Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMERINTAH harus lebih serius melindungi binatang langka seperti tenggiling. Penangkapan dan penyelundupan yang tak pernah berhenti kian mengancam nasib tenggiling (Manis javanica). Tanpa komitmen kuat dari pemerintah dan penegak hukum, kisah tenggilingkerap disebut trenggilingdi negeri ini bakal segera tamat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Investigasi Tempo enam bulan terakhir menemukan penyelundupan tenggiling masih marak terjadi. Dari berbagai daerah di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, bagian-bagian tubuh tenggiling menjelanak dengan mudah lewat jalur darat, bahkan lolos dari pintu imigrasi resmi. Potongan-potongan itu dikirim terutama ke Cina dan Vietnam. Di sana, tenggiling diolah menjadi hidangan eksotis, obat tradisional, kosmetik, bahkan narkotik jenis sabu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasil riset lembaga peneliti perdagangan satwa yang berbasis di Inggris, Traffic, menunjukkan Indonesia berperan besar dalam penyelundupan tenggiling ke Cina. Dari 34,9 ton sisik tenggiling yang masuk ke Tiongkok secara ilegal sepanjang 2007-2015, sebagian besar berasal dari sini. Mata rantai kejahatan transnasional ini mesti diputus para penegak hukum. Apalagi Manis javanica masuk daftar merah International Union for Conservation of Nature. Sejak 2014, statusnya sudah kritis, satu tahap sebelum punah di alam liar.
Pemerintah sudah memasukkan tenggiling ke daftar hewan yang dilindungi sejak 1999. Namun status "dilindungi" itu tak serta-merta membuat tenggiling jauh dari jangkauan tangan jahat. Di dalam negeri, tenggiling malah dikonsumsi karena dipercaya sebagai obat kuat. Lidahnya pun diyakini mampu mendatangkan jodoh. Maka harganya kian naik seiring dengan permintaan yang tinggi.
Karena itu, pemerintah harus lebih gencar mengkampanyekan pelindungan terhadap tenggiling. Saat ini, tak banyak orang paham soal kondisi tenggiling yang terancam musnah. Presiden Joko Widodo mesti turun langsung mengkampanyekan perlunya menjaga kelestarian hewan ini. Kampanye dari pemerintah juga penting untuk meluruskan berbagai mitos keliru tentang khasiat tenggiling.
Daerah-daerah yang selama ini menjadi habitat tenggiling harus menjadi sasaran utama sosialisasi. Pemerintah perlu menyadarkan warga bahwa melindungi tenggiling berarti menyelamatkan keseimbangan ekosistem. Hewan ini berperan menekan jumlah semut dan serangga yang kerap menjadi hama tanaman serta menjaga kesuburan tanah.
Sanksi hukum untuk mereka yang terlibat perburuan tenggiling perlu diperberat. Saat ini, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya hanya mengancam pelaku dengan hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Itu pun kerap tak dipakai maksimal. Pada 2016, seorang pelaku dengan barang bukti 200 kilogram daging tenggiling hanya divonis satu tahun penjara dan denda Rp 10 juta.
Penegakan hukum juga perlu lebih intensif. Sampai saat ini, banyak aktor kunci yang belum dicokok polisi. Mengingat jejaring penyelundupan tenggiling beroperasi secara internasional, Kepolisian RI harus menjalin kerja sama dengan penegak hukum lintas negara. Indonesia mesti menggandeng negara yang sama-sama menjadi sumber pasokan tenggiling ke Tiongkok, seperti Malaysia dan Nigeria.
Pemerintah juga perlu melobi pemerintah Cina agar tak menerima tenggiling dari Indonesia dan negara lain. Tanpa sikap tegas dari pemerintah Cina, niscaya keran penyelundupan tenggiling dari sini akan terus mengucur. Penyelamatan tenggiling harus menjadi kampanye global.