Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menghapus kredit macet nelayan dan usaha kecil Rp 500 juta per nasabah.
Hapus tagih kredit macet mekanisme wajar di perbankan.
Tanpa detail kriteria dan verifikasi, kebijakan ini kental moral hazard karena membuka pebisnis nakal memanfaatkannya.
KEPUTUSAN pemerintah menghapus kredit macet usaha kecil di bank dan lembaga pembiayaan milik negara bisa menghidupkan kembali bisnis mikro yang mandek. Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024 tentang penghapusan piutang macet usaha mikro, kecil, dan menengah yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada awal November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hapus tagih kredit macet adalah mekanisme wajar di lembaga keuangan swasta. Selama ini pengelola bank milik negara menghindari membuat kebijakan menghapus kredit macet karena khawatir dianggap merugikan negara. Walhasil, kredit macet triliunan rupiah pengusaha kecil sejak puluhan tahun lalu menjadi bisul perbankan, kendati sudah hilang dalam buku karena dicatat sebagai kerugian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah menghitung setidaknya ada Rp 2,49 triliun piutang 227 ribu debitor yang bisa dihapus yang berasal dari kredit program pemerintah. Sedangkan nilai piutang dari kredit komersial bank Rp 54,67 triliun.
Tak hanya menyulitkan bank, tagihan kredit macet itu juga menjadi stempel buruk pengusaha kecil. Mereka tak lagi punya akses pembiayaan ke bank dan lembaga keuangan nonbank. Akibatnya, usaha kecil yang menjadi penopang ekonomi Indonesia di kelas bawah mandek. Padahal kredit macet itu umumnya berasal dari program pemerintah yang sudah berhenti. Misalnya Kredit Candak Kulak, Kredit Investasi Kecil, dan Kredit Modal Kerja Permanen yang sebagian besar debitornya nelayan, petani, dan pedagang kecil.
Tak seperti pengusaha besar yang memperoleh keringanan pembayaran utang lewat restrukturisasi kredit, saudagar kecil tak mendapat kemewahan itu. Mereka baru bisa beroleh fasilitas setelah Otoritas Jasa Keuangan memberlakukan restrukturisasi bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di masa pandemi Covid-19 pada 2020.
Pandemi Covid-19 telah memberi pelajaran berharga bahwa afirmasi pemerintah terhadap usaha kecil menggerakkan kembali ekonomi yang mandek. Pengusaha kecil punya nyawa kedua setelah tagihan kreditnya dihapuskan. Namun penghapusan ini harus menjadi pelajaran penyaluran kredit kepada pelaku usaha kecil di kemudian hari.
Penghapusan kredit macet tetap memerlukan kehati-hatian. Pemerintah harus memilah kriteria kredit macet sesuai dengan konteksnya. Sebab, ada pengusaha yang sejak awal ogah membayar, ada pula nelayan atau pengusaha kecil yang menunggak karena usahanya berantakan. Data dan verifikasi kredit macet akan menentukan kredibilitas kebijakan ini.
Batas kredit yang bisa dihapus per debitor sebesar Rp 500 juta dapat diakali pengusaha culas yang memecah utangnya untuk menghindari batas maksimum penyaluran kredit atau supaya tetap masuk kategori UMKM. Untuk utang kredit seperti ini, pemerintah perlu mengeluarkan mereka sebagai penerima fasilitas hapus tagih.
Bank juga perlu memastikan penghapusan kredit usaha kecil ini bukan program kepedulian Presiden Prabowo. Apalagi kebijakan ini diaku sebagai program Gerakan Solidaritas Nasional, organ relawan Prabowo yang baru dibentuk beberapa bulan lalu. Penghapusan kredit macet usaha kecil merupakan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang terbit pada Januari 2023.
Untuk menghindari jebakan-jebakan kebijakan penghapusan kredit macet usaha kecil ini, pemerintah dan lembaga keuangan negara harus detail mengaturnya. Detail dan transparan menjadi kunci agar kebijakan ini tak berakhir menjadi konflik kepentingan atau bahkan dalih menghapus tagihan kredit macet kroni penguasa.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo