Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika saja para teroris yang meledakkan bom Kuningan—di depan Kedutaan Besar Australia—pada 9 September lalu punya target menguarkan kebencian Australia kepada Indonesia, siap-siaplah gigit jari. Sebab, warga di benua seberang itu ternyata menyambutnya dengan dingin-dingin saja; sesaat memang mengejutkan masyarakat—lalu selebihnya menjadi "urusan media".
Warga Indonesia yang bermukim di Negeri Kanguru juga tidak terpengaruh. Koresponden Tempo di Australia, Dewi Anggraeni, melaporkan bahwa aktivitas mereka umumnya tetap seperti biasa. Tampaknya, kebencian membabi-buta seperti yang terjadi setelah bom Bali 12 Oktober 2002 pupus sudah. Bahkan Lynley Huguenin, salah satu korban bom Bali yang 30 persen kulit tubuhnya terbakar, mengaku tak menaruh dendam kepada warga Indonesia. Bulan depan, pakar kosmetik itu bahkan akan kembali menyambangi Bali. "Saya tak pernah memutuskan hubungan dengan teman-teman saya di Bali," ujarnya kepada Tempo.
Hal yang sama dilontarkan Jason McCartney. Mantan pemain bola klub Kangaroo itu juga korban bom Bali. Ledakan di depan Kedutaan Besar Australia tak menyurutkan niatnya untuk berlibur ke Bali dalam waktu dekat bersama keluarganya: "Mengapa membenci orang Indonesia? Mereka juga menderita akibat perbuatan sekelompok kecil pelaku kekerasan itu."
Tadinya sempat beredar rumor bahwa orang Indonesia akan "dibersihkan" dari Australia. Tapi hal ini ditepis keras Menteri Luar Negeri Australia Alexander Downer, 53 tahun. Dia justru menganggap peledakan bom itu makin merapatkan hubungan Australia-Indonesia. Downer adalah pejabat tinggi Australia yang pertama kali menyebut Jamaah Islamiyah berada di belakang bom Bali, dua tahun silam. Apa komentar lulusan Universitas Newcastle, Inggris, yang se-jak Maret 1996 menjadi Menteri Luar Negeri Australia itu? Kepada koresponden Tempo Dewi Anggraeni, dia menjelaskan sikap pemerintah Australia. Petikannya:
Bagaimana pemerintah Australia menyikapi peledakan bom di depan Kedutaan Besar Australia di Jakarta?
Kami amat sedih dan prihatin karena banyak orang Indonesia yang tewas dalam peledakan bom itu. Beberapa korban adalah petugas keamanan yang menjaga kedutaan besar kami. Pemerintah Australia menyediakan dana satu juta dolar untuk membantu keluarga para korban.
Apakah pemerintah Anda marah karena Kedutaan Besar Australia menjadi sasaran bom?
Tidak. Kami tahu benar bahwa rakyat Indonesia sendiri mengutuk aksi kekerasan ini. Yang menjadi korban adalah orang-orang Indonesia.
Dalam mengusut kasus bom itu, apakah ada kerja sama antara Kepolisian Republik Indonesia dan Kepolisian Australia (Australian Federal Police)?
(Kerja sama) amat erat. Ketika berkunjung ke Jakarta pekan lalu, kami merundingkan (dengan Kepolisian RI) kerja sama yang lebih baik. Jadi, sama sekali tidak ada (dalam) perasaan kami bahwa Indonesia bersalah dalam peristiwa ini. Setiap negara tidak luput dari pelaku kriminal. Dan kami yakin bahwa para pelaku peledakan bom ini adalah kriminal.
Bisa digambarkan sifat kerja sama kepolisian kedua negara itu?
Dalam kaitan dengan peledakan bom pekan lalu, kami siap dengan pakar-pakar bom dan forensik yang kini sedang bekerja sama dengan Polri. Ada (juga) kerja sama dalam pengembangan kapasitas antiterorisme, terutama melalui Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation.
Berapa jumlah polisi Australia yang terlibat dalam pengusutan kasus bom itu di Indonesia?
Total ada 51 orang. Tapi tidak semua (polisi Australia) bekerja dalam pelacakan peristiwa bom ini. Ada juga dari mereka yang bekerja sama secara umum dengan Polri.
Menurut Anda, bagaimana hubungan kedua negara di masa depan setelah ada lagi peledakan bom ini?
Aksi pengeboman itu justru mempererat hubungan kerja sama kedua negara, walau saya kira maksud para pelaku (pengeboman) adalah agar hubungan Indonesia-Australia retak.
Sempat muncul pemberitaan media soal penangkapan delapan orang warga negara Indonesia yang terlibat dalam penipuan bank yang dikaitkan dengan Jamaah Islamiyah. Apakah itu pendapat pemerintah Australia?
Tidak ada pendapat seperti itu dari pihak pemerintah Australia. Saya kira kami menjadi korban gosip saja. Dapat dimengerti media ingin menjual koran atau menarik pemirsa.
Akibat pemberitaan itu, sebagian warga di Indonesia percaya Australia akan mengambil langkah drastis, mendeportasi orang Indonesia yang bermukim atau belajar di Australia....
Sama sekali tidak benar! Kebanyakan orang Indonesia yang datang ke Australia adalah orang baik-baik dan bukan pelanggar hukum. Kami tidak punya niat sama sekali untuk mendeportasi mereka. Orang Indonesia amat diterima di Australia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo