Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Wulanggitang - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menyarankan adanya rekayasa jalan pada area yang masuk wilayah rekomendasi larangan beraktivitas untuk menghindari pergerakan aliran awan panas guguran (APG) Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami koordinasi untuk buka tutup jalan, antisipasi ketika awan panas mengalir ke utara timur laut itu menjalar lebih dari satu kilometer atau batas rekomendasi kami," kata Kepala Balai Pemantau Gunung Api dan Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Nusa Tenggara, Zakarias Ghele Raja, di Wulanggitang, Flores Timur, sebagaimana dikutip Antara, Senin, 15 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagaimana rekomendasi PVMBG, jalan raya di sekitar Desa Dulipali, Kecamatan Ile Bura, masuk dalam radius lima kilometer yang menjadi daerah larangan beraktivitas.
Namun pergerakan aliran piroklastik awan panas masih sejauh satu kilometer dan terpantau belum melebihi batas rekomendasi, sehingga aktivitas lalu lintas pada Jalan Trans Flores itu belum ditutup.
Meski demikian, kata Zakarias, arah aliran awan panas guguran telah bisa diprediksi sesuai peta Kawasan Rawan Bencana (KRB), yakni ke arah utara-timur laut. Tapi, jauhnya aliran belum bisa diprediksi karena bergantung pada volume lava, kemiringan lereng, dan kekentalan (viskosital) dari lava itu.
Oleh karena itu antisipasi rekayasa jalan itu harus dilakukan apabila jarak luncuran awan panas guguran semakin jauh melebihi rekomendasi. Hal ini pun telah dikoordinasikan dengan pihak kepolisian khususnya Polsek Wulanggitang.
"Yang kami pantau terus sekarang itu jauh pergerakannya. Sekarang satu kilometer, kita lihat besok. Kalau bergerak makin panjang jadi dua sampai tiga kilometer terpaksa kami harus tutup jalan, karena arahnya sudah bisa kami prediksi," ucapnya.
PVMBG mencatat adanya delapan kali awan panas guguran dengan jarak luncur satu kilometer mengarah ke utara pada 14 Januari 2024. Awan panas guguran terjadi akibat adanya pemanasan kubah lava di atas puncak dan tercair kembali lalu terjadi guguran.
Dalam kubah lava itu ada partikel gas yang terperangkap, kata dia, kemudian terjadi guguran material piroklastik bersama gas yang bersuhu tinggi mengalir di sepanjang lembah di lereng gunung api. "Gas itu melepas diri dengan suhu tinggi dengan visual seperti bulu domba yang kita sebut dengan awan panas," katanya.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.