Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendapat

Selamat Datang Moratorium Sawit!

Setelah hampir dua setengah tahun ditunggu, peraturan mengenai moratorium sawit akhirnya diterbitkan oleh pemerintah.

26 September 2018 | 07.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petani menata buah kelapa sawit hasil panen di perkebunan Mesuji Raya, OKI, Sumatera Selatan, Minggu (4/12). ANTARA FOTO/Budi Candra Setya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wiko Saputra
Peneliti Kebijakan Ekonomi di Auriga Nusantara

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Setelah hampir dua setengah tahun ditunggu, peraturan mengenai moratorium sawit akhirnya diterbitkan oleh pemerintah. Aturan itu tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Banyak harapan dengan terbitnya aturan moratorium sawit itu. Pertama, moratorium sawit setidaknya menghentikan izin pembukaan lahan sawit baru untuk tiga tahun ke depan. Itu menjadi harapan terbentuknya keseimbangan baru di pasar minyak sawit. Dalam satu dekade terakhir, maraknya izin pembukaan lahan telah menyebabkan produksinya meningkat. Tapi kenaikannya tak seimbang dengan permintaan sehingga terjadi kelebihan produksi yang mencapai 4,8 juta ton. Akibatnya, harga jualnya menjadi jatuh. Menilik lahan hutan yang dikonversi ke lahan sawit, Indonesia telah kelebihan lahan sekitar 960 ribu hingga 1 juta hektare.

Kedua, moratorium adalah momentum untuk penataan lahan sawit dan memperkuat legalitasnya. Saat ini luas lahan sawit mencapai 16,6 juta hektare dan keberadaan lahannya sering kali bermasalah. Salah satunya berasal dari konversi hutan alam yang memicu deforestasi. Auriga (2018) mencatat, 3,4 juta hektare lahan yang sudah ditanami sawit berada di dalam kawasan hutan.

Tidak ajeknya tata laksana perizinan lahan sawit juga menjadi pemicu konflik lahan. Tak hanya menerabas kawasan hutan, lahan-lahan itu juga tumpang-tindih dengan izin lainnya, seperti izin hutan tanaman industri dan pertambangan. Banyak juga izin yang berkonflik dengan masyarakat karena proses pengalihan haknya tak sesuai aturan. Moratorium sawit salah satunya bertujuan menyelesaikan hal itu.

Ketiga, mendukung program reforma agraria. Marwah moratorium adalah juga perbaikan redistribusi lahan. Banyak izin lahan sawit yang berasal dari pelepasan kawasan hutan tapi tidak didistribusikan kepada masyarakat dalam bentuk program kemitraan inti-plasma oleh perusahaan. Seharusnya, dalam setiap pelepasan kawasan hutan, perusahaan wajib menyerahkan 20 persen lahan kepada masyarakat.

Moratorium sawit menyasar hal itu. Perusahaan yang belum menyerahkan lahan plasma akan dipaksa untuk menyerahkannya kepada masyarakat. Selain itu, redistribusi lahan kepada masyarakat bisa dilakukan terhadap hak guna usaha (HGU) sawit yang lahannya ditelantarkan serta izin-izin sawit yang dikeluarkan tanpa sesuai dengan prosedur. Lahan-lahan itu bisa menjadi tanah obyek reforma agraria.

Meskipun demikian, harapan itu sulit terwujud jika pelaksanaan moratorium tidak sungguh-sungguh dilakukan oleh pemerintah. Salah satu tantangan terbesar adalah tidak tersedianya data yang valid terhadap lahan-lahan yang menjadi obyek moratorium. Sumber data yang paling krusial untuk penataan perizinan adalah data izin lokasi, izin usaha perkebunan (IUP) sawit, dan surat tanda daftar budi daya (STDB) sawit.

Sejak desentralisasi, semua data itu dikumpulkan oleh pemerintah daerah karena mereka yang berwenang menerbitkannya. Persoalannya, data itu tidak terdokumentasi dengan baik oleh pemerintah daerah dan juga tak dikumpulkan oleh pemerintah pusat. Meskipun ada, datanya hanya data numerik, tak ada informasi spasialnya. Padahal, data spasial merupakan syarat wajib untuk evaluasi dan penataan perizinan.

Kita juga tak pernah punya data tutupan lahan sawit seluruh Indonesia. Padahal, data itu menunjukkan kondisi riil luas lahan yang sudah ditanami sawit. Ini penting untuk melihat sejauh mana pemanfaatan lahan dilakukan oleh perusahaan dan masyarakat.

Pada akhirnya, kita perlu mengapresiasi terbitnya aturan moratorium ini. Banyak harapan yang bisa kita gantungkan untuk perbaikan tata kelola perkebunan sawit yang keberlanjutan. Kita meminta semua pihak yang terlibat harus bersungguh-sungguh melaksanakan setiap poin instruksi itu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus