MAU memberi racun di tangan kiri atau madu di tangan kanan," kata Prof. Dr. Soenawar Soekowati, 63, menyitir lirik lagu terlaris saat ini. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat PDI itu melanjutkan, "nah, saya mau coba berikan madu." Dan yang disebut madu adalah musyawarah nasional - munas - bagi PDI. Gagasan munas ternyata tak licin seperti yang diharapkannya. Adalah Hardjantho Sumodisastro, Wakil Ketua DPR dari unsur PDI, justru menolaknya. Ia menuntut agar kongreslah yang diselenggarakan PDI sebelum pemilihan umum nanti. Bukan munas. Namun, Soenawar bertahan, dan tikai pendapat menggiliri tubuh partai itu setelah sebelumnya - dan belum tuntas terselesaikan - juga terjadi dalam PPP. Beda pendapat kedua tokoh itu pun menjalar ke anggota yang lainnya. Alexander Wenas, Sabam Sirait, Yusuf Merukh, Djon Pakan, dan Djon Tahamata disebut-sebut sebagai orang yang sepakat dengan Soenawar. Mereka pula yang menghadiri rapat di DPP PDI tanggal 4 Desember lalu, yang tidak dihadiri Hardjantho. Empat hari sebelumnya, Hardjantho memang sudah mengadakan rapat sendiri di tempat yang sama. Rapat itu dihadiri Achmad Sukarmadidjaja, F.S. Wignyosumarsono, V.B. da Costa, Andi P. Tanri, M.B. Samosir, Mustafa Supangat, dan Notosukardjo, yang tidak hadir dalam rapat bersama Soenawar. Kedua rapat itu sama-sama mengatasnamakan DPP PDI, dan saling tidak mengakui lainnya. Keduanya, oleh masing-masing, dianggap kelanjutan rapat DPP PDI tanggal 31 Oktober lalu yang diskors. Masalahnya, sebenarnya, hanya sederhana saja. Soenawar menolak kongres karena dinilainya tidak mungkin menyelenggarakan acara itu sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Kongres baginya hanya sah bila dihadiri utusan cabang yang dipilih dalam konperensi cabang partai (konpercab). Konpercab pun ada syaratnya harus yang dilakukan setelah ada daftar anggota. Susahnya konpercab yang persis seperti itu belum dilakukan. Yang sudah adalah konpercab yang masih dihadiri oleh unsur partai-partai yang membentuk PDI dulu. Bukan unsur perorangan. "Dulu dimungkinkan karena ada pasal peralihan. Sekarang tidak ada lagi." Kongres seperti itu, menurut Soenawar, hanya bisa dilakukan satu tahun lagi (itu pun bila dana mencukupi). Padahal, pemilu sudah mendekat. Jalan keluarnya, adakan munas "bila kita tidak ingin hancur dalam pemilu nanti". Dia menunjuk pasal 9 ayat 3 anggaran dasar PDI yang memungkinkan diselenggarakan munas bila kongres belum bisa dilaksanakan. Dukungan untuk mengadakan munas itu, menurut Soenawar, telah datang dari 22 DPD. Yang tidak adalah Yogya, NTB, Ja-Tim, Sul-Sel, dan Riau. Tapi Hardjantho tak mengenal istilah munas. Bagaimanapun kongres harus jalan. "Kalau kita beri tenggang rasa, minimal sebelum Maret sudah harus bisa terlaksana kongres," ujarnya. Bahwa belum seluruh konpercab terlaksana, bukan soal penting baginya. Yang terpenting adalah bagaimana kongres bisa berjalan lima tahun sekali. Namun, belum siapnya daerah untuk mengadakan konpercab juga diakuinya dan malah dipergunakan untuk mengkritik DPP saat ini. "Kalau bukan DPP lemah, tak akan membiarkan cabang seperti itu," ujarnya. Lalu jadi kelompok-kelompokkah? "Tak ada kelompok munas dan kelompok kongres," kata Sabam Sirait, Sekjen DPP PDI. Sebab, "Munas itu substitusi kongres." Menurut dia, Fusi memang tidak gampang. Yang penting adanya musyawarah. Seorang sumber TEMPO di PDI malah mengemukakan bahwa pertikaian ini tak lebih hanya untuk memperebutkan posisi ketua umum. Kabarnya, Soenawar didukung oleh DPD-DPD. Ia menginginkan munas, menurut sumber itu, karena peserta munas adalah dari DPD-DPD. Sebaliknya, kekuatan pengusul kongres justru berada di cabang-cabang. Padahal, cabanglah yang paling menentukan dalam kongres. Silang sengketa ini - tentu sampai pula di ruang kerja Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam. "Beliau-beliau menghendaki kongres yang di dasarkan pada AD/ART partai," kata Menteri Soepardjo, seusai menerima pengurus partai itu, Kamis pekan lalu. Namun, toh, pengertian kongres yang akhirnya disepakati kedua kelompok yang bertikai itu juga masih berbeda. Soenawar menekankan kata "sesuai AD/ART" untuk pengadaan kongres nanti. Artinya, ia tetap tidak akan setuju bila dilaksanakan kongres bila utusan-utusan cabang masih dari konpercab yang lama yang belum didasarkan pada daftar anggota. Kesepakatan untuk kongres yang didasari AD/ART itu apa munas? "Ya," jawabnya tegas. Sementara itu, seorang sumber yang menyetujui gagasan Hardjantho juga menilai bahwa prospek untuk menyelesaikan kemelut itu belum cerah. "Pengartian sesuai AD/ART itu tergantung kepentingan. Kepentingannya berbeda, berbeda pula cara mengartikannya." Namun, Menteri Soepardjo telah menjamin bahwa persoalan akan segera terselesaikan. "Saya sebagai pembina tetap optimistis," ucapnya. Sementara itu, ada juga yang mengisyaratkan PDI untuk membekukan persoalannya itu dan memusatkan perhatiannya ke pemilihan umum mendatang. Yang pasti, bukan soal kongres yang jadi racun bagi PDI. Tapi sengketa kongres-munas itulah racunnya. Zaim Uchrowi Laporan biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini