SETIDAKNYA untuk anak-anak, baju baru adalah cara yang
cocok untuk menyambut Natal. Tentu bukan kesalahan kebiasaan
yang sudah berlangsung berpuluh tahun. Tapi begitulah, anak-anak
merasa Natal bukanlah Natal tanpa pakaian baru. Kalau orang tua
pintar memutar kemungkinan, lebih-lebih punya daya fantasi dan
akal kuat, kecocokan itu bisa bertambah dengan kecocokan yang
]ain: sepasang sepatu, seperangkat mainan, buku, atau hadiah
lain. Tambah pohon terang dengan lampu hiasan yang bisa
berkedap-kedip. Sebaliknya kalau orang tua lagi sumpek, Natal
boleh menjadi kesusahan bagi sang anak. Dari kegagalan kecil
begini sering seisi keluarga gugup berkepanjangan menghadapi
kenyataan. Apa boleh buat, setiap kesukaan agaknya minta ongkos
yang cocok.
Tema Besar
Agama suku mengajarkan tema suku. Agama besar mengajarkan
tema besar, seperti 'Umat Manusia', 'Keselamatan',
'Harapan','Pengadilan Akhir' dan lain-lain. Bagi anak kecil tema
besar dianggap abstrak, sebaliknya bagi orang besar tema kecil
nampak tidak menarik. Tema besar punya daya tarik sebab besar
pula kemampuannya untuk menghibur. Tema besar sanggup
menenangkan kegugupan orang dewasa tatkala mereka tak sanggup
memecahkan soal-soal kecil. Kegagalan kecil selalu cenderung
merongrong sepanjang hidup, sedang kegagalan besar cepat hilang
ditelan waktu. Dan sejarah bagaikan kantung yang lebih banyak
berisi kegagalan kecil daripada kegagalan mengatasi tema besar.
Di hari Natal orang sibuk dengan tema besar Damai di bumi'.
Dan menurut cerita Natal, bumi tak damai lantaran soal kecil.
Ada seorang bayi lahir di kandang ternak, karena penginapan
penuh sesak. Maria dan Yusuf kehabisan tempat. Lalu kesialan
demi kesialan menimpa. Nasib mereka tak diperhatikan. Pengalaman
semacam itu berkembang menjadi suatu tema besar. Bahkan telah
ditahbiskan sebagai permulaan dari "drama penebusan ilahi". Sang
bayi kudus yang terbedung kain lampin dan tergolek di pemakanan
(hewan) itu telah melahirkan tema besar tentang ketiadaan damai
di muka bumi. Karena manusia tak mampu lagi mempedulikan sesama.
Dan hikmah Natal pun kemudian dikemukakan: bayi ini akan
memecahkan teka-teki masib manusia di hari depan.
Pucuk muda di pollon memberi tanda bahwa hidup bagaimanapun
akan diteruskan. Demikian pula kelahiran bayi menandakan
generasi demi generasi masih akan lahir. Dan Natal(N besar) bisa
diartikan sebagai makna kelahiran setiap orang.
Lewat perayaan Natal hendak dihidupkan optimisme bahwa
kehidupan bagaimanapun akan terus berlangsung. Agamaagama besar
dengan tema-tema besar memelihara dengan teklmnya optimisme ini.
Yang lewat boleh lewat, tapi yang haru tak bisa dicegah
munculnya dan diharapkan lebih baik. Bapak-bapak, ibu-ibu, boleh
gagal tapi anak-anak harus bisa mencobanya sekali lagi.
Dalam kebanyakan tradisi nenek moyang kita, anak lebih
dilihat sebagai sumber income daripada tambahan anggaran
belanja. Optimisme semacam ini menghasilkan tambahan anak dan
tambahan anggaran. Sedang income tetap merupakan spekulasi.
Berbeda dengan kepercayaan tradisional, agama-agama besar tidak
mengajarkan "anak sebagai sumber spekulasi masa depan." Sang
anak tidak dengan sendirinya dianggap mampu menciptakan sesuatu
yang lebih baik dari orang tua mereka. Masa depan yang lebih
baik tidak bisa dimulai dengan suatu kapitulasi terhadap
kenyataan, lalu menganggap anak sebagai modal demi keuntungan
orang tua.
Anak-anak bukan alibi untuk mengaburkan kegagalan orang tua
memecahkan persoalarl-persoalannya. Sesuatu yang baik tidak
dengan sendirinya datang di masa depan hanya kalau orang tua
sudah berhasil memiliki anak. Tema Natal misalnya, tidak
berhenti pada cerita tentang kelahiran seorang bayi, tetapi bayi
yang dipercayai akan menghubungkan kembali hubungan antar
manusia yang telah retak. Bayi bisa lahir karena kodrat. Tapi
bayi yang diperingati di hari Natal menyisipkan kesadaran bahwa
'Damai di bumi' bisa terjadi kalau sesama tidak diabaikan.
Kembali ke Soal Baju
Lalu ketika optimisme keagamaan semacam ini berhadapan
dengan soal kecil tentang "baju" Natal, adakah ia akan
memecahkan soal tersebut? Bagaimanapun optimistisnya, orang tua
yang tak mampu membelikan baju alan teap begitu. Sinyokolas
hanyalah cerita tentang kcboongan. Persoalan "baju" tetap di
sana tan,pa jawaban. Anak-anak tetap bersedih. Tapi orang tua
yang mengenal tema besar--meskipun gagal menjawab soal
kecil--akan dengan sekuat tenaga berkata: 'Tidak usah kalian
bersusah hati. Tahun ini tidak, tapi tahun depan kalian akan
mendapatkannya. Mudah-mudahan nanti keadaan akan lebih
mendingan..."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini