yang akan menduduki dan menjajah kembali negeri kita ini. Dalam peristiwa perebutan senjata itu, tentu jatuh korban di kedua pihak. Dengan panser-panser bajanya (hasil rampasan dari Jepang), satuan-satuan PI yang dikomandani M. Jassin, sekarang purnawirawan perwira tinggi Polri, mengawal arek-arek Surabaya dan bertempur bahu-membahu melawan tentara Sekutu yang jauh lebih wellequipped. Peristiwa heroik ini kita peringati setiap tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan. Selanjutnya, korps kepolisian, melalui paramilitary branchnya Mobile Brigade (Mobrig), namanya kala itu, bersama tentara menumpas pemberontakan PKI Madiun, APRA, DI/TII, PRRI/Permesta, RMS, dan sebagainya. Dalam hal ini kita tidak akan melupakan nama-nama tokoh legendarisnya, di antaranya M. Jassin sendiri, Jusuf Djajengrono, dan Soetjipto Joedodihardjo. Memenuhi panggilan Tri Komando Rakyat (Trikora) yng dikomandoi Bung Karno untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda, Angkatan Kepolisian RI (AKRI), sebutannya saat itu, ikut aktif ambil bagian bersama TNI-AD, ALRI, dan AURI di bawah komando Panglima Mandala Mayjen TNI Soeharto. Pasukan Brimob di bawah pimpinan Anton Soedjarwo didaratkan/disusupkan di Fakfak melalui laut. Sangatlah logis apabila sejak 1961 sampai sekarang Polri tetap dan harus menjadi bagian dari ABRI bersama-sama TNI-AD, TNI-AL, dan TNI-AU, walaupun tugas utamanya adalah kamtibmas, bukan pertahanan. Ada sebagian pakar yang tidak secara tegas menginginkan Polri dipisahkan dari ABRI, tetapi memberi sebutan yang lebih subtiel bahwa Polri hakikatnya adalah civilian in unifrom (orang/lembaga sipil berseragam). Mari kita renungkan, kalau Polri itu sipil, mereka itu tidak lagi dipedomani dan disemangati kredo yang ada pada Sapta Marga, Sumpah Prajurit, Tri Brata, dan Delapan Pokok Wajib ABRI. Mereka bisa dipengaruhi primordialisme yang akan menimbulkan kesetiaan ganda. Mereka bisa mudah menolak perintah atasan, bisa menempel poster unjuk rasa, bisa mogok, bisa memihak parpol atau golongan tertentu, dan sebagainya, sementara mereka punya senjata. Polri yang sipil bisa berpola pikir liberal, bahkan sektarian sekaligus. Suara para intelektual sipil seyogianya dijadikan sarana mawas diri untuk pembinaan Polri, terutama pembinaan para petugas khas kepolisian seperti reserse, sabhara, babinkamtibmas, polisi lalu-lintas, dan sebagainya. Polri pasti bisa menjawab tuntutan masyarakat karena ia punya Sespimpol, PTIK, Akademi Kepolisian (Akpol), dan Sebapolri/Sekolah Polisi Negara (SPN). Syukurlah, Menteri Hamkam L.B. Moerdani dan Kasospol Letjen TNI Harsudiono Hartas, bahkan Pangab yang baru, Jenderal TNI Edi Sudradjat, tidak bisa menerima saran-saran agar Polri sebaiknya dipisahkan dari ABRI (TEMPO, 27 Februari 1993, Laporan Utama). Kita harus yakin bahwa pembenahan personel dalam Polri senantiasa ada demi peningkatan profesionalisme para anggotanya. Apalagi, kata Pak Edi, Polri akan mendapat perhatian lebih besar. Polemik sekitar Polri harus dipisahkan dari ABRI, atau harus disetop sampai di sini. Ikuti kata pimpinan ABRI. Itu saja. Nama dan alamat pada Redaksi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus