FRAKSI ABRI mengeluarkan pendapat - segar akhir bulan lalu. Pernyataan yang mendapat tanggapan positif dari berbagai pihak itu dilontarkan F-ABRI dalam Komisi II DPR ketika mengadakan rapat kerja dengan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Saleh Afiff. Mayjen (pur) Naya Iskandar Sumantri yang juga Ketua Komisi II dalam kesempatan itu menyoroti betapa lemahnya masalah koordinasi aparatur pemerintah dewasa ini. Masalah yang sudah menahun ini tampaknya tak mengenal penyelesaian yang tuntas. Padahal masalah ini sudah lama muncul, tapi terus berlarut-larut hingga kini. Bahkan, seperti dikatakan Naya Iskandar dalam kritiknya, "Tidak saja dirasakan kalangan instansl pusat, tapi juga di daerah." Hal yang mencolok dalam kelemahan koordinasi ini tercermin dengan munculnya begitu banyak SKB (Surat Keputusan Bersama) antarinstansi pemerintah. Meski setumpuk peraturan atau pedoman atau petunjuk teknis pelaksanaan telah dibuat selama ini, untuk mengatasi lemahnya koordinasi itu, pada prakteknya, pelaksanaan koordinasi tetap sulit diciptakan. Sebelumnya Dra. Ny. Roekmini K.A. Soedjono, juga anggota Fraksi ABRI, memang telah mempersoalkan kelemahan perintah itu. Katanya, kualitas koordinasi bisa dilihat dari besarnya Siap (sisa anggaran pembangunan). "Kritik" Fraksi ABRI terhadap pemerintah ini kontan mendapat sambutan positif. Harian Kompas memuat tanggapan Dr. Burhan Magenda, dosen dan pengamat politik, bahwa fraksi dari kelompok ABRI ini semakin profesional. Menurut Burhan, sikap kritis Fraksi ABRI dianggap penting terutama untuk peningkatan kedewasaan iklim politik. Direktur LRKN (Lembaga Riset Kebudayaan Nasional) LIPI Dr. Alfian juga menilai keeksplisitan sorotan Fraksi ABRI ini. Dampaknya positif untuk peningkatan kualitas kontrol sosial, demikian Alfian. Lebih jauh lagi, Alfian bahkan berpendapat, sikap kritis seperti yang diucapkan Naya Iskandar mempunyai makna penting dalam mengisi era kehidupan politik pasca satu asas. Di masa datang, demikian harapan Alfian, segala persoalan yang berkembang di masyarakat tidak hanya dinilai dari segi hitam putihnya belaka. "Ini merupakan orientasi yang sehat," ujar Alfian. Sehingga ABRI berperan bukan hanya sebagai stabilisator, tapi bisa pula jadi dinamisator dan bahkan jadi "jembatan" antara masyarakat dan pemerintah. Sebab, ABRI yang dekat dengan pemerintah, seperti kata Alfian lagi, "mempunyai berbagai cara dan kemudahan untuk menyampaikan pandangannya pada beleid pemerintah." Penampilan Fraksi ABRI kali ini, oleh salah seorang anggotanya, juga dinilai lain dari biasanya. "Inilah saatnya kami menonjolkan aspek dinamisator. Selama ini 'kan baru sebagai stabilisator," katanya. Adakah penampilan F-ABRI akan mulai "berani"? "Ah, hal itu wajar saja," kata juru bicara Fraksi ABRI, H. Sumrahadi Partohadiputro. Dia juga menekankan bahwa peran Fraksi ABRI tak ada yang berubah, di samping mendukung pemerintah, juga berperan sebagai stabilisator dan dinamisator. Kata bekas Kapuspen Hankam itu lagi "Baru kalau ada yang macet, disemir, supaya jalan." SEDANGKAN Naya Iskandar, bekas Kodim Tangerang, dan Roekmini, kolonel Polwan, rupanya "terkejut" akan reaksi koran dan pendapat beberapa tokoh. "Sebenarnya untuk intern, tapi sidang terbuka," jawab Naya Iskandar, 57, yang di Komisi II juga membidangi masalah dalam negeri dan penertiban aparatur negara. Tanpa mau menjelaskan latar belakang pernyataannya, Naya cuma berkata, "Artinya, ABRI di DPR bukan hanya sebagai tukang 'setuju' saja. Tapi lebih dari itu." Naya Iskandar juga mengatakan bahwa arti peningkatan profesionalisme berarti membuat terobosan terhadap kronik problem yang ada. "Karena itu, jika ada persoalan, Fraksi ABRI cepat minta dipecahkan dan diperhatikan masalahnya." Ini yang dimaksud Naya dengan dinamisator. Fraksi ABRI yang beranggotakan 75 orang itU menempati lantai VIII gedung DPR. Fraksi ini termasuk fraksi yang terdisiplin. Tahun 1983 ketika mereka baru diangkat sebagai anggota DPR, hampir 80% masih berstatus aktif militer. Kini, jumlah mereka yang menjadi purnawirawan semakin banyak. "Waktu saya diangkat, saya masih aktif," kata Naya Iskandar yang kini telah memasuki masa pensiun. Meski begitu, suara orang pensiunan itu terdengar segar. Apalagi setelah lama orang meragukan fungsi kontrol dan tak adanya sikap kritis dari lembaga legislatif ini. Toeti Kakiailatu Laporan Musthafa Helmy (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini