Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Membangkitkan Kembali Sukarno

Arif Novianto,
Peneliti Politik di Bulaksumur Empat, Yogyakarta

Sumbangsih Sukarno terhadap negara dan bangsa Indonesia tidak lagi dapat terhitung nilainya. Sukarno tidak hanya dikagumi oleh bangsa Indonesia semata, tapi juga masyarakat internasional.Pemikiran Sukarno tentang penolakan terhadap neo-imperialisme dan neo-kolonialisme yang digelorakan di berbagai forum internasional telah membuatnya menjadi salah satu pionir perjuangan bangsa terjajah dalam merebut kemerdekaan. Selain itu, Sukarno adalah penggali ideologi negara Indonesia: Pancasila. Karismanya yang begitu besar telah membuatnya disegani. Keberaniannya telah membuat negara-negara lain gentar.

3 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arif Novianto,
Peneliti Politik di Bulaksumur Empat, Yogyakarta

Sumbangsih Sukarno terhadap negara dan bangsa Indonesia tidak lagi dapat terhitung nilainya. Sukarno tidak hanya dikagumi oleh bangsa Indonesia semata, tapi juga masyarakat internasional.Pemikiran Sukarno tentang penolakan terhadap neo-imperialisme dan neo-kolonialisme yang digelorakan di berbagai forum internasional telah membuatnya menjadi salah satu pionir perjuangan bangsa terjajah dalam merebut kemerdekaan. Selain itu, Sukarno adalah penggali ideologi negara Indonesia: Pancasila. Karismanya yang begitu besar telah membuatnya disegani. Keberaniannya telah membuat negara-negara lain gentar.

Setelah Sukarno dilengserkan dari tampuk kekuasaan dan digantikan oleh Soeharto sebagai presiden pada 1966, proses desukarnoisasi pun dijalankan oleh pemerintah Orde Baru ini secara masif selama 32 tahun. Semua yang berbau Sukarno pun dikebiri. Bahkan, pemikiran Sukarno tentang neo-kolonialisme dan neo-imperialisme yang menginspirasi perjuangan masyarakat dunia dihilangkan paksa dari diskursus ilmu sosial dan politik di lingkungan pendidikan.

Kini simbolisasi politik Sukarno kembali berusaha dibangkitkan oleh dua kandidat presiden Indonesia dalam kampanye pemilihan presiden pada tahun ini, yaitu Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Prabowo bahkan menasbihkan diri sebagai Sukarno Kecil. Simbolisasi politik Sukarno dengan tendensius diselipkan dalam penampilannya di depan publik. Hal ini dimulai dari mikrofon era 1950-an seperti yang sering digunakan Sukarno saat pidato kenegaraan, model pakaian ala pejuang kemerdekaan, hingga gaya pidatonya di depan publik.

Selain itu, pemikiran Sukarno tentang sikap nasionalisme serta penolakan terhadap neo-imperialisme dan neo-kolonialisme sering digelorakan oleh Prabowo. Bahkan, seperti halnya Sukarno, Prabowo mengkritik demokrasi liberal dan neoliberalisme. Padahal, bila merujuk sejarahnya, Prabowo adalah bagian dari Orde Baru yang sangat anti terhadap Sukarnoisme. Aktivisme yang dijalankan oleh Prabowo pun sangat bertolak belakang dengan sikap Sukarnoisme yang berusaha dibawakannya akhir-akhir ini.

Adapun Jokowi tidak menggunakan simbol pembawaan dari Sukarno seperti yang dilakukan oleh Prabowo. Kedekatannya dengan Megawati (Ketua PDIP), yang merupakan putri sulung dari Sukarno, telah turut mempengaruhi program politik yang ditawarkannya.

Konsep Trisakti yang merupakan visi-misi utama dari Jokowi ini di dalam mengarungi proses pemilihan presiden nantinya merupakan konsep yang dicetuskan oleh Sukarno pada 1963. Hal ini menegaskan pandangan politiknya untuk membawa perjuangan Indonesia menghadapi neo-imperialisme dan neo-kolonialisme. Trisakti ini bagian dari paham Marhaenisme Sukarno, yaitu berdaulat secara politik, berdikari secara ekonomi, dan berkepribadian dalam budaya.

Melihat berbagai upaya untuk membangkitkan kembali simbolisasi dan pemikiran Sukarno ini dapat dilihat sebagai dua hal. Pertama, sebagai alat politik, yaitu digunakannya Sukarno hanya sebagai "alat" semata untuk dapat mendompleng suara. Dan kedua sebagai idiologi politik, yaitu sebuah pegangan hidup yang berusaha dicapai melalui berbagai komitmen, program kerja, dan tindakan. Untuk itu, semoga kita cerdas di dalam memilih agar tak tertipu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus