APAKAH anda tidak sadar bhwa RMS itu hanya sebuah impian
belaka?". Pertanyaan ini dilontarkan Prof. Dr. A. Verkuyl,
pendeta yang pernah lama di Indonesia dan kini merupakan tokoh
yang pro-pemerintah Indonesia, dalam sebuah diskusi di televisi
Belanda awal tahun 1975. "Presiden RMS" ir. J. A. Manusama
kemudian menjawab: "Apakah saya tidak berhak bermimpi? Apakah
ada larangan untuk bermimpi?". Akhir 1975, Manusama telah
membawa "mimpi"nya ini keluar kamar tidurnya. Dengan adanya
pembajakan kereta api di Beilen, kota kecil di Wijster yang
mempunyai penduduk 6.000 orang dan terletak di propinsi Drente,
Belanda Utara. Dua hari kemudian, 4 Desember, gedung konsulat
Indonesia di Amsterdam juga dibajak oleh 7 orang pemuda yang
menamakan dirinya Pemuda Maluku Selatan Merdeka.
Bagi negeri Belanda, soal pembajakan atau penyanderaan bukanlah
hal yang baru. Januari 1973, di Deil, 2 orang pemuda telah
merampok kantor pos tambahan di Den Bosch. Bersama itu pula
disandera keluarga Smith yang terdiri dari 3 orang. Penyanderaan
ini selesai dalam tempo 28 jam tanpa memberikan korban jiwa.
September 1974 di Den Haag, 3 orang Jepang telah menerobos di
kedutaan Perancis. Bersama duta besar Perancis, 11 orang
tertawan dalam gedung tersebut selama 97,5 jam. Permintan si
Jepang: agar kawan-kawannya yang ditahan pemerintah Perancis
dibebaskan. Peristiwa ini berakhir dengan bekal AS$ 300 ribu dan
sebuah Boeing-707 buat 3 Jepang tersebut. Korban jiwa tidak ada.
Oktober tahun yang sama, di penjara Seheveningen, 22 orang telah
jadi sandera oleh 2 orang pelaku peristiwa Deil. Tuntutan: agar
Jepang yang dipenjara (seorang tertangkap dengan adanya
peristiwa kedutaan Perancis) dibebaskan. Penyanderaan cuma
berlangsung 106 jam.
Menganggur
Tapi orang-orang 'RMS' ini telah mencapai rekor tertinggi.
Penyanderan di kereta api di Beilen baru selesai setelah
merampas waktu selama 288 jam. 29 penumpang jadi sandera dan
jatuh 3 korban jiwa: masinis Braams, 30 tahun karena melawan,
seorang tentara beruniform, Bulter, 22 tahun, karena pemerintah
Belanda tidak memenuhi permintaan mereka (sebuah bis) pada jam
yang mereka tentukan. Pada hari ketiga, Bierling, 31 tahun,
telah ditembak dengan sengaja dan tubuhnya dilempar keluar k.a.
menemani 2 tubuh yang terdahulu. Para pelaku dari pembajakan
k.a. ini adalah Kobus Tuny, 25 tahun, bekas pelajar STT (Hogere
Technische School) dan dalam masa menganggur. Paul Saimima, 25
tahun, menganggur dan pernah bekerja di bank. Corneis Hetharia,
23 tahun, tukang bikin mebel, juga sedang menganggur. Eliza
Hetharia, 24 tahun, STM, masih sekolah. Albert Sahetapy, 22
tahun, nganggur dan pernah jadi montir elektro, dn Joop
Metekohy, 20 tahun -- tahun kedua pada Akademi Paedagogi di
Assen. Paul Saimima, karena naas, peluru pistolnya justru
menyerempet matanya sebelah kanan. Lewat Palang Merah dia
diangkut ke rumah sakit dan dari mulutnyalah keluar siapa-siapa
keenam kawannya. Selama 12 hari kota kecil Beilen jadi sebutan.
Ratusan wartawan telah mendatangi desa kecil yang letaknya 173
km dari Amsterdam ini. Bagaikan perang, ratusan polisi telah
bersiap siaga. Ditambah lagi dengan 45 buah tank, 600 kavaleri
dari Divisi 43, 4 helikopter Aluette dan 20 ambulans. Kerugian
pemerintah ditaksir untuk peristiwa Beilen saja 26 juta gulden
(1 gulden - Rp 150). Belum diketahui berapa banyak ongkos yang
telah dikeluarkan dengan didudukinya konsulat RI di Amsterdam.
Dari ini bukanlah kejadian yang pertama lagi orang-orang Maluku
Selatan yang bermukim di negeri Belanda. Dari semua minoritas
yang menetap di Belanda, orang-orang bekas KNIL ini adalah
yang paling sering berdemonstrasi dan mengadakan kerusuhan.
Tahun 1966 sebagai protes telah ditembak matinya Soumokil,
mereka mencoba membakar KBRI di Den Haag. Akhir Agustus 1970, 30
orang Maluku telah menggerebeg rumah Duta Besar (waktu itu
Taswin Natadiningrat) di Wassenaar. Seorang polisi meninggal.
April 1974, gedung Garuda di Amsterdam dibakar. Desember tahun
yang sama timbul perkelahian antara orang Maluku Selatan pro RI
dan RMS. Kejadian ini berada di sekitar KBRI. Dari kerusuhan
ini, orang-orang RMS kemudian menyempal merusak Istana
Perdamaian atau Vredes Paleis. Kerugian pemerintah Belanda:
setengah juta gulden. April 1975, terbongkarlah suatu komplotan
42 orang "RMS" yang merencanakan menculik Ratu Yuliana. Menurut
versi Ds. S. Metiary (Ketua Badan Persatuan RMS), 56 tahun, pada
TEMPO, mereka ini adalah orang Maluku Selatan yang pro-RI. Betul
tidaknya, wallahualam. Enam bulan yang lalu 19 orang telah
dijatuhi hukuman penjara 1 - 5 tahun. Kini mereka sedang
berusaha untuk naik banding. Lantas pecah peristiwa Beilen dan
konsulat RI Amsterdam, bagaikan gong tutup tahun 1975.
"Belanda menanggapi situasinya telah turun", ujar Duta Besar
Sutopo Yuwono, dan "mereka telah meremehkan orang-orang RMS
ini". Dalam diskusi tentang masalah ini antara RI-Belanda bulan
Agustus yang lalu, Belanda beranggapan bahwa masalah "RMS"
telah lewat. Telah selesai. "Tapi kami berpendirian bahwa ini
bukan penyelesaian", tambah Sutopo. "Saya lebih cenderung agar
pemerintah Belanda mengajak mereka bicara dari pada mem-bypass
begitu saja. Masalah ini tidak bisa dilihat dari segi sosial
saja". Diakui pua oleh Sutopo bahwa memang sikap pemerintah
Belanda dalam masalah "RMS" telah banyak berobah dalam 2 tahun
terakhir ini. "Hanya memang, stelsel pemerintahan di sini beda
dengan kita. Sehingga biarpun kita mengerti policy pemerintah
Belanda, tapi pelaksanaannya sering mengecewakan". Katanya lagi:
"Ini adalah hasil sampingan dari dekolonisasi yang tidak
sempurna".
