Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Desain Konferensi Iklim yang Mungkin Berhasil

Konferensi Perubahan Iklim (COP29) di Azerbaijan tidak membuahkan terobosan. Para tokoh menyerukan reformasi proses konferensi.

30 November 2024 | 15.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Rapat pleno penutupan Konferensi Perubahan Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, 24 November 2024. REUTERS/Maxim Shemetov

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-29 (COP29) di Baku, Azerbaijan, dinilai tidak membuahkan terobosan. Banyak isu yang ditunda pembahasannya.

  • Padatnya agenda membuat isu seperti Global Stocktake—yang memuat seruan penghentian bahan bakar fosil—justru ditunda hingga COP30 tahun depan di Brasil.

  • Tokoh-tokoh besar dalam iklim sudah menyerukan reformasi dalam proses konferensi perubahan iklim.

BANYAK orang yang telah lama terlibat dalam negosiasi iklim global melihat konferensi perubahan iklim (Conference of the Parties atau COP) tahunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai upaya yang cacat secara fundamental. Saya termasuk di antaranya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada 24 November 2024, COP29 atau The 29th Conference of the Parties selesai dihelat di Baku, Azerbaijan. Ini mungkin COP ke-25 yang saya ikuti. Selama bertahun-tahun, saya menghadiri konferensi ini dengan berbagai peran, sering kali sebagai negosiator iklim untuk pemerintah Australia. Saat ini saya hadir sebagai akademikus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

COP29, sayangnya, tidak membuahkan terobosan. Pertemuan ini hanya menyepakati peningkatan yang cukup lumayan dalam pembiayaan iklim untuk negara berkembang serta kesepakatan tentang aturan pasar karbon. Namun banyak isu yang ditunda pembahasannya hingga COP30 tahun depan.

Konferensi pun berlangsung lambat. Pertemuan tahunan ini sering dipandang hanya sebagai ajang “menang atau kalah” sehingga dinamika diskusinya menjadi rumit. Negara-negara produsen minyak bumi dan para pelobi bekerja keras menghindari pembahasan tentang penghentian bahan bakar fosil.

Di lain pihak, tuan rumah sering kali hanya membutuhkan “kemenangan” yang acap hanya berupa “komitmen” tanpa perubahan nyata. Sebelum pembicaraan tahun ini dimulai, tokoh-tokoh besar dalam iklim sudah menyerukan reformasi proses COP.

Namun, terlepas dari kelemahannya, pertemuan COP adalah satu-satunya cara untuk mengumpulkan semua negara di dunia dalam satu ruangan guna merundingkan langkah-langkah menghadapi perubahan iklim.

Dalam beberapa tahun terakhir, fokus para pemimpin global terganggu oleh pandemi Covid-19, perang Ukraina-Rusia, dan kini konflik di Timur Tengah. Namun, apa mau dikata, perubahan iklim terus memburuk. Tidak lama lagi, kejadian di dunia nyata akan mengarahkan perhatian kita kembali ke ancaman terbesar yang bakal kita hadapi.

Lokasi Konferensi Perubahan Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, 22 November 2024. REUTERS/Maxim Shemetov

Mengapa COP Penting?

Sejak 1995, pembicaraan COP telah menjadi pendorong utama aksi global terhadap perubahan iklim. Forum ini akan terus penting hingga transisi menuju energi bersih selesai dan pembakaran bahan bakar fosil tidak lagi menjadi rutinitas kita.

Perubahan iklim hanya memiliki satu kata solusi: investasi. Setiap hari perusahaan dan pemerintah menginvestasikan uang. Mereka bisa memilih berinvestasi pada teknologi lama yang memperburuk polusi karbon atau beralih ke alternatif yang lebih bersih.

Konferensi iklim sejauh ini berperan mengubah arah investasi. Contohnya terlihat jelas dengan banyaknya investasi untuk energi hijau, pembaruan jaringan listrik, dan efisiensi energi. Nilainya dua kali lipat lebih besar daripada investasi untuk bahan bakar fosil baru. Sayangnya, jika kita memasukkan subsidi bahan bakar fosil, gambaran ini akan sangat berbeda.

Tahun lalu, negara-negara peserta COP akhirnya memasukkan teks tentang kebutuhan transisi dari bahan bakar fosil. Itu adalah kemenangan yang sulit. Namun malang tak dapat ditolak. Tahun ini, para diplomat dari Arab Saudi dan sekutunya berhasil menghapus segala penyebutan tentang isu tersebut.

Meskipun teks yang berkaitan dengan bahan bakar fosil tidak mengikat, dampaknya akan cukup besar dalam ruang-ruang rapat tempat keputusan investasi disepakati.

Proses atau Kemajuan?

Perencanaan konferensi iklim saat ini masih jauh dari ideal.

Setiap tahun para peserta memilih negara baru sebagai presidensi sekaligus tuan rumah pertemuan. Pembicaraan berlangsung selama dua pekan dengan segudang agenda.

Tahun ini tuan rumah Azerbaijan tampak kelimpungan mengendalikan agenda. Akibatnya, isu seperti Global Stocktake—yang memuat seruan penghentian bahan bakar fosil—justru ditunda hingga COP30 tahun depan di Brasil.

Karena konferensi iklim hanya berlangsung sekali setahun, banyak agenda yang menumpuk. Ini membuat pembahasan sangat berantakan.

Setiap Juni, para negosiator iklim bertemu dalam pertemuan antar-sesi sebelum pembicaraan COP berikutnya di Bonn, Jerman—lokasi kantor pusat Sekretariat PBB untuk Perubahan Iklim.

Dalam pertemuan ini, sering kali ada upaya untuk membatalkan pengumuman yang dibuat dalam pembicaraan COP resmi. Kadang-kadang upaya tersebut berhasil.

Setiap delegasi dalam COP hadir karena dua alasan. Pertama, karena pemerintah mereka berkomitmen menyelesaikan masalah besar perubahan iklim. Lima atau enam negara mungkin tidak, tapi lebih dari 190 lainnya berkomitmen.

Alasan kedua adalah melindungi kepentingan nasional masing-masing. Tentu saja keduanya bisa dilakukan bersamaan.

Namun ini membawa masalah tersembunyi. Banyak orang yang menghadiri acara ini, menurut saya, terlalu berfokus pada proses ketimbang hasil. Dua kali setahun mereka menghadiri konferensi iklim dan pertemuan antar-sesi di Bonn, beranjangsana dengan teman dan kolega.

Sayangnya, silaturahmi ini justru menjadi rutinitas. Bagi beberapa orang bahkan prosesnya telah menjadi tujuan.

Lima Ide Perubahan

Pembicaraan COP memang memiliki kekurangan, tapi kita tetap memerlukannya.

Lantas bisakah kita memperbaikinya? Berikut ini lima ide dari saya.

1. Pecahkan proses negosiasi

Pertemuan lembaga-lembaga di bawah COP, seperti Subsidiary Body for Scientific and Technological Advice (SBSTA) yang salah satunya bertugas mengembangkan metodologi pengukuran emisi gas rumah kaca, memiliki misi diplomatik di kota-kota di sebagian besar negara. Badan ini semestinya dapat bertemu lebih sering, menciptakan tekanan dan momentum untuk mempercepat proses serta membuahkan hasil lebih baik.

2. Rombak pengaturan kepresidenan COP

Negara tuan rumah sering mencoba mengontrol hasil. Pilihan yang lebih baik adalah negosiator dari setiap negara yang sejatinya melakukan sebagian besar pekerjaan—dan memastikan mereka bertanggung jawab atas hasilnya.

3. Perkuat pertemuan regional

COP adalah perhelatan yang terlalu besar. Akan lebih efektif jika pembicaraan COP didelegasikan ke pertemuan regional yang lebih kecil dan rutin.

4. Kumpulkan negara-negara yang lebih ambisius

Beberapa koalisi, seperti High Ambition Coalition, bisa mendorong aksi lebih cepat. Namun koalisi ini memerlukan kepemimpinan yang konsisten.

5. Tindakan langsung oleh negara penghasil emisi terbesar

Pada 2015, Amerika Serikat dan Cina menemukan titik temu yang membantu suksesnya Perjanjian Paris. Pendekatan serupa dapat mengulang keberhasilan itu.

Kebutuhan: Kemauan Politik Baru

Sepuluh tahun lalu, dunia tampak bersatu dalam isu iklim. Namun, meskipun Perjanjian Paris membantu mencegah skenario emisi terburuk, emisi global belum menurun.

Perubahan iklim kini masuk daftar prioritas isu global yang lebih rendah. Namun dampak yang makin parah akan memaksa dunia kembali memberi perhatian.

Masuk untuk melanjutkan baca artikel iniBaca artikel ini secara gratis dengan masuk ke akun Tempo ID Anda.
  • Akses gratis ke artikel Freemium
  • Fitur dengarkan audio artikel
  • Fitur simpan artikel
  • Nawala harian Tempo

Howard Bamsey, Honorary Professor, School of Regulation and Global Governance, Australian National University. Artikel ini pertama kali diterbitkan oleh The Conversation.

Howard Bamsey

Howard Bamsey

Profesor Kehormatan pada School of Regulation and Global Governance, Australian National University.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus