Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=2 color=#FF9900>HARTA PEJABAT</font><br />Ke Hulu Hibah Mister Pung

Komisi Pemberantasan Korupsi meneliti aset Hadi Poernomo. Masuk tahap penyelidikan.

28 Juni 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DIAM-diam, Komisi Pemberantasan Korupsi menyusuri aset Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo. Komisi mengirim tim ke sejumlah wilayah, termasuk Bali—tempat sejumlah aset Hadi dan keluarganya. Menurut sumber Tempo, pelacakan dilakukan karena Komisi melihat kejanggalan pada laporan harta kekayaan mantan Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan itu.

Mochamad Jasin, Wakil Ketua Komisi, kepada Tempo membenarkan lembaganya masih melakukan verifikasi atas kekayaan Hadi yang dilaporkan, Februari lalu. ”Proses pemeriksaan belum selesai,” katanya, Rabu pekan lalu.

Pada Februari lalu, Hadi melaporkan harta total senilai sekitar Rp 38 miliar, alias lebih dari empat kali kekayaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dilaporkan ke Komisi. Dalam daftar itu tercantum 28 properti di pelbagai daerah, yang total dilaporkan bernilai sekitar Rp 36 miliar.

Investigasi Tempo menemukan harta Hadi jauh lebih besar. Propertinya tersebar di mana-mana: dari Lampung hingga Bali, dari Sawangan hingga Los Angeles. Dengan klaim telah dihibahkan ke anak-anaknya, harta itu tidak tercantum dalam laporan kekayaan Hadi.

Tempo juga menemukan sejumlah properti atas nama Melita, yang sama sekali tak dilaporkan. Ada juga aset atas nama anak-anak pasangan itu dan, tentu saja, tidak dimasukkan dalam laporan. Hampir semua kekayaan Hadi disebutkan bersumber dari hibah. Padahal Tempo memperoleh akta jual-beli, juga kesaksian, yang berkaitan dengan proses transaksi pada sejumlah aset keluarga itu (Tempo, 21-27 Juni 2010).

Jasin menyatakan hasil penelusuran komisinya belum bisa diumumkan. Penelusuran harta kekayaan pejabat negara merupakan bagian dari strategi kerja Komisi Pemberantasan Korupsi. ”Kalau disampaikan sekarang, bisa bubar di tengah jalan,” ujarnya.

Sumber Tempo di Bali menyatakan tim Komisi di sana antara lain menelisik dokumen pembelian Hotel Aneka Lovina di Jalan Raya Kalibukbuk, Singaraja. Dibeli dari Tatang, seorang pengusaha asal Jakarta, pada Desember 2007, hotel itu atas nama Ratna Permata Sari, anak sulung Hadi. ”Saya jual sekitar dua miliar,” kata Tatang kepada Tempo. Ketika itu Ratna berusia 33.

Hotel tersebut memiliki 24 kamar superior bertarif US$ 75 per malam, dan 35 vila bertarif US$ 95 per malam. Aneka Lovina dikelola oleh PT Adi Jasa Sentosa. Menurut akta pendiriannya, Adi Jasa merupakan perusahaan perdagangan umum yang dimiliki Freddy Eka Putra Husein bersama tiga anak Hadi Poernomo.

Tim Komisi Pemberantasan Korupsi kabarnya juga menghubungi Badan Pertanahan setempat. Mereka telah meneliti akta-akta jual beli tanah oleh keluarga Hadi di wilayah itu. Tim juga bergerak di Jakarta, pusat kekayaan Hadi—yang oleh orang-orang dekatnya dipanggil ”Pung”.

Sumber lain menyatakan pemeriksaan harta Hadi kini tak lagi dilakukan Direktorat Laporan Kekayaan Pejabat Negara, dan ditingkatkan ke tahap ”penyelidikan”. Jika ditemukan bukti cukup, lazimnya tahap ini diteruskan ke ”penyidikan”.

Dimintai konfirmasi, Mochamad Jasin menyatakan akan menanyakannya kepada Direktur Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara. Adapun Cahya Hardianto Harefa, direktur yang dimaksud Jasin, menyatakan timnya masih menangani laporan kekayaan Hadi. ”Sedang dikembangkan,” ujarnya.

Emerson Juntho, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch, menyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memanggil Hadi Poernomo untuk meminta klarifikasi asal-muasal kekayaannya. Zainal Arifin Mochtar, Koordinator Pusat Studi Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, menilai harta hibah yang berkali-kali tidak logis.

Kepada Tempo, tiga pekan lalu, Hadi Poernomo menyatakan pembelian hampir semua asetnya bersumber dari hadiah pernikahan dari mertuanya. Ia mengembangkan hadiah itu untuk berbisnis jual-beli tanah. Ia pun menjelaskan, ”Ada hibah, saya jual, uangnya ya uang hibah. Saya belikan lagi, ya tetap hibah. Ada sebagian hasil gaji dan penghasilan, lalu digabung dengan hibah, semuanya menjadi hibah.”

Cheta Nilawaty, Eka Utami Aprilia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus