Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kolom

Jalur Melenceng Menunda Pemilu

Putusan Pengadilan Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU menunda pemilu melawan konstitusi. Keterlibatan elite perlu diselidiki.

12 Maret 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024.

  • Pengadilan negeri tak punya kewenangan menangani sengketa pemilu.

  • Percakapan publik kita diisi oleh hal-hal yang tak penting.

BETAPA menyedihkan percakapan tentang menunda pemilihan umum atau pemilu masih mengemuka hampir 25 tahun setelah reformasi. Sesuai dengan konstitusi, pemungutan suara rutin dilakukan lima tahunan buat menentukan presiden, wakil presiden, dan legislator. Karena itu, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum menunda Pemilu 2024 adalah tindakan melawan konstitusi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemilu bahkan rutin dilakukan pada zaman Orde Baru meski prosesnya tidak transparan dan ujungnya selalu menghasilkan presiden yang sama: Soeharto. Tiadanya pembatasan masa jabatan presiden dan pemilihan yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat membuat dia berkuasa selama 32 tahun. Reformasi berdarah 1998 menumbangkan kekuasaannya sekaligus menata ulang demokrasi di Indonesia, antara lain dengan membatasi periode kekuasaan juga pemilihan langsung yang lebih transparan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akhir-akhir ini, meski secara formal pemerintah menyatakan komitmen buat menyelenggarakan pemilihan pada 14 Februari 2024, sejumlah partai politik dan tokoh di kabinet terus menggelembungkan pembicaraan tentang penundaan pemilu. Berbagai alasan dikemukakan, termasuk dua tahun masa pandemi yang dianggap mengganggu pembangunan. Karena itu, ketika Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan KPU memundurkan jadwal pemungutan suara hingga Juli 2025, wajar jika publik menyimpulkannya sebagai satu rangkaian. Sudah semestinya KPU melawan putusan itu dengan mengajukan permohonan banding.

Majelis hakim membuat kesalahan besar. Mereka seharusnya tahu, pengadilan umum tak memiliki wewenang menangani sengketa pemilu, apalagi sampai memerintahkan KPU menundanya. Partai Rakyat Adil dan Makmur (Partai Prima) menggugat perdata KPU yang tidak meloloskan mereka menjadi peserta Pemilu 2024. Lazimnya, seperti dilakukan partai lain yang juga dinyatakan tidak lolos, partai ini mengajukan keberatan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Partai Ummat, misalnya, akhirnya lolos melalui mekanisme ini.

Partai Prima mengambil jalan melenceng ke pengadilan umum. Parahnya, majelis hakim makin melenceng dengan menerima gugatan yang bakal mengacaukan proses demokrasi rutin lima tahunan itu. Komisi Yudisial sudah sepatutnya memeriksa ketua majelis hakim Tengku Oyong serta anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban yang membuat putusan. Komisi perlu menelisik proses pengambilan putusan, termasuk kaitannya dengan pengurus partai penggugat.

Pengurus Partai Prima memiliki kedekatan dengan elite Partai Gerindra dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sufmi Dasco Ahmad. Gerindra didirikan Prabowo Subianto, yang ketika memimpin Komando Pasukan Khusus Angkatan Darat pada 1997 terlibat dalam operasi penculikan para aktivis, termasuk pengurus Partai Rakyat Demokratik. Ketua Partai Prima merupakan eks pengurus partai yang oleh pemerintah Orde Baru dinyatakan sebagai organisasi terlarang itu. Komposisi pengurusnya makin berwarna, karena ketua majelis pertimbangan partai itu adalah mantan petinggi Badan Intelijen Negara atau BIN.


Baca liputannya:


Memang belum ada hubungan langsung Dasco dengan putusan kontroversial Tengku Oyong dkk. Meski begitu, ia bisa mendapatkan "manfaat tak langsung" jika jadwal pemilu diundurkan. Setidaknya masa jabatannya di Senayan beserta aneka fasilitasnya akan bertambah panjang. Gerindra pun bisa mendapat "manfaat", yakni tambahan waktu untuk menyusun kekuatan agar peluang Prabowo Subianto maju dan memenangi pemilihan presiden makin besar. Sudah menjadi rahasia umum, Prabowo bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo adalah dua tokoh yang disokong Presiden Joko Widodo buat menggantikannya.

Pengadilan Tinggi yang menangani banding perkara ini harus berpijak pada konstitusi agar pemilu berjalan sesuai dengan jadwal. Hak publik mengikuti pemilu dan kesempatan mendapatkan pemimpin baru jauh lebih penting daripada hak Partai Prima mengikuti proses itu, kalau memang mereka memilikinya. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus