Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1 color=brown>TERORISME</font><br />Bom Sempalan dari Cirebon

Pelaku bom bunuh diri di Cirebon diduga bagian dari kelompok kecil simpatisan Abu Bakar Ba’asyir. Tersebar di banyak tempat.

25 April 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Abdul Gofur berjalan linglung dengan wajah kusut di halaman Masjid Agung Kanoman, Cirebon, Kamis pekan lalu. Ayah Muhammad Syarif Astanagari, pelaku bom bunuh diri di Masjid Az-Zikra, Cirebon, ini mengaku mengalami stres karena ulah sang anak. Urusan lelaki 65 tahun itu mendadak segunung: dari soal penguburan, menjawab pertanyaan kerabat, sampai memberikan keterangan kepada polisi. ”Saya pusing, sudah capek sejak pagi ke sana-sini,” katanya kepada Tempo.

Derita Gofur bertambah setelah pengurus Masjid Kanoman menolak menyalati jenazah Syarif. Sebuah spanduk penolakan terbentang di depan masjid. "Saya menyerahkan kepada polisi, mau dimakamkan di mana," ujar Gofur. Akhirnya, Jumat pekan lalu, jasad Syarif dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum Pondok Rangon, Jakarta Timur.

Aksi meledakkan diri yang dilakukan Syarif di Masjid Az-Zikra menjelang salat Jumat dua pekan lalu meninggalkan luka yang mendalam bagi Gofur. Dia tak menyangka sang anak akan menempuh jalan pintas ini. "Kelompok dajal itu yang menjerumuskan Syarif," katanya.

Menjelang tudingan mengarah ke dirinya, Ketua Gerakan Anti Pemurtadan dan Aliran Sesat (GAPAS) Cirebon Andi Mulya pagi-pagi membantah soal aktivitas Syarif di organisasinya. "Dia bukan anggota kami," kata Andi. Tapi Andi mengakui Syarif memang sering mengikuti pengajian dan aksi unjuk rasa yang dilakukan GAPAS. Syarif, misalnya, hadir dalam unjuk rasa penolakan terhadap jemaah Ahmadiyah di Desa Manis Lor, Kecamatan Jalaksana, Kuningan, dan sidang kasus penodaan agama yang dilakukan Ahmad Tantowi.

Menurut Andi, kehadiran Syarif pada tiap demo bukan karena diundang. Syarif disebutnya datang sendiri. "Mungkin diberi tahu teman-temannya."

Namun seorang teman Syarif yang sering ikut berdemo membantah pernyataan Andi. Dia mengatakan, setiap kali ada rencana unjuk rasa, selalu ditelepon orang-orang dari Masjid At-Taqwa. Masjid yang terletak di tengah Kota Cirebon itu menjadi salah satu basis Gerakan Anti Pemurtadan. "Selalu ada undangan."

Sumber Tempo di kepolisian mengatakan aksi bom bunuh diri yang dilakukan Syarif merupakan aksi dari kelompok kecil simpatisan Abu Bakar Ba'asyir, Amir Jamaah Ansharut Tauhid. Menurut dia, kelompok kecil itu digerakkan oleh satu senior. "Aksi mereka dilakukan secara sporadis," katanya.

Kawan Syarif tadi pernah melihat Syarif saat deklarasi Jamaah Ansharut Tauhid di Masjid An-Nur, Kota Cirebon, yang dihadiri Abu Bakar Ba'asyir pada September 2009. "Dia berdiri persis di belakang Ba'asyir," ujarnya. Menurut dia, Syarif tidak pernah melewatkan kegiatan Ba'asyir di Cirebon.

Tak hanya itu, Syarif juga sering melakukan komunikasi dengan sejumlah aktivis Jamaah Ansharut Tauhid di Jakarta. "Syarif sering menceritakan itu," katanya.

Abdul Gofur mengaku sempat heran terhadap perangai sang anak. Menurut dia, setelah menikah dengan Sri Maliha pada Agustus 2010, Syarif tidak berbulan madu dengan sang istri. "Dia justru pergi ke pengajian Ba'asyir di Tasikmalaya," katanya.

Ba'asyir membantah mengenal Syarif. "Itu pikiran orang Densus 88 Antiteror," ujarnya Selasa pekan lalu. Menurut dia, aksi meledakkan diri di dalam masjid menyalahi ajaran Islam.

Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Inspektur Jenderal Suparni Parto mengatakan kecil kemungkinannya Syarif bertindak sendirian. Menurut dia, ada pihak tertentu yang mendukung aksi bom bunuh diri itu. "Bisa jadi dia direkrut. Kami tengah mendalami dan mengejar orang di belakang Syarif," katanya.

Kepala Bagian Penerangan Umum Kepolisian RI Komisaris Besar Boy Rafli Amar menyatakan dugaan keterlibatan orang atau organisasi tertentu di balik aksi bom bunuh diri terus ditelusuri. Salah satunya melalui pemeriksaan Basuki, adik Syarif. "Dia diduga mengetahui sepak terjang sang kakak," ujarnya.

Setri Yasra (Jakarta), Ivansyah (Cirebon), Erik P. Hardi (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus