Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Main Pecat Menjelang Pemilu Presiden

Perpecahan di tubuh Partai Beringin berujung pemecatan terhadap sejumlah fungsionaris. Bisa mempersulit posisi Akbar, jika SBY-Kalla menang.

20 September 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketukan palu dalam rapat yang berakhir subuh Rabu pekan lalu itu berbuntut panjang. Marzuki Darusman, salah satu Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar yang dipecat bersama 14 orang lainnya, menyebut pertemuan itu telah mengubah sejarah partainya. Golkar pecah. Padahal, katanya, selama 30 tahun ini perbedaan pendapat di Partai Beringin jadi hal biasa. ”Baru kali ini terjadi perbedaan berujung pemecatan,” kata Marzuki kepada Tempo.

Tak semua setuju dengan Marzuki. Apa yang dikatakannya biasa itu adalah pengkhianatan. Mereka menilai para kader yang di-motori Marzuki bersama Fahmi Idris, yang juga menjabat salah satu ketua, dengan mendukung pasangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, merupakan pembangkangan.

DPP Golkar telah memutuskan mendukung pasangan Megawati-Hasyim Muzadi melalui Koalisi Kebangsaan. Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung bahkan duduk sebagai ketua koalisi yang beranggotakan PDI Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Bintang Reformasi, Partai Karya Peduli Bangsa, dan Partai Damai Sejahtera itu.

Ketua DPP Agung Laksono menceritakan, rapat pleno pemecatan Marzuki dkk. dipimpin Akbar Tandjung. Dimulai Selasa pukul 22.30 hingga pukul 04.20 esok harinya, rapat berlangsung alot. Dari 80 orang pengurus, sekitar 50 orang ikut hadir, dan sebagian besar menyatakan aktivitas Marzuki dan kawan-kawannya itu melanggar garis Partai dan harus diberi sanksi. Begitu pula mereka yang di posisi badan penasihat seperti Jusuf Kalla.

Yang diberhentikan dari kepengurusan Partai dan dipecat sementara dari keanggotaan Golkar adalah Fahmi Idris, Marzuki Darusman, Burhanuddin Napitupulu, Juniwati Maskur Sofwan, Abu Hasan Sadzili, Anton Lisiangi, Priyo Budi Santoso, Abu Hanifah, dan Jusrin Nasution. Sedangkan lima orang lainnya diberhentikan sementara sebagai anggota partai, yaitu Eddison Betaubun, Firman Subagyo, Yorris Raweyai, Farida Syamsi Chadaria, dan Malkan Amin.

Belakangan, Yorris bersama tiga temannya mulai melunak dan datang melakukan klarifikasi kepada DPP Golkar. ”Saya dengar mereka akan patuh,” kata Akbar. Namun, ketika dimintai konfirmasi soal ini, Marzuki membantahnya. Dia mengatakan justru saat ini ke-15 pengurus dan fungsionaris itu sedang mengumpulkan surat pemecatan untuk dikembalikan ke DPP. Mereka menolak keputusan pleno dan menyiapkan gugatan. Jumat siang, Eddison Betaubun memang masih terlihat bersama Marzuki menyampaikan siaran pers tentang hal ini di Gedung MPR/DPR, dan tak sedikitpun menyatakan surut.

Mengaku siap melayani gugatan, tak urung Akbar dibuat geram juga. Apalagi kelompok Marzuki dkk. malah menggelar Silaturahmi Nasional Forum Terbuka untuk Persatuan dan Pembaruan Partai Golkar. Acara di Balai Sudirman, Jakarta Selatan, itu bahkan mengundang sejumlah tokoh senior Golkar seperti Suhardiman, Yustika Baharsyah, Hasan Basri Durin, Syarwan Hamid, dan Sanyoto Sastrowardoyo. Adakah tekanan dari Koalisi Kebangsaan, seperti dikatakan Marzuki, membuat Akbar panik?

Akbar, yang selalu tampil tenang, kali ini tampak benar-benar sewot. Saat memberikan keterangan kepada wartawan usai salat Jumat di kompleks DPR/MPR pekan lalu, sepanjang wawancara nada bicaranya selalu tinggi. Ia bahkan menolak ketika para wartawan mengajaknya bergeser dari lokasi wawancara untuk menghindari bau tak sedap yang tercium di tempat itu. ”Enggak apa soal bau, supaya semua clear,” katanya, masih dengan nada yang tak juga menurun.

Meski begitu, Akbar membantah dirinya dalam keadaan panik. Ia menyatakan keyakinannya bahwa keputusannya didukung mayoritas pengurus Partai di daerah, dan akan mempertanggungjawabkan semuanya di Musyawarah Nasional Partai akhir tahun ini. ”Kalau ditolak, berarti saya salah dan karier politik saya selesai,” katanya.

Marzuki juga mengaku heran dengan sikap Akbar yang lain dari biasanya. Karena itu, katanya, ia tak menemukan adanya faktor lain kecuali tekanan dari luar partai itu. ”Pintu komunikasi harus dibuka, karena banyak yang ingin Golkar pecah,” kata Idrus Marham.

Akbar sendiri memberikan waktu sampai 1 Oktober, dan berjanji menganggap selesai semua masalah bila Fahmi dkk. bersedia kembali dan tunduk pada keputusan partai untuk berkoalisi. Kalau terus melawan, Golkar mengancam membatalkan pelantikan Fahmi, Marzuki, dan Priyo sebagai anggota DPR periode 2004-2009.

Namun masalahnya akan jadi lain setelah penghitungan suara pemilu presiden putaran dua selesai. Jika pasangan Yudhoyono-Kalla yang menang, Akbar akan tergencet. Apalagi Fahmi dan Marzuki mengklaim, koalisi yang dibangun Akbar tak akan didengar massa Golkar di bawah. ”Masih 90 persen massa ke Yudhoyono-Kalla,” kata Fahmi. ”Hanya 35 dari 428 dewan pimpinan daerah yang menyokong koalisi,” Marzuki menambahkan. ”Koalisi tidak bisa dipaksakan ke bawah,” kata Ketua DPD Golkar Jawa Barat Abdul Nurhaman. Kalau ini benar, kesulitan Akbar bisa berlipat.

Y. Tomi Aryanto, Ecep S. Yasa, Rana Akbari Fitriawan (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus