Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mendorong pemanfaatan hukum adat di setiap daerah untuk mengatur masyarakat agar menjaga hutan. Hal ini disampaikannya di sela kegiatan Youth Impact Weekend di Karangasem, Bali, Jumat, 6 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Raja Juli mengatakan ide ini berawal dari cerita salah satu kepala taman nasional di Nusa Tenggara Timur bahwa penindakan hukum dengan menangkap orang yang menebang hutan, sama sekali tidak ada efek jera. Sebab, setelah dia bebas, penebang hutan itu akan merayakan kebebasannya karena menilai tidak semestinya mereka ditindak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi Raja Juli, cara yang lebih efektif justru dari penggunaan hukum adat yang sudah ada. Ia memberi contoh Bali, di mana setiap desa adat sudah memiliki awig-awig atau regulasi di luar aturan negara yang dapat disisipkan aturan untuk menjaga hutan. Ketika awig-awig tersebut dilanggar maka warga yang melakukan perusakan hutan dapat diberi sanksi sosial.
Raja Juli juga mendata daerah-daerah yang memiliki kebijakan serupa namun dengan istilah berbeda. Melalui keberadaan hukum adat pemerintah tinggal mendorong revitalisasi aturan di dalamnya. "Kalau budaya ini terus dikontekstualisasi atau dihubungkan dengan tantangan perubahan iklim, saya kira ini membantu kita mencapai target pengurangan emisi," ujarnya seperti dikutip Antara.
Pemanfaatan hukum adat yang sudah menjadi budaya di masyarakat ini, kata Raja Juli, sudah didiskusikan dengan Kementerian Kebudayaan. Kolaborasi ini dianggap penting karena Kementerian Kehutanan tak dapat bekerja sendiri menjaga 125 juta kawasan hutan di Indonesia.