Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) serta PT. Pos Indonesia telah mengeluarkan Prangko Seri Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan pemilu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terdapat tiga desain prangko yang diterbitkan, yakni: (1) gambar Maskot Sura Sulu, (2) gambar Bangunan KPU dengan Bendera Partai Politik, dan (3) gambar Jari Kelingking yang dicelupkan dalam Tinta Ungu. Ketiga desain tersebut mengusung tema utama tentang Pemilu sebagai Sarana Integrasi Bangsa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tema tersebut juga diharapkan dapat menjadi komitmen bersama antara penyelenggara Pemilu, peserta Pemilu, dan pemangku kepentingan Pemilu dalam rangka mewujudkan Pemilu yang damai, demokratis, dan berintegritas. Kesadaran akan pentingnya tema ini muncul dari pemahaman bahwa pemilu atau pilkada adalah proses konflik yang sah dan legal dalam demokrasi, di mana perbedaan pendapat politik adalah hal yang wajar. Namun, perbedaan tersebut tidak seharusnya memecah belah bangsa.
Makna Desain Prangko
1. Prangko Maskot Sura Sulu
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Sepasang Jalak Bali sebagai maskot untuk Pemilu Serentak 2024. Jalak Bali adalah salah satu jenis burung yang dilindungi di Indonesia. Secara simbolis, kicauan burung jalak Bali diartikan sebagai suara para pemilih. Desain wajah yang tampak "muda" merepresentasikan pemilih Pemilu 2024 yang didominasi oleh generasi muda.
Maskot ini, yang dinamakan SURA dan SULU, menggambarkan dua wajah tersenyum dengan bendera Indonesia di pipi, mengenakan baju berwarna putih dengan logo KPU di tengahnya. Ciri khas burung Jalak Bali, yaitu lingkaran mata berwarna biru, juga dijaga dalam desain ini. SURA SULU dipilih sebagai pasangan maskot untuk menekankan kesetaraan hak pilih antara pria dan wanita dalam Pemilu.
SURA, yang merupakan akronim dari "Suara Rakyat", digambarkan sebagai sosok laki-laki yang memegang paku pencoblosan dengan satu tangan sementara tangan yang lain mengacungkan jari kelingking berwarna ungu sebagai tanda sudah memberikan suara. Di sisi lain, SULU, yang merupakan akronim dari "Suara Pemilu", digambarkan sebagai sosok perempuan yang memegang surat suara dengan satu tangan dan tangan yang lain mengacungkan jari belakang berwarna ungu, dengan bulu mata yang menghiasi wajahnya.
2. Prangko Bangunan KPU dengan Bendera Parpol
Gedung KPU tidak hanya menjadi tempat berlangsungnya kegiatan terkait Pemilu, tetapi juga menjadi saksi bisu dalam sejarah politik Indonesia, serta merupakan salah satu bangunan bersejarah yang masih berdiri hingga saat ini.
Pada awalnya, Gedung KPU ini merupakan Gedung Pusat Perkebunan Negara (PPN), yang memiliki peran penting pada awal kemerdekaan Indonesia. Bangunan ini adalah tempat berkumpulnya sejumlah perusahaan perkebunan dan pertanian yang dinasionalisasikan dari perusahaan-perusahaan Belanda. Pada masa itu, sebagian besar pendapatan negara berasal dari ekspor hasil perkebunan, yang menjadi salah satu pilar ekonomi nasional yang kuat.
Desain Gedung PPN ini awalnya dibuat oleh biro teknik Ingenieurs-Bureau Ingenegeren-Vrijburg (IBIV), Bandung pada tahun 1936. Konstruksi bangunan tersebut dipimpin oleh Ir. P Tool bekerja sama dengan kontraktor Nedam dan Hollandsche Beton Maatschappij (HBM).
Pembangunan Gedung PPN selesai pada tanggal 12 April 1955, dengan desain arsitektur oleh A.W. Gmelig Meyling, seorang arsitek Belanda. Meyling, yang juga seorang profesor di Institut Teknologi Bandung, memberikan sentuhan khas pada bangunan ini dengan unsur kubistis yang kuat, serta menggunakan pembias (louvre) pada seluruh tampak muka untuk mengatur masuknya sinar matahari.
Setelah peranannya sebagai Gedung PPN, bangunan ini kemudian dialihfungsikan menjadi kantor Lembaga Pemilihan Umum (LPU) pada tahun 1987. Kantor LPU sebelumnya berlokasi di Jalan Matraman Raya No. 40, Jakarta Timur, namun karena kondisinya yang sudah tidak memadai, LPU dipindahkan ke Gedung PPN yang sudah tidak terpakai. Dengan demikian, Gedung KPU sekarang berdiri di lokasi yang sama dengan Gedung PPN, yaitu di Jalan Imam Bonjol Nomor 29.
Dalam usianya yang sudah mencapai 90 tahun pada tahun 2024, Gedung KPU memiliki status sebagai bangunan cagar budaya. Bangunan ini menjadi simbol penting dalam sejarah dan identitas bangsa Indonesia.
Sejak berfungsinya sebagai Gedung KPU, tempat ini sering menjadi pusat perhatian terkait Pemilu, terutama sejak era reformasi pada tahun 1998. Pada Pemilu 2024, Gedung KPU akan menjadi tempat berkumpulnya peserta Pemilu, baik dari partai politik nasional maupun lokal, yang berpartisipasi dalam kontes demokrasi ini.
Prangko yang diterbitkan KPU pada 2024 menampilkan gambar desain Gedung KPU dengan bendera-bendera Partai Politik peserta Pemilu 2024. Desain ini didasarkan pada kondisi nyata bangunan KPU, lengkap dengan 18 bendera Partai Politik peserta Pemilu. Prangko ini diciptakan oleh tenaga Humas KPU pada 2023, sebagai sarana untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai partai-partai politik yang berpartisipasi dalam Pemilu 2024.
3. Prangko Jari Kelingking Celup Tinta Ungu
Asal mula penggunaan tinta ungu dalam proses pemungutan suara berasal dari India pada tahun 1962. Pada waktu itu, India mengalami masalah dengan beberapa pemilih yang mencoba menggunakan hak suara mereka lebih dari sekali. Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah India mengeluarkan himbauan kepada pemilih agar mencelupkan jari mereka ke dalam tinta saat pemungutan suara pada Pemilu ketiga tahun 1962. Keberhasilan inisiatif ini kemudian diikuti oleh 44 negara lain di dunia, termasuk Indonesia.
Pemilu pertama di Indonesia pada masa pemerintahan Soekarno pada tahun 1955 memilih anggota DPR dan Konstituante. Namun, pada masa itu belum diterapkan praktik mencelupkan jari ke dalam tinta.
Penggunaan tinta ungu sebagai tanda bahwa seseorang telah mencoblos pertama kali diterapkan pada Pemilu 1999 setelah masa reformasi. Langkah ini diambil untuk memastikan kelancaran proses pemungutan suara dan mencegah kecurangan, karena tinta ungu sulit dihilangkan dari kuku jari. Hingga kini, termasuk pada Pemilu Serentak tahun 2024, praktik mencelupkan jari kelingking ke dalam tinta ungu tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Gambar jari kelingking dengan tinta ungu yang terdapat pada prangko ini melambangkan bahwa pemilih telah menggunakan hak suaranya pada Pemilu. Hal ini menjadi identitas yang jelas bahwa seseorang telah turut serta dalam proses demokrasi dengan memberikan suaranya.
Selain itu, pada gambar jari kelingking tersebut terdapat peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang menunjukkan bahwa pemilihan umum dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia, dari Sabang hingga Merauke, dan dari Miangas hingga Pulau Rote. Dengan terselenggaranya pemilu secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil (LUBER JURDIL), diharapkan akan berdampak pada kemajuan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat di seluruh wilayah NKRI.
KPU.GO.ID
Pilihan editor: Wapres Ma'ruf Amin: Orang Punya Malu Akan Takut Lakukan Tindakan Tak Sesuai Etika