Kamp Yahudi
Dekolonisasi itu mengakibatkan hijrahnya 3.578 serdadu KNIL ke
negeri Belanda. Jumlah ini terdiri dari 6 orang pendeta tentara,
3 orang ajudan, 35 sersan mayor, 372 sersan, 821 kopral dan
2.341 prajurit. Ditambah dengan anak isteri yang jumlahnya
12.500 orang. Tanpa persiapan tinggal di negeri dingin, mereka
kemudian ditampung di barak-barak bekas orang Yahudi di zaman
Hitler. "Waktu itu umur saya masih 5 tahun", cerita seorang dari
pulau Ulat yang kini berusia 30 tahun. "Selama 2 tahun kami
antri ambil makanan dari dapur umum. Seperti orang hukuman saja,
karema kami tidak bisa berhubungan dengan bebas dengan dunia di
luar barak. Ada kawat berduri dan ada penjagaan. Tempat tinggal
kami bagaikan sebuah gudang besar yang kemudian disekat-sekat
oleh papan. Menjelang musim dingin, kauni mendapat pembagian
pakaian. Semua orang tahu bahwa kami anak KNIL karena kami
mengenakan baju model sport (celana panjang dengan strip di
pinggir). Itu saja baju kami. Musim dingin, brr, bukan main
dinginnya. Tidak ada pemanas sentral. Kami harus berdiang di
sekeliling kayu bakar. Ada sebidang tanah yang biasanya kami
gunakan untuk bercocok tanam atau memelihara ayam dan babi.
Tidak luas, tapi ini selalu mengingatkan kami akan pulau kami.
Sebagai anak KNIL, kami mempunyai sekolah sendiri. Dan saya
tinggal dalam barak macam ini selama 15 tahun lamanya. Bahkan
ada yang tinggal di barak lebih dari 20 tahun".
Belanda, sama seperti beberapa negara lainnya, mempunyai
kesulitan setelah Perang Dunia II. Apalagi menurut statistik
resmi, jumlah orang-orang Maluku di tahun 1968 telah menjadi
25.456 jiwa. Perkiraan tidak resmi tahun ini, ada sekitar
40.000. "Di samping pula ayah kami tidak menolak untuk tinggal
di barak", kata si Maluku dari pulau Ulat tersebut. "Karena kami
beranggapan bahwa kami tinggal di negeri Belanda ini hanya
sementara saja". Sedangkan para ayah merekapun tidak kurang
kecewanya terhadap pemerintah Belanda. Karena demikian mereka
tiba di negeri asing ini, baju KNIL mereka dicopot. Kasarnya
mereka dipecat dari ketentaraan. Lantas dapat pensiun. Tapi
pensiun inipun tidak mereka terima seperti layaknya pensiun
tentara Belanda asli. Sementara mereka hidup dalam suasana
tangsi. Ini mengakibatkan menonjolnya ciri khas cara kehidupan
mereka. Sehingga tidaklah heran kalau ada orang-orang bekas KNIL
tersebut yang tidak juga bisa berbahasa Belanda biarpun telah 25
tahun menetap di Belanda. Dan masih menebalnya sifat militer:
sifat hierarkhis. Adanya kelas-kelas dalam kehidupan sosial
mereka karena pangkat yang berbeda. Dipupuk dengan dunia
kegerejaan dan cara kehidupan tanah asalnya seperti kehidupan
dalam clan, desa dan pela.
Unsur umur ini pun kemudian menghasilkan kelas-kelas pula.
Mereka yang telah berumur 40 tahun ke atas (statistik 1968
menunjukkan 20,9% dari keseluruhan jumlah mereka, dibandingkan
dengan orang Belanda ada 35,3% yang umurnya di atas 40 tahun ke
atas bersifat tradisionil. Mereka lebih banyak mengadakan
kontak dengan masyarakatnya sendiri dari pada kontak dengan
dunia luar, dunia Belana. Sifatnya yang agak otoriter (karena
militer) inilah yang kemudian membangunkan inspirasi dari
golongan muda. Yaitu yang berumur antara 25 - 40 tahun yang
hidup di dua dunia. Sedangkan yang berumur 25 tahun ke bawah,
lahir dan hidup di tengah masyarakat Belanda. Mengerti bahasa
orangtuanya, tapi sulit untuk mereka ucapkan. Lidahnya lebih
fasih bahasa Belanda. Tunduk dan rajin akan aturan gereja, tapi
sering berbuat radikal demikian mereka berada di luar pagar
rumah.
Komitmen Politik?
"Dan ini saya akui bahwa saya tidak bisa mengendalikan mereka
semua", kata ir. J.A. Manusama. Di flatnya yang tidak mewah di
pinggiran kota Rotterdam, Manusama mengatakan paling tidak 80%
dari orang Maluku yang ada di Belanda adalah pengikutnya.
Umurnya kini 65 tahun, telah pensiun, tidak punya anak.
Isterinya, 75 tahun, selalu sakit-sakitan. Pensiunan guru ilmu
pasti ini menentang perjoangan "RMS" dengan kekerasan. Dia tidak
kaya, rumahnya sederhana saja dan bahkan terlalu kecil untuk
segala map-map tebal yang telah memenuhi ruang tamunya. Sesekali
mengajar lagi kalau ada guru ilmu pasti yang absen, atau memberi
les privat di rumah. "Beta mendapat surat banyak sekali dari
masyarakat Belanda. Surat pernyataan simpati atas tindakan saya,
sebagai mediator dalam peristiwa Beilen dan Amsterdam". Sambung
isterinya: "Sampai tidak tahu mau ditaruh di mana lagi itu
surat-surat". Namun Menteri Kehakiman Belanda van Agt menyatakan
bahwa selesainya Beilen dan Amsterdam bukan hanya prakarsa
Manusama "dan saya tidak perlu menyatakan terimakasih saya
secara resmi", kata van Agt, "dan ini bukan berarti saya tidak
menghargai usahanya".
Lahir di Banjarmasin dan dibesarkan di pulau Jawa, Manusama
adalah lulusan ITB, dulu TH. "Saya lulus 4 tahun setelah
Soekamo", katanya, "teman-teman saya waktu itu ir. Mapari Ida
Bagus Oka, Kusno Hadinoto". Gagal masuk HBS (karena gagal dalam
ujian bahasa Belanda) untuk lantas masuk MULO. "Pembicaraan
Januari ini dengan pemerintah Belanda akan lain dengan
pembicaraan tahun 1970 setelah peristiwa Wassenaar", katanya.
Lima tahun yang lalu, mereka hanya menerima pernyataan dari
Belanda, tidak boleh memberikan komentar atau mengajukan
apa-apa, "tapi saya yakin kalau setelah Beilen dan Amsterdam,
Belanda akan mau mendengarkan kita orang".
"Memang perlakuan Belanda berbeda dari tahun ke tahun. Tahun
1950 tahun 1960 atau 1970 sikap Belanda berbeda. Tapi 2 tahun
terakhir ini, kita sudah banyak merobah sikap Belanda" kata
Dubes Sutopo Yuwono. "Biarpun setelah perjanjian Agustus,
Belanda belum switch secara cepat lantas ketimpa dengan
peristiwa Beilen dan Amsterdam". Niat pemerintah Belanda
mengintegrasikan suku Maluku "saya rasa belum kuat". Tambah
Sutopo lagi: "Pihak Indonesia menyarankan agar orang RMS ini
harus diajak bicara. Belanda anggap sepi. Akhirnya memukul
pemerintah Belanda sendiri. Contohnya peristiwa Beilen. Di
samping ini juga akan memukul masyarakat Maluku di Belanda.
Mereka toh tinggal di sini, kan akan sulit kalau masyarakat
Belanda memusuhi mereka".
"Policy Indonesia kita hanya bisa berbicara dengan yang
non-diehards. Bagi mereka yang telah begitu keras kepala, tidak
perlu kita ajak bicara lagi". Tambah Sutopo: "Kalau mau masuk ke
pihak Indonesia silakan. Tapi harus diperhatikan bahwa Indonesia
sudah berjalan 30 tahun lamanya. Sudah tidak ada lagi perasaan
kedaerahan seperti tahun 1950. Kami sudah berjalan cukup jauh".
Dari suku Maluku yang sekitar 40.000 berada di Belanda, ada
sekitar 6.000 yang masuk warganegara RI. "Dan perlu diperhatikan
bahwa UU Kewarganegaraan RI pasal 1 menyatakan bahwa mereka
yang telah kehilangan kewarganegaraannya, tidak bisa masuk jadi
WNI lagi. Dan, ini berlaku bagi siapa saja, bukan hanya bagi
orang-orang yang pernah turut RMS". Sutopo Yuwono yang cukup
tenang menghadapi masalah konsulat Amsterdam ini ("karena saya
kan sudah biasa soal beginian ketika di BAKIN") berkata lagi:
"Sekali katakan pada den Uyl bahwa ini masalah Belanda.
Indonesia yang ikut sangkut-pautnya. Jadi tergantung
dari policy pemerintah Belanda bagaimana mengatasi
masalah ini. Sebab tujuan orang-orang RMS adalah pegang
Belanda dulu baru Indonesia. Tapi inipun bukan hasil
final 'RMS'. Kalau toh Belanda akan memberikan komitmen
politik, bagi Indonesia paling banter ya hubungan dengan Belanda
akan retak. Kita bisa saja tarik diri dan tidak ada hubungan
apa-apa dengan Belanda. Belanda tentu akan menimbang masalah
berat mana. RMS atau Indonesia. Kalau sikap Belanda belum juga
berubah, masalah RMS tidak akan pernah selesai. Akan terus jadi
gangguan. Bagi pemerintah Belanda terutama dan juga bagi
masyarakat Indonesia di Belanda. Sudah pasti kita akan diganggu
terus. Tapi yaah, itu kan risiko".
Perpecahan
"Aksi memang telah selesai, tapi perjoangan kami belum", ujar
Manusama. Biarpun dia berkali-kali mengatakan bahwa dia
menentang kekerasan (demikian pula Ds. Metiary, juga W. de Vries
Ketua dari Yayasan door de Eeuwen Trouw), tapi Manusama ada
menambahkan pula: "Tapi semangat muda, well, ya, hebat". Dan
kalau nantinya Belanda sekali lagi membuat mereka (RMS) kecewa,
lantas? "Jangan sangka bahwa generasi di bawah saya akan lemah
semangatnya", ujar Frederik Johamles Aponno, (biasa dipanggil
Etti Aponno) bujangan 36 tahun. Di kantornya di Den Haag dan
tidak jauh dari KBRI ketua Pemuda Maluku Selatan Merdeka ini
duduk dalam grup Manusama-Metiary. Ayahnya, F.J. Aponno, sersan
mayor. Etti tidak pernah merasakan hidup dalaun barak. 'Tapi
saya selalu pergi bermain ke barak", katanya. Ia lulusan seni
pahat dari Koninklijke Academie di Den Haag. Tidak cacat sama
sekali tapi tangan dan kakinya yang kiri sedikit lumpuh akibat
lemparan batu yang tidak sengaja dari rekan-rekannya ketika ada
demonstrasi RMS di Scheveningen. "Organisasi kami ini masih
berantakan," katanya, karena baru saja didirikan sekitar 3
tahun. Mempunyai anggota sekitar 5.000 orang, siapa saja boleh
masuk asal m1urnya sudah 18 tahun sampai 36.
"Saya ini sebetulnya sudah hampir tidak jadi anggota lagi",
katanya dengan mesem. Etti mempunyai jiwa kepemimpinan, tapi
dalam gerakannya dia masih mencari bentuk. Pada suatu hari dia
berkata: "Kalau Jerman Timur akan membantu gerakan kami, itu
sebetulnya merugikan kami. Karena kami ini lebih berpaling ke
kanan". Waktu itu ada berita dari DPA bahwa RDD akan membantu
secara moril dan materiil gerakan RMS. Sehari setelah itu, Etti
berkata lagi: "Yaah, pada pokoknya siapa saja yang akan membantu
kami, kami akan terima".
"Etti ini cara berpikirnya mengikuti Manusama", kata Eliza P.
Rinsampessy, ketua dari Gerakan Pattimura. Menurut Eli, lahir di
Timor, umur 2 tahun ke Belanda, kini usianya 8 tahun, ayah dari
2 orang anak dan beristeri Belanda grup-grup orang Maluku di
Belanda ada 4 Bolongan Grup Manusama, di mana Ds. Metiary duduk
sebagai ketua dari Badan Persatuan (merger beberapa partai orang
Maluku di Belanda), masih mempunyai pengikut terbesar. Kemudian
ada grup Tamaela yang mengangkat dirinya Presiden RMS dan
menaikkan pangkatnya jadi jenderal. Menurut Manusama: "Pengikut
Tamaela kian menipis. Karena dia terlalu banyak omong kosong.
Dia bilang dalam tempo 2,3 bulan kita akan merdeka. Itu kan
omong kosong". Sedangkan Ds. Metiary ada berkata: "Dia hanya
pelesir saja ke New York. Lantas berpose di depan gedung PBB
dan dia bilang lagi membawa masalah ini ke PBB. Tapi kalau dia
mau kembali pada kita orang dan kita orang tidak tahu dia ada
di mana, kita orang akan terima".
Kemudian ada grup Evelyn Pasanea dengan pengikutnya sekitar 500
orang. Evelyn menamakan dirinya Front Pembebasan Maluku Selatan.
Grup keempat adalah grup latent. Anara lain ada grup Brenda
Risamenapatty, sekretaris Hendrik Owel, yang beberapa minggu
yang lalu telah dipecat oleh Manusama ("karena dia bertindak
atas nama RMS dengan caranya sendiri", menurut Manusama). Akan
Eliza Rinsampessy sendiri "Gerakan Pattimura belum merupakan
organisasi, baru movement saja".
Jangan Berilusi
Eli adalah mahasiswa yang kini menekuni persoalan inter-etnis
dan interrasial pada Universitas Nijmegen. Katanya: "Ideologi
RMS pada mulanya adalah gerakan menentang revolusi Indonesia,
suatu kejadian kolonial yang mau mencoba policy cerai berai.
Jadi janganlah berilusi tentang RMS ini". Pattimura mempunyai
anggota sekitar 1000 orang. 80% terdiri dari kaum muda dan 10%
adalah mereka yang mempunyai pendidikan universitas. Seminggu
sekali mereka mengadakan diskusi dan menalnakan grupnya ini
"kami lepas dari grup siapapun") sebagai "penelaah politik".
"Saya ingin mereka ini belajar dulu baru berjoang. Segala
sesuatunya harus dipikirkan secara procesmatig. Semuanya harus
dilihat dari situasi dan posisi diri sendiri, dari pihak Belanda
dan dari pihak Indonesia". Menurut pendapatnya, masalah Beilen
dan Amsterdam mempunyai 2 hasil: "Pertama RMS mendapat
publisitas luas. Kedua, ini adalah kegagalan Manusama untuk
mengendalikan anak buahnya. Soal-soal begini tidak perlu terjadi
kalau saja mereka ini memiliki kesadaran polilik. Dan RMS ini
terlalu racist dan terlalu Kristen. Padahal mereka lupa bahwa
di Maluku sendiri, pemeluk agama Islam lebih dari 50%". Jangan
anda menyangka bahwa Eli pro-RI. Katanya lagi: "Tapi ada satu
hal. Saya menentang pemerintahan Soeharto. Dia terlalu otoriter
dan pemerintahannya adalah kemenangan dari neo-kolonialisme
Soeharto sendiri". Golongan Eli adalah golongan muda yang tidak
begitu memperhatikan keluarga Oranye. Biarpun mereka tidak
merasakan peristiwa RMS, dongeng RMS ini dibawakan oleh orangtua
mereka, sebagai latar belakang kulturil. Cita-cita "RMS" itu
telah dibuang oleh Eli, dan ditukar dengan gagasan mendirikan
federasi "Republik Indonesia Serikat" yang beraliran
sosialistis. "Menurut saya perpecahan adalah biasa", kata
Manusama, "tapi kalau seperti Rinsampessy itu bagaimana.
Berjoang tapi tidak mau adanya suatu negara". Dan perpecahan
bukan saja terjadi di antara individu-individu tersebut. Juga
dalam gereja. Pengikut Gereja Protestan Maluku diperkirakan
sekarang tinggal 12% saja, dibawah pimpinan Ds. Nohatu. Ketika
para eks-KNlL tiba di negeri Belanda, ada sekitar 2% beragama
Islam dan orang-orang yang berasal dari kepulauan Kei dan
Tanimbar beragama Katolik. Kini hampir 75% turut dalam Gereja
Injil Maluku, dengan ketuanya Ds. Pessulima. Metiary sendiri,
walaupun kini tidak aktif lagi, adalah anggota GIM. "Dan GIM
harus membiayai dirinya sendiri, karena subsidi Belanda sudah
habis tahun 1974". Apakah perpecahan akan membawa mereka ke
kemusnahan? Metiary menjawab: "Tujuan kami semua sama, hanya
caranya lain". Seorang pengamat masalah RMS bahkan berkata:
"Orang Ambon ini kalau terdesak mereka jadi bersatu". Seperti
kata Paul Thenu (yang ikut dalam peristiwa Wassenaar), kini
menjabat kepala Keamanan (KPK) "Aksi kami yang terakhir justru
membakar semangat kami".
Kacamata Indonesia
Seperti juga kata editorial harian NRC 20 Desember: aksi RMS
telah selesai, tapi harus ada episode baru bagi orang Maluku di
negeri Belanda. Sekali ini hendaknya Parlemen jangan menganggap
enteng masalah 'RMS'. Van Thijn dari Vrije Nederlands bahkan
mencela BVD, itu James Bond-nya Belanda. Tulis van Thijn:
"Sepuluh tahun yang lalu memang ada digantung gambar Yuliana di
atas tempat perapian. Tapi sekarang yang mereka gantung adalah
senjata uzi".
"Repotnya informasi dari pihak mereka banyak sekali. Semua
literatur yang ada di negeri Belanda terlalu menguntungkan RMS",
kata Sutopo Yuwono lagi. "Juga harus diperhatikan soal
pembangunan di Indonesia sendiri. Saya selalu menganjurkan agar
daerah-daerah yang kritis politis (Irian Jaya, Maluku, Timor) --
bukan dikhususkan atau diistimewakan -- tapi harus mendapat
perhatian lebih. Dalam segala hal, baik pembangunan maupun
personilnya. Jadi kita ampuh untuk mendapat tantangan dari luar.
RMS memang bukan soal nasional buat RI. Tapi jadi gangguan buat
kita yang ada di luar negeri. Juga sikap kita yang ada di tanah
air. Janganlah hendaknya orang-orang Maluku yang ada di negeri
Belanda kalau datang ke daerah lantas dicap 'RMS'! Mereka memang
RMS-achtig, tapi kita harus betulkan dengan cara yang baik.
Jangan lantas dicurigai atau dituduh yang bukan-bukan. Indonesia
ini dianggap hebat di luar negeri. Bisa mempersatukan sekian
banyak ras. Tapi jangan lupa pandangan orang di luar negeri itu
cukup skeptis dan selalu berkata: nanti pada suatu hari kan akan
mreteli. Kembali ke soal RMS. Saya yakin pada suatu waktu nanti,
antara Indonesia dan orang Maluku di sini bisa berdialog. Tapi
tidak dalam konsesi atau tekanan apapun. Van der Stoel (Menteri
Luarnegeri Belanda) sendiri berkali-kali bilang akan menjamin
keselamatan kami di sini. Lha kita ini yang ada di sini. Terus
disuruh mendelik dan meringis. Kan lama-lama cape".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini