PANDANGAN politik yang ganjil sekalipun ternyata tak gampang
pudar. Contohnya yayasan "Setia Sepanjang Abad" di negeri
Belanda, donatirnya "RMS".
Bagaimana yayasan ini, yang dalam bahasa Belandanya disebut
Stichting door de Eeuwen Trou? "Perhatikan, saya tidak anti
pemerintah Indonesia, tapi saya pro-politik RMS dan Papua", kata
W. van de Vries, Ketua yayasan tersebut, yang olehnya dalam
bahasa Inggeris dijadikan The Dutch Melanesian Aid Foundation.
Umurnya 57 tahun, 26 tahun lamanya telah duduk dalam yayasan
ini. Tinggal di kota industri Philips di Eindhoven. Yayasan ini
tak beranggota tetap, tapi dikendalikan oleh sekitar 10 orang
Belanda yang bersimpati akan tujuan yayasan ini. "Kami ini
merupakan payung besar dari rakyat Belanda yang siap membantu
rakyat Maluku", ujarnya. "Beberapa tahun yang lalu adalah
sangat sulit untuk minta perhatian pers dan media lainnya
tentang masalah RMS ini. Mereka katakan selalu: de Vries,
sudahlah, lupakanlah hal ini. Kemudian saya katakan, belum
selesai. Kami tidak mempercepat agar Manusama cepat berkuasa,
tidak. Apalagi dengan tindakan kekerasan. Tidak. Tapi saya lihat
api semangat untuk merdeka masih menyala di hati orang Maluku.
Kemudian kami lantas katakan: selama semangat mereka masih
menyala, hati kami juga akan tetap berkobar. Kami akan berhenti
manakala mereka berhenti. Semua ini untuk membayar kembali apa
yang bangsa Belanda telah lakukan terhadap tanah itu, lebih dari
3 abad lamanya".
De Vries juga berkata bahwa yayasannya tidak hanya membantu
"RMS", tapi juga gerakan yang namanya "OPM" (Organisasi Papua
Merdeka). "Sekali lagi saya tegaskan, kami tidak membantu dalam
bentuk senjata atau tentara", katanya lagi. Kami yayasan bukan
saja mengadakan hubungan dengan Manusama, tapi juga dengan
orang-orang OPM seperti Jouwe atau Womsiwor. Diakuinya juga
bahwa dari orang-orang yang bersimpati sejak tahun 1950, telah
milyunan uang mereka sumbangkan untuk gerakan ini. Kalau betul,
yayasan katanya menerima uang sumbangan sekitar 5 - 8 ribu
gulden seharinya. Dalam setahun yayasan bisa mengumpulkan
sekitar 200 - 250 ribu gulden. Biasanya 2/3 diberikan untuk
"OPM", dan sisanya untuk "RMS". Pernah dalam suatu malam Natal
mereka berhasil mengumpulkan hampir F140 ribu. Mengalir pula
sumbangan ekstra sekitar F130.000, uang langganan majalah
Selfbeschikking. Dulu ada pula majalah yang didirikan oleh
mereka yang nananya Stem van Ambon. Tapi majalah ini umurnya
cuma 2 tahun saja. Yayasan tampaknya sudah cape untuk
menyumbang "RMS", karena ketika "RMS" merayakan HUT-nya yang
ke-25 tahun April kemarin, dia cuma memberikan sumbangan 2 ribu
gulden saja. Katanya pula: "Saya pernah menulis surat pada den
Uyl agar masalah RMS ini diperhatikan. Ingat peristiwa Assenaar.
Tapi apa jawab den Uyl." Dia bilang agar masalah ini dibawa ke
van Doorn (Mented CRM) karena tidak ada sangkut pautnya dengan
politik. Wah, payah". Tambahnya lagi: "Saya menyokong Manusama
lebih dari 100%. Dari sudut yayasan, kami selalu menentang
setiap tindakan illegal. Saya menentang tindakan anak-anak muda
dalam soal Beilen dan Amsterdam. Tapi sebetulnya, harus dilihat
dari latar belakang mereka. Pengertian tentang masalah ini harus
ada dari Belanda. Sebab setelah mereka berperang untuk kami,
lantas kami bawa kemari".
Siapa lagi yang menyumbang "RMS"? Banyak orang mengatakan:
Hendrik Owel, pedagang Belanda yang untuk menghindari pajak
telah tinggal di Luxemburg. Sama seperti suara Manusama, de
Vries berkata bahwa "Owel sudah dipecat, karena dia bertindak
sendiri tanpa persetujuan Manusama. Juga dia telah mengadakan
hubungan langsung dengan Moskow dan Fretilin. Manusama ada
berkata tentang si pedagang ini: "Kalau nanti RMS jadi, dia
memang minta agar boleh tanam modal di Maluku". Ini juga agaknya
suatu harapan sia-sia sepanjang abad.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini