Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Prabowo punya riwayat panjang sebagai calon presiden.
Kegigihan Prabowo menjadi calon presiden layak masuk Museum Rekor Indonesia.
Dalam empat tahun ke depan, peta politik pemilihan presiden masih bisa berubah.
BEGINILAH jadinya bila Prabowo Subianto dan orang-orang di sekelilingnya punya fantasi buruk atas kekuasaan. Belum lama melewati masa bulan madu pemerintahan, Partai Gerindra, dalam Kongres Luar Biasa di Hambalang, Bogor, pada 13 Februari 2025, sudah mencalonkan Prabowo sebagai calon presiden 2029.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kabar dari Hambalang ini bukan hal mengejutkan. Mencalonkan seseorang, apalagi ketua umum partai, sebagai calon presiden dalam pemilihan umum mendatang sepenuhnya hak politik partai tersebut. Pertimbangannya bisa jadi sangat rasional. Prabowo sedang berada di pucuk kekuasaan. Gerindra juga tidak punya calon selain Prabowo. Etis atau tidak, itu soal lain. Ndasmu etik! Begitu kata Prabowo suatu ketika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Prabowo memang punya riwayat panjang sebagai calon presiden. Setelah gagal menjadi calon wakil presiden pada 2009, ia mencoba peruntungan sebagai calon presiden dalam Pemilu 2014 dan 2019. Gagal dua kali tidak menyurutkannya ikut kontestasi dalam pemilihan presiden 2024. Sepanjang hidupnya, ia bertekad menjadi presiden. Kegigihan Prabowo layak masuk Museum Rekor Indonesia.
Bahkan bukan tak mungkin dalam tidurnya pun tak ada mimpi selain menjadi presiden. Tak mengherankan bila Prabowo hendak mencalonkan diri lagi pada empat tahun mendatang. Semua itu tentu sah-sah saja. Jangankan setelah 100 hari. Semalam setelah pelantikan dan besoknya ingin menjadi calon presiden pun diperbolehkan. Perkara Prabowo telah menorehkan prestasi atau belum, itu urusan belakangan.
Yang pasti, dengan pencalonan dini ini, partai punya waktu lebih panjang untuk menggalang dukungan. Gerindra, sebagai partai berkuasa, bisa memanfaatkan sumber daya ekonomi dan politiknya untuk menaikkan popularitas serta memoles citra Prabowo melalui program-program pemerintah.
Program makan bergizi gratis cocok dengan kepentingan pragmatis ini. Dengan target bisa menjangkau 82,9 juta anak hingga 2029, investasi politik itu dapat menarik simpati keluarga dalam pemilu mendatang. Tak peduli apakah program tersebut membuat banyak orang terkena pemutusan hubungan kerja akibat kebijakan pemangkasan anggaran.
Toh, sejauh ini tingkat kepuasan publik baik-baik saja. Masyarakat puas terhadap kinerja pemerintahan Prabowo. Mereka menyambut program makan bergizi gratis dan pelbagai bantuan sosial dengan sukacita. Begitu pula dengan pemutihan utang usaha mikro, kecil, dan menengah serta pemeriksaan kesehatan gratis. Padahal program populis itu tidak ditopang oleh kecukupan anggaran. Batas antara fakta dan fiksi makin tipis pada masa bulan madu pemerintahan ini.
Tak perlu kecewa juga melihat buruknya kinerja Prabowo dan para menterinya dalam 100 hari pertama. Sudah diprediksi sejak awal kabinet bongsor ini tidak efektif bekerja. Kabinet Merah Putih disibukkan oleh pelbagai keruwetan dan hal teknis, buah dari kebijakan Prabowo sendiri. Berbagai kebijakan dibuat tanpa pertimbangan matang, lalu Prabowo tampil ke muka untuk mencabutnya setelah menuai banyak penolakan. Salah satunya kisruh distribusi gas elpiji bersubsidi. Padahal 100 hari pertama kerap menjadi acuan arah pemerintahan dalam lima tahun mendatang.
Lupakan pula hal-hal yang lebih fundamental. Reformasi hukum, pemberantasan korupsi, ekonomi yang lesu akibat melemahnya daya beli dan anjloknya jumlah kelas menengah, serta maraknya pemecatan di pelbagai industri tidak masuk prioritasnya sebagai presiden. Janji Prabowo selama kampanye hilang ditelan waktu. Prabowo lebih mempercayakan tentara aktif dalam banyak urusan sipil—cikal bakal kembalinya dwifungsi Tentara Nasional Indonesia. Inilah kenyataan dalam dunia fantasi Prabowo. Bulan madu dengan para pemilih bakal berakhir menjadi getir.
Dean Keith Simonton, profesor psikologi dari Universitas California, Davis, Amerika Serikat, menyebutkan setidaknya ada tiga hal yang sepatutnya dipertimbangkan dalam pencalonan presiden, yaitu kepribadian, kinerja, dan pandangan atas sebuah isu atau kebijakan. Ketiganya tidak tampak pada sosok Prabowo.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan 16 partai anggota Koalisi Indonesia Maju (KIM) plus seharusnya memanfaatkan peluang tersebut. Mereka punya hak politik yang sama untuk mengajukan calon presiden meski pemilu masih empat tahun lagi. Apalagi Mahkamah Konstitusi, dalam putusannya pada Januari 2025, sudah mencabut ketentuan perihal ambang batas pencalonan presiden. Aturan tersebut selama ini membuat sebagian besar partai tak bisa mengajukan calon sendiri.
Para ketua partai yang tergabung dalam KIM plus tampaknya masih sungkan. Mereka khawatir pencalonan presiden dari partai sendiri bisa dianggap menantang Prabowo sebagai bos koalisi. Apalagi Prabowo menawari KIM plus menjadi koalisi permanen. Partai Solidaritas Indonesia salah satu yang sudah berkoar-koar akan menjadi bagian dari koalisi pendukung Prabowo dalam pilpres 2029.
Namun dalam empat tahun ke depan, peta politik bisa berubah. Yang sekarang sekutu, besok bisa menjadi lawan. Ranjang tempat Prabowo berkhayal sebagai calon presiden—demi mempertahankan kekuasaan—boleh jadi tak seempuk dulu lagi. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo