Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DIKABULKANNYA gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dalam kasus hutan lindung Rawa Tripa oleh Pengadilan Negeri Meulaboh, Aceh, patut diapresiasi. Jarang gugatan masalah lingkungan dimenangkan oleh pengadilan, apalagi kasus perusakan hutan gambut ini sudah berlangsung lama. Investor yang dilawan pun, PT Kallista Alam, dirumorkan memiliki "hubungan dekat" dengan pihak militer.
Di bawah majelis hakim yang dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Negeri Meulaboh, Rachmawati—hakim yang bersertifikat lingkungan—kemenangan pemerintah dibacakan pada Rabu dua pekan lalu. Tergugat, PT Kallista Alam, terbukti melanggar hukum dan harus membayar ganti kerugian material Rp 114,333 miliar dan pemulihan lingkungan hidup dengan biaya Rp 251,765 miliar. Kallista Alam tidak boleh lagi mengolah lahan gambut seluas 1.000 hektare di sana.
Perusahaan ini beroperasi di kawasan Rawa Tripa dengan membuka lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Luas izin yang dikantongi sekitar 1.605 hektare. Seribu hektare lahan diolah dengan cara membakar gambut. Akibatnya, terjadi kerusakan lingkungan, seperti hilangnya lahan hutan konservasi di Kawasan Ekosistem Leuser, dan hampir punahnya beragam satwa yang dilindungi. Itu yang ditemukan oleh tim Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).
Tim UKP4 melaporkan temuannya kepada Menteri Lingkungan Hidup. Berdasarkan laporan itu, Kementerian Lingkungan Hidup mengajukan gugatan perdata ke PT Kallista pada 8 November 2012, dengan memberi kuasa kepada Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Aceh. Sebagaimana halnya gugatan perdata, proses mediasi harus dilalui lebih dulu. Gagal mediasi, Menteri KLH sempat pesimistis karena selama ini gugatan masalah lingkungan jarang dimenangkan pengadilan. Apalagi PT Kallista dikenal memiliki beking kuat.
PT Kallista mendapat izin pembabatan lahan gambut dari Gubernur Aceh yang waktu itu dijabat Irwandi Yusuf, pada 25 Agustus 2011. Setelah Irwandi gagal memperpanjang masa jabatannya, Rawa Tripa pun mulai digugat para aktivis lingkungan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menggugat Gubernur Aceh pengganti Irwandi, Zainal Abdullah, ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Walhi menuntut izin perluasan lahan 1.605 hektare untuk PT Kallista Alam di Kawasan Ekosistem Leuser dicabut. Menurut Walhi, izin itu harus dibatalkan karena kebun sawit berada di area lahan gambut. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990, semua lahan gambut berkedalaman lebih dari tiga meter harus dilindungi, tak boleh dijadikan perkebunan.
PTUN menolak gugatan itu. Walhi mengajukan permohonan banding. Dalam proses banding inilah investigasi UKP4 dan Kementerian Lingkungan Hidup menemukan titik api di lahan gambut itu. Pembakaran tak hanya menyebabkan kerusakan lahan, tapi juga menghancurkan habitat orang utan Sumatera (Pongo abelli), siamang, beruang madu, juga harimau Sumatera (Panthera tigris), yang populasinya tinggal sekitar 400 ekor. Dengan bukti kerusakan itulah Menteri KLH mengajukan gugatan perdata.
Gugatan ini ternyata menang. Salut pada perjuangan Kementerian KLH dan pengacara negara yang diwakili tim dari Kejaksaan Agung dan Kejaksaan Tinggi Aceh. Akankah Rawa Tripa yang kini luasnya tersisa tak lebih dari 17 ribu hektare itu kembali asri setelah Kallista Alam kalah? Jawabannya menuntut kesabaran, karena investor yang bandel itu naik banding.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo