Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksanaan Pemilu tak luput dari adanyaa dugaan kecurangan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Apabila ditemukan pelanggaran, maka pemungutan suara ulang atau pemilu ulang bisa saja dilakukan dengan beberapa ketentuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Pemilu 2024, pembahasan mengenai kecurangan pemilu menjadi topik yang terus diperbincangkan. Bahkan ada usulan untuk menggulirkan hak angket yang diajukan salah satu paslon untuk mengusut dugaan kecurangan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun berdasarkan peraturan yang ada, hak angket tidak dapat membatalkan hasil pemilu. Oleh karenanya, sengketa atau perselisihan hasil Pemilu disarankan menempuh jalur MK.
Jika menilik ke belakang, putusan MK mengenai sengketa pemilu lah yang bisa membatalkan hasil Pemilu salah satunya dengan memberi putusan untuk melakukan pemungutan suara ulang atau pemilu ulang.
Selain itu, Bawaslu juga dapat mengeluarkan rekomendasi seperti yang terjadi di Malaysia beberapa waktu lalu. Bawaslu menemukan dugaan pelanggaran administratif dalam pelaksanaan Pemilu 2024 oleh Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).
Dikutip dari Koran Tempo edisi Rabu, 12 Maret 2024, Bawaslu menduga PPLN Kuala Lumpur tidak melakukan pemutakhiran data pemilih atau pencocokan dan penelitian (coklit) terhadap 490 ribu orang dalam data penduduk potensial pemilih (DP4) dari Kementerian Luar Negeri. Pemilu ulang pun akhirnya dilaksanakan pada Minggu, 10 Maret 2024.
Pemilu ulang atau PSU tidak serta merta langsung dilaksanakan begitu saja, melainkan ada tahapan proses seperti persyaratan yang harus dipenuhi.
Persyaratan Pemungutan Suara Ulang
UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pasal 372 mengatur tentang persyaratan untuk melaksanakan PSU. Adapun persyaratannya, antara lain:
Ayat 1 menyebutkan bahwa pemungutan suara di TPS bisa diulang bila terjadi bencana alam dan/atau kerusuhan. Dampak dari bencana tersebut membuat hasil pemungutan suara tidak bisa digunakan atau perhitungan suara tidak bisa dilakukan.
Ayat 2 menyebutkan bahwa pemungutan suara di TPS wajib diulang bila berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan dewan pengawas TPS menemukan bukti adanya beberapa kejadian yang membuat tidak sah proses Pemilu, antara lain:
- Pembukaan kotak suara dan/atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Petugas KPPS meminta pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau alamat pada surat suara yang sudah digunakan.
- Petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah.
- Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik atau E-KTP dan tidak terdaftar di daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan.
Mekanisme Pelaksanaan
Prosedur mengenai pelaksanaan pemilu ulang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 373. Dalam aturan itu dijelaskan lebih terperinci lagi mengenai:
Ayat 1 berisi tentang PSU diusulkan oleh KPPS dengan menyebutkan keadaan yang menjadi penyebab pemungutan suara ulang dilakukan.
Ayat 2 berisi tentang usul PSU dari KPPS tersebut akan diteruskan kepada PPK yang selanjutnya diajukan kepada KPU tingkat kabupaten/kota untuk kemudian diambil keputusan mengenai PSU.
Ayat 3 berisi tentang PSU akan dilaksanakan di TPS maksimal 10 (sepuluh) hari pasca hari pemungutan suara sesuai keputusan KPU kabupaten/kota.
Ayat 4 berisi tentang Pemungutan Suara sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 hanya dilakukan untuk satu kali PSU.
Waktu Pelaksanaan
Untuk pelaksanaan PSU diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 25 Tahun 2023 Pasal 81 ayat 2, yang berbunyi:
- Pemungutan suara ulang di TPS dilaksanakan paling lama 10 (sepuluh) hari setelah hari pemungutan suara, berdasarkan keputusan KPU Kabupaten/Kota.
- Usai KPU Kabupaten/Kota mengeluarkan keputusan, salinan keputusannya akan diberikan kepada KPPS melalui PPK dan PPS. Selain itu, juga perlu menginformasikan kepada KPU melalui KPU Provinsi.
- Setelahnya, KPU Kabupaten/Kota menyampaikan permintaan saksi untuk hadir dan menyaksikan pemungutan suara ulang di TPS. Baru setelahnya, pemungutan suara ulang dapat dilaksanakan.
SUKMASARI | EKA YUDHA SAPUTRA | PERATURAN | KPU | ANTARANEWS
Pilihan editor: Bawaslu Soal PSU di Kuala Lumpur: Pemilih Minim Informasi, Hanya Tahu dari Media Sosial