Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JEJAK gurita patgulipat Gayus Halomoan Tambunan kini semakin nyata. Penyelidikan internal di Kementerian Keuangan telah membuhulkan sangkaan keterlibatan sejumlah pejabat di lingkungan Inspektorat Pajak hingga panitera Pengadilan Pajak. Seperti yang kami telusuri dalam rubrik Investigasi kali ini, para pejabat itu ada yang bergerak menyembunyikan dokumen penting, melicinkan urusan klien sang mafia pajak, dan memanipulasi laporan pajak.
Nama Gayus melesat dan menjadi sorotan publik ketika Susno Duadji, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI, pada Maret tahun lalu berkoar-koar ihwal adanya mafia pajak yang melibatkan pegawai rendahan di Kementerian Keuangan itu. Hebatnya, kekayaan Gayus, setelah ditelusuri polisi, dilaporkan berupa rekening gigantis Rp 28 miliar dan simpanan dalam safe deposit box yang bernilai Rp 84 miliar. Padahal gajinyasebelum ia dipecatcuma Rp 8 juta saban bulan.
Bukan hanya soal kekayaan yang mencengangkan. Gayus juga bebas semau gue keluar-masuk tahanan, melenggang piknik ke Bali, Singapura, Kuala Lumpur, bahkan sampai ke Makau. Simtom kanker ganas tampaknya telah menyebar dan meracuni berbagai sendi, dari pengusaha, birokrat kroco, sampai petinggi beragam instansi. Bukan mustahil ada pihak yang berkomplot meloloskan Gayus dari penjara, demi merancang skenario menghapus jejak mereka dari sang makelar pajak.
"Prestasi" Gayus yang fenomenal adalah ketika dia berperan "membantu" perkara pajak PT Bumi Resources. Perusahaan tambang batu bara milik Grup Bakrie ini maju ke Pengadilan Pajak pada 2008. Bumi berkeberatan disebut memiliki tunggakan pajak pada 2005 senilai Rp 27,7 miliar. Abrakadabra, dengan berbagai jurus pelicin, hakim akhirnya memutuskan tunggakan pajak Bumi menyusut hingga cuma Rp 5,2 miliar.
Sidik jari Gayus berbekas pula pada kasus pajak yang melibatkan Bumi Resources pada persidangan 2009. Bumi dituduh kekurangan membayar pajak Rp 99,6 miliar. Lagi-lagi, berkat Gayus dan kawan-kawan yang piawai beraksi, putusan majelis hakim Pengadilan Pajak berbalik arah. Bumi justru dinilai kelebihan membayar pajak Rp 31,2 miliar dan negara harus mengembalikan kelebihan itu kepada Bumi.
Kita pun tak habis pikir, perkara pajak gigantis Bumi Resources absen dari berkas tuntutan terhadap Gayus. Padahal, dalam pengadilan di bawah sumpah, jelas-jelas dia berujar telah menerima uang sogok puluhan miliar rupiah dari tiga perusahaan milik keluarga Bakrie itu. Anehnya, si makelar pajak cuma dituntut untuk kasus pajak Surya Alam Tunggal dengan kerugian "hanya" Rp 500 juta. Perkara ecek-ecek ini tampaknya sengaja dipilih lantaran keterlibatan Gayus yang tidak kelewat mencolok.
Pajak jelas penting, sebagai salah satu tali pengikat negara dan warganya. Jaksa Agung Amerika Serikat Oliver Wendell menegaskan, pajak adalah harga yang harus dibayar untuk membeli peradaban. Itulah sebabnya, pada 1794, Presiden Amerika Serikat George Washington memerangi pengusaha minuman keras di negerinya yang tak mau membayar pajak. Bagi Washington, pajak bukan sekadar urusan pendapatan negara, melainkan wujud disiplin sosial yang menjaga keberlangsungan negara.
Gayus dan kaitannya dengan berbagai kasus pelanggaran pidana adalah titik krusial untuk mengurai praktek mafia pajak. Para penegak hukum tidak boleh meremehkannya. Kredibilitas pemerintah juga sangat dipertaruhkan. Mereka yang terlibat dalam skenario jahat manipulasi pajak, apalagi dalam jumlah masif, seharusnya dihukum berat. Bayangkan, berapa banyak sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur yang bisa dibangun dengan ratusan miliar rupiah pajak yang dikemplang.
Kementerian Keuangan memang telah menjatuhkan sanksi kepada beberapa pejabat yang disangka terlibat dalam kasus Bumi. Ada yang dilorotkan dari posisi dan jabatannya. Kenaikan pangkat dua panitera Pengadilan Pajak ditunda. Mereka diduga menyembunyikan dokumen penting sehingga majelis hakim tak punya bahan pertimbangan yang menyeluruh. Sayangnya, mereka hanya dikenai sanksi administratif diam-diam. Tak ada pemecatan. Nama mereka pun tidak diumumkan kepada publik, apalagi diajukan ke pengadilan.
Para birokrat dan pejabat yang diduga terlibat itu seharusnya diproses secara hukum. Dari meja hijau diharapkan akan terbuka lebar siapa saja biang keladi mafia pajak yang menggerogoti sendi-sendi vital negara. Keberanian menyeret mereka ke ranah hukum inilah yang sangat dibutuhkan dan harus menjadi perhatian utama bagi tim pengusut kasus mafia pajak di bawah kepemimpinan Wakil Presiden Boediono. Hanya dengan cara inilah kita tetap bisa berharap negara masih digdaya menghadapi para pelaku kejahatan pajak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo