Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Editorial

Kesalahan Berulang Pernyataan Prabowo dan Pembantunya

Prabowo dan para pembantunya berkali-kali memberikan pernyataan yang kontroversial. Mengapa presiden dan para menteri gagap mengurus masalah kepresidenan?

30 Desember 2024 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/J. Prasongko

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kesalahan mengeluarkan berbagai pernyataan menunjukkan Prabowo dan anak buahnya gagap menangani berbagai masalah kepresidenan.

  • Orang-orang Prabowo ditengarai memberikan kabar bohong kepada kepala negara lain.

  • Prabowo mengoreksi omongannya dengan mengatakan bahwa dia tak akan memaafkan koruptor, melainkan menyuruh mereka bertobat.

BLUNDER demi blunder yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto dan para pembantunya melampaui buruknya manajemen komunikasi presiden dan kabinetnya. Kesalahan mengeluarkan pernyataan menunjukkan Prabowo dan anak buahnya gagap menangani berbagai masalah kepresidenan. Lebih dari itu, hal tersebut juga bisa menyiratkan bahwa Prabowo kewalahan mengelola pemerintahan dalam bulan-bulan pertamanya.

Batalnya pertemuan Prabowo dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menguak hal tersebut. Menurut Anwar di media sosial X, pertemuan mendadak batal karena Prabowo demam. Adapun Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya menyatakan Prabowo baik-baik saja. Pertemuan dibatalkan karena Prabowo disebut punya urusan mendesak di Jakarta. Sesampainya di Tanah Air dari lawatan ke luar negeri, Prabowo langsung memimpin rapat kabinet di Bandar Udara Halim Perdanakusuma.

Istana menyampaikan bahwa pertemuan Prabowo dan Anwar akan dijadwalkan lagi. Masalahnya bukan itu, melainkan orang-orang Prabowo ditengarai memberikan kabar bohong kepada kepala negara lain. Ini memperburuk kesalahan sebelumnya, yakni Prabowo menjadikan Cina sebagai negara pertama yang dia kunjungi setelah dilantik sebagai presiden, bukannya Malaysia atau Singapura. Padahal berkunjung ke negara tetangga yang juga sekutu terdekat merupakan tata krama yang umum dalam pergaulan internasional. Apalagi Anwar menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang dia kunjungi setelah menjabat perdana menteri.

Prabowo malah mengunjungi Cina dan memperlihatkan Indonesia seperti disetir Beijing dalam pernyataan bersama Prabowo dan Xi Jinping. Meski akhirnya dibantah Prabowo dan Kementerian Luar Negeri bahwa Indonesia mengakui “sembilan garis putus-putus” Cina di Laut Cina Selatan, pernyataan bersama tersebut telanjur jadi omongan para diplomat internasional dan, terutama, menyinggung negara sahabat di Asia Tenggara yang berkonflik dengan Cina.

Contoh lainnya adalah pernyataan Prabowo yang berencana memaafkan koruptor yang telah mengembalikan duit korupsi. Presiden memang bisa memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Namun hal tersebut harus dalam koridor hukum dan hak asasi manusia serta memenuhi syarat formil. Masalahnya, Prabowo mengatakan pengampunan bisa diberikan bagi koruptor yang mengembalikan uang negara secara diam-diam “supaya tidak ketahuan”. Dengan kata lain, Prabowo sedang bicara soal memaafkan koruptor di bawah meja.

Para pembantunya kemudian mencari-cari pembenaran atas omongan Prabowo itu. Menteri Koordinator Hukum, HAM, Pemasyarakatan, dan Imigrasi Yusril Ihza Mahendra berargumen bahwa Prabowo memiliki kewenangan untuk memberikan grasi dan seterusnya, dengan menafikan pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi bahwa pengembalian kerugian negara tak menghapus pidana. Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan koruptor bisa dimaafkan asalkan membayar denda damai berdasarkan Undang-Undang Kejaksaan Agung.

Kejaksaan langsung membantah pernyataan Supratman itu dan mengatakan denda damai tersebut hanya berlaku untuk kejahatan ekonomi, bukan korupsi. Setelah dikritik banyak orang, Supratman meminta maaf dan meralat pernyataannya. Prabowo pun mengoreksi omongannya dengan mengatakan bahwa dia tak akan memaafkan koruptor, melainkan menyuruh mereka bertobat. Akhir ceritanya seperti sebuah lawakan yang tak lucu.

Serangkaian kesalahan tersebut menimbulkan pertanyaan: mengapa presiden dan pembantunya gagap mengurus hal-hal demikian? Sebelum menjabat presiden, Prabowo mencitrakan dirinya sebagai orang yang memiliki bacaan luas dan dikelilingi orang-orang cerdas. Namun berbagai kekeliruan pada bulan-bulan pertama dia berkuasa meruntuhkan kesan tersebut.

Dari sisi manajerial, kabinet Prabowo yang bongsor diisi oleh orang-orang yang kurang kompeten. Misalnya Prabowo menginginkan Indonesia digdaya di panggung dunia, tapi memilih menteri luar negeri yang tak memiliki pengalaman. Demikian juga di bidang lain yang diisi orang dengan berbagai latar belakang. Terlalu memperhitungkan unsur representasi pendukung dan tak mengindahkan rekam jejak, Prabowo membuat pemerintahannya akan selalu tergopoh-gopoh. Hanya menunggu waktu sampai ia mengulangi kesalahan yang sama lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus