KETIKA berita penyanderaan oleh pemuda-pemuda "RMS" masih
merampas headline koran Belanda, ir. Manusama kembali melansir
berita tentang penahanan "lebih dari 100 orang Maluku Selatan"
di Indonesia. Seperti yang disiarkan oleh NRC-Handelsblad
Nopember 1974 sampai kabar ke Belanda bahwa 16 orang ditahan di
Maluku Selatan (Maluku Tengah). Sebagian kemudian dikenakan
tahanar rumah saja. Kata Manusama, mereka dituduh "PKI" dan
"RMS". Dengan tambahan bahwa tuduhan "komunis" itu tidak kena.
"Tapi Jakarta memang punya kecenderungan mencap setiap orang
yang dianggap subversif sebagai komunis", katanya lagi.
Itu bukan berita satu-satunya tentang tuduhan Manusama itu.
Sebab beberapa bulan sebelumnya, dalam mingguan Elsevier, 26
April 1975, sang "presiden" juga menunjukkan surat yang baru
dikirim dari Ambon, tertanggal 8 Maret 1975. Isinya membeberkan
11 nama mereka yang ditahan di Ambon, dan ditandatangani oleh 2
orang pemimpin dari apa yang menamakan dirinya underground
Forces of Republic of South Molluccas. Namanama yang disebutkan
itu adalah Nurimarna, bekas "Menteri Kesra" RMS J. Souisa,
pensiunan Mayor TNI/AU RI, Izaac Mahakena, "Kolonel RMS", Disera
(pegawai negeri), Pasane (Letnan Polisi), Noija (letnan Polisi),
Manuhutu (pegawai kesehatan), Marten Talakuan (pegawai
logistik), seorang uru Sekolah Lanjutan bernama Tuhuulury, dan
seorang pengajar injil bernama Berhitu.
Keotentikan surat itu masih dapat diragukan. Namun pemuda "RMS"
tampaknya yakin betul bahwa ada pendukung mereka di
Indonesia--dan ditangkapi. Makanya dalam tuntutan para teroris
di konsulat RI paling atas dicantumkan "pembebasan semua tahanan
politik Maluku Selatan di kepulauan Maluku Selatan dan di
seluruh Indonesia, di bawah pengawasan Amnesty International".
Selanjutnya mereka menuntut kebebasan bicara tentang "RMS" bagi
rakyat Maluku Selatan "di tanah air". Apa persisnya yang mereka
ketahui tentang "penangkapan di Ambon" masih kabur. Menulut
laporan wartawan Sinar h'ara/)an, Jossi Katoppo, seorang pelnuda
"RMS" dalam obrolan dengan seorag sanderanya sempat menitipkan
tuntutan agar para tapol "RMS" di pulau Buru (yang dulunya juga
termasuk Residensi Maluku Selatan) juga dibebaskan. Lalu oleh
sandera itu dijelaskan bahwa yang disekap dipulau Buru bukan
pendukung-pendukung "RMS", melainkan tapol PKI golongan B.
Namun salah informasi macam itu tak menanggalkan cerita tentang
penangkapan di Ambon. Yang paling sering disebut-sebut adalah
Johannes Souissa, atau "Oom Anes", Mayor Purnawirawan TNI/AU.
Dikabarkan malah sudah divonnis 4' tahun oleh Pengadilan Negeri
di Ambon atas tuduhan "subversi" khususnya berkenaan dengan
usaha menghidupkan "RMS" lagi di Ambon. Entah benar atau tidak,
sebab kata sebuah sumber: "Oom Ane$ tidak pernah ikut RMS, dari
dulu dia ikut AURI, malah pernah jadi Komandan PAU Pattimura di
Ambon". Seorang Maluku warga negara Belanda yang baru pulang
dari Ambon juga membenarkan cerita itu. Malahan bersama dengan
Mayor Souissa, masih ada beberapa orang Maluku lagi yang
diadili. Sebagian lagi masih ditahan, menanti prosesnya selesai
diperiksa oleh yang berwajib.
Cari Duit
Tapi betulkah Oom Anes, kini hampir 60 tahun, mau menghidupkan
kembali "RMS" di Ambon? "Tidak betul", kata sumber TEMPO itu.
Yang betul adalah bahwa dia dan kawan-kawannya berusaha mencari
dana ke Negeri Belanda dengan mencatut nama "RMS". "Di Belanda
kalau you bilang mau menghidupkan RMS, mudah sekali memperoleh
dana. Baik dari pendukung-pendukung RMS seperti stichting Door
de eeuwen trouw itu, maupun dari pimpinan RMS sendiri. Mereka
'kan punya kas dari hasil iuran dan usaha-usaha lainnya",
tuturnya pada TEMPO. Mungkin bahan surat-menyurat ini jadi bukti
tentang keterlibatan Oom Anes dan kawan-kawannya dalam "RMS".
"Sebenarnya itu kurang taktis", komentar sumber TEMPO itu lebih
lanjut. Sebab penahanan dan pengadilan itu sendiri di Negeri
Belanda justru memberikan kesan bahwa ada "pendukung-pendukung
RMS" di Ambon, yang perlu dibela dari kejauhan sana. Pendapat
ini agak sejalan dengan fikiran Dubes Sutopo Yuwono ketika
berkunjung ke Jakarta awal tahun lalu, untuk mencek situasi di
sini. Beberapa waktu yang lalu, bisik-bisik soal penangkapan
"kader-kader RMS" di Ambon memang reda. Tapi kini timbul lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini