Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hasil rekapitulasi dari pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 serentak sudah mulai diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di masing-masing daerah. Para calon kepala daerah pun memiliki hak untuk mengajukan permohonan sengketa terhadap hasil tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara itu, pihak MK juga mulai mengungkap soal jumlah permohonan, hakim panel, hingga jadwal sidang perkara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut serba-serbi mengenai gugatan hasil pilkada ke MK:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Update Jumlah Permohonan
Dilansir dari Antara, berdasarkan laman web MK pada Senin siang, tercatat ada sebanyak 153 permohonan sengketa pilkada yang telah didaftarkan hingga pukul 14.20 WIB. Jumlah itu terdiri atas 120 permohonan sengketa pilkada tingkat kabupaten dan 33 pilkada tingkat kota.
Data tersebut bertambah dari yang sebelumnya berjumlah 115 permohonan, selama pantauan pada tanggal 3 hingga 6 Desember lalu. Diketahui, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Murung Raya Nuryakin-Doni menjadi yang pertama mendaftarkan gugatan, pada Selasa, 3 Desember 2024 pukul 16.25 WIB.
Belum Ada Gugatan Pilgub
Adapun Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menyampaikan bahwa pihaknya belum menerima pendaftaran sengketa hasil pilkada tingkat provinsi hingga Senin siang pukul 13.00 WIB. “Kalau (pilkada) provinsi belum ada yang masuk,” ujar Suhartoyo saat ditemui di Gedung I MK, Jakarta, Senin, 9 Desember dikutip dari Antaranews.
Ia pun menyinggung soal batas waktu pendaftaran sengketa pilkada, yang memiiliki tenggat selama tiga hari kerja sejak KPU setempat menetapkan hasil pemilihan. Oleh sebab itu, kata dia, batas waktu pendaftaran bisa berbeda-beda setiap daerah.
Sementara itu, Wakil Ketua MK Saldi Isra menyebut permohonan sengketa Pilkada dapat diajukan secara daring maupun datang langsung ke Kepaniteraan MK.
Ia juga mengonfirmasi terkait belum adanya pasangan calon gubernur maupun wakil gubernur yang mengajukan pendaftaran secara daring maupun luring untuk memperkarakan hasil coblosan di tingkat provinsi. “Belum. Jadi, kalau mereka belum mengisi isian online, belum masuk ke kita, belum bisa kita lacak siapa saja yang mendaftarkan itu,” kata Saldi saat ditemui pada kesempatan yang sama.
Jadwal Sidang
Suhartoyo juga menjelaskan bahwa setelah gugatan didaftarkan, para pemohon dapat melengkapi dan memperbaiki permohonannya. Selanjutnya, pihak MK akan meregistrasi perkara tersebut dan mencatat permohonan dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK).
“Setelah diregistrasi, nanti para hakim akan menggelar perkara untuk masing-masing panelnya. Kemudian, nanti menetapkan hari sidangnya,” ujarnya.
Selain itu, ia menyebut bahwa jadwal sidang perdana sengketa Pilkada 2024 masih didiskusikan, mengingat masih berkembangnya jumlah permohonan yang didaftarkan. Meski begitu, Suhartoyo mengungkapkan bahwa sidang perdana akan digelar sekitar awal bulan Januari 2025.
Hakim Panel Tidak Terlibat Konflik Kepentingan
Dalam kesempatan yang sama, Suhartoyo juga memastikan bahwa tiap-tiap panel hakim yang mengadili perkara sengketa Pilkada 2024 tidak terlibat konflik kepentingan (conflict of interest). Ia menjelaskan, panel diisi oleh hakim konstitusi yang tidak memiliki hubungan kekerabatan atau kepentingan lainnya dengan perkara yang diadili.
Hal ini sama halnya ketika MK mengadili sengketa Pemilihan Presiden dan Pemilihan Anggota Legislatif 2024. “Sepanjang ada kepentingan yang berbenturan, ya, nanti perlakuannya sama,” kata Suhartoyo ketika ditemui di Gedung I MK, Jakarta, Senin, 9 Desember 2024 dikutip dari Antaranews.
Sebagaimana yang telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, disebutkan bahwa hakim tidak boleh mengadili perkara yang memiliki keterlibatan dengan dirinya.
Tiga Hakim Panel
Suhartoyo juga mengungkapkan bahwa persidangan perkara sengketa Pilkada 2024 akan dibagi ke dalam tiga panel, di mana satu panel akan diisi oleh tiga hakim konstitusi.
“Kalau sebanyak perkara, misalnya 200 [perkara], ya, akan dibagi tiga. Misalnya masing-masing [panel] 60 atau 70 [perkara]. Mekanismenya tidak ada persoalan,” ucap Suhartoyo sembari menambahkan bahwa MK belum menentukan nama-nama hakim di tiap panelnya.
Adapun Komposisi panel akan ditetapkan ketika perkara telah rampung diregistrasi dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK). “Belum ada perkara yang kita bisa baca karena ‘kan ini masih permohonan awal, belum perbaikan, jadi belum menjadi perkara yang bisa diregistrasi. Kecuali nanti sampai batas waktu perbaikan tidak menyerahkan perbaikan, permohonan awal pun bisa diregistrasi,” tuturnya.
ANTARANEWS
Pilihan editor: Ketua MK Laporkan Jika Ada yang Iming-imingi Bisa Pengaruhi Putusan Hakim