Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch atau ICW mendesak Mahkamah Agung segera menerbitkan keputusan uji materi terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 10 dan No. 11 yang mereka nilai berpihak kepada para mantan terpidana kasus korupsi. Anggota ICW, Kurnia Ramadhana, menilai keputusan ini seharusnya sudah keluar sejak akhir Juli lalu.
Menurut Kurnia, Undang-Undang Pemilu memberikan waktu bagi Mahkamah Agung untuk mengeluarkan putusan paling lambat 30 hari setelah uji materi soal peraturan pemilu didaftarkan. ICW bersama Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan dua mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad dan Saut Situmorang, mendaftarkan uji materi itu pada 12 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Jadi kalau dihitung, sejak kami mendaftarkan uji materi tersebut ke Mahkamah Agung, mestinya pada akhir Bulan Juli, Mahkamah Agung sudah harus memutus ," kata Kurnia dalam konferensi pers yang ditayangkan di kanal YouTube Sahabat ICW, Selasa, 5 September 2023.
Banyak caleg eks koruptor masuk DCS
Kurnia pun menyesalkan lambannya MA mengeluarkan putusan tersebut. Akibatnya, menurut dia, terdapat banyak caleg eks koruptor yang masuk dalam Daftar Calon Sementara (DCS) yang telah dikeluarkan KPU pada 19 Agustus lalu. ICW mendata setidaknya terdapat 15 caleg eks koruptor untuk tingkat DPR RI dan DPD RI serta 24 caleg eks koruptor untuk tingkat DPRD.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau itu (uji materi) sudah diputus, besar kemungkinan nama-nama yang sudah dilansir ICW tidak sebegitu banyak jumlahnya, karena putusan MK sudah menyatakan tenggat waktu mereka bisa mencalonkan diri mengikuti perhelatan politik elektoral setelah masa jeda waktu 5 tahun (usai menjalani hukuman penjara)," kata Kurnia.
Kurnia menjelaskan bahwa mereka mengajukan uji materi karena KPU dalam aturannya menambahkan syarat seorang eks narapidana hanya dilarang untuk menjadi caleg jika mendapatkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik. Alhasil, menurut dia, banyak narapidana yang kemudian baru satu atau dua tahun bisa mendaftar sebagai caleg.
ICW menyatakan PKPU itu bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 87/PUU-XX/2022 dan No 12/PUU-XXI/2023. Dalam dua putusan tersebut, MK menegaskan 3 syarat narapidana untuk menjadi caleg DPR RI, DPD RI, serta DPRD.
Syarat itu adalah: Pertama tidak pernah melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali terhadap tindak pidana karena kealpaan dan tindak pidana politik. Kedua, mantan terpidana tersebut telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani masa pidananya dan harus secara terbuka mengumumkan latar belakangnya sebagai mantan terpidana. Ketiga, eks narapidana tersebut bukan seorang residivis atau seseorang yang melakukan kejahatan berulang-ulang.
KPU dinilai tak beres dalam membuat PKPU
Kurnia pun menilai ada ketidakberesan dari KPU dalam membentuk PKPU. Tak hanya dalam aturan soal caleg eks koruptor, dia pun menyinggung soal aturan keterwakilan perempuan yang telah diputus oleh MA pada 29 Agustus lalu.
"Putusan itu (soal pasal keterwakilan perempuan) sebenarnya menggambarkan betapa bobroknya proses pembuatan PKPU tersebut. Maka dari itu, peran Mahkamah Agung penting untuk mengoreksi kekeliruan dan keberpihakan yang salah dari KPU," kata Kurnia.
Sebelumnya, MA mencabut Pasal 8 ayat (2) PKPU No 10 Tahun 2023 yang membahas soal kuota keterwakilan perempuan dalam daftar caleg. Dalam putusannya, MA menilai perhitungan ke bawah yang diterapkan KPU bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu.
Kurnia pun menyatakan ICW mendesak agar Mahkamah Agung bisa segera mengeluarkan putusan soal uji materi yang mereka ajukan. Dia menilai masih ada waktu bagi setiap partai politik untuk mencoret caleg eks koruptor yang ada dalam DCS mereka.
" Jangan sampai justru Mahkamah Agung memperlambat proses ini karena proses ini juga sedang berjalan, hari ini juga masih ada waktu untuk partai politik me-recall orang-orang yang ada di dalam DCS, tentu kalau ada putusan Mahkamah Agung itu berdampak pada pencoretan nama-nama mantan terpidana korupsi yang belum melewati masa jeda waktu lima tahun," ujarnya.
ALIFYA SALSABILA NOVANTI