UNTUNGLAH bagi rakyat Belanda. Peristiwa penyanderaan oleh
"RMS" di kereta api dan konsulat RI, akhirnya selesai sebelum
Natal. Maka Pangeran Bernhard bersyukur bahwa "perayaan Natal
ini dapat terlaksana dalam suasana yang lebih baik dari pada
yang kita cemaskan semula".
"Tapi tidak berarti segala pekerjaan sudah selesai. Membereskan
buntut peristiwa pembajakan itu berarti setumpuk pekerjaan
rumah. Memenuhi janjinya pada ketiga mediator, sebagai syarat
pembebasan 25 sandera di konsulat RI, pemerintah Belanda
minggu-minggu ini akan kongko-kongko dngan para pimpinan "RMS".
Tidak ketinggalan wakil pemuda yang tergabung dalam Vrije
Zuidmolukse Jongeren (Pemuda Maluku Selatan Merdeka), yang
mendalangi kedua aksi pembajakan itu. Sedang wakil-wakil rakyat
Belanda, sehabis reses diduga akan mengipas-ngipas lagi bara
perdebatan tentang penanggulangan aksi-aksi bersenjata "RMS"
yang sejak dulu hanya panas-panas tahi ayam saja (lihat box:
Dari Mana "RMS" Bersenjata?).
Sebelum penyanderaan di konsulat RI berhasil diakhiri,
jurubicara Kementerian Kehakiman Nyonya Toos Faber sudah
membeberkan skenario komplotan itu selengkap-lengkapnya. Menurut
sumber-sumber Kehakiman, para aktivis Vrije Zuidmolukse Jongeren
itu sebelumnya sudah 3 kali mengadakan rapat rahasia. Tanggal 15
Nopember di Haalderen dekat Nijmegen, 22 Nopember di Capelle
a/d IJssel, dan 29 Nopember di Moordrecht. Rapat-rapat itu
kabarnya juga dihadiri oleh ketua organisasi pemuda itu, Etti
Aponno, dan menantu pendeta Metiari yang bernama Pessereron.
Skenario pembajakan, disusun dalam dua tahap. Mula-mula
direncanakan penyerangan sebuah sasaran milik Belanda. Kemudian
sementara kelompok pembajak itu akan diperantarai oleh ir.
Manusama (sesuai dengan tuntutan mereka), disusun dengan
penyerangan sebuah sasaran Indonesia. Lantas kedua kelompok itu
akan sama-sama menuntut pertemuan segitiga antara Belanda,
Indonesia, dan Badan Persatuan "RMS" yang diketuai Metiari.
Selesai tahap pertama, direncanakan penyerbuan perkampungan
Maluku Selatan yang pro Indonesia di sekitar jalan Van
Oldenbarneveldt di Apeldoorn. Namun rencana tahap kedua ini
rupanya berantakan, karena kuatnya penjagaan polisi dan militer
Belanda. Juga pertemuan segitiga antara Belanda, Indonesia dan
"RMS" tidak tercapai berkat ketegasan Dubes RI Sutopo Yuwono
menolak tuntutan itu. Ada pun pemerintah Belanda sendiri,
meskipun berjanji akan berbicara dengan para pimpinan "RMS" dan
Pemuda Maluku Selatan "Merdeka." pagi-pagi sudah menyatakan
tidak akan memberikan konsesi politik apa-apa pada "RMS". "Tentu
saja kita tahu bahwa orang-orang Maluku itu punya cita-cita
politik, dan bahwa fakta itu sendiri membawa banyak problim.
Kami malah sudah bersedia berbicara tentang problim-problim
itu", kata PM Joop Den Uyl di depan siaran televisi swasta
Katholieke Radio Omrop (KRO), selesai pembebasan
sandera-sandera di konsulat RI. Namun dia menegaskan lagi, bahwa
"saat ini mustahil kita berbicara bagaimana Negeri Belanda dapat
membantu realisasi cita-cita itu. Itu tidak dapat, dan tidak
boleh dilakukan oleh Nederland".
Lantas, mengapa teroris-teroris itu akhirnya menyerah? Menurut
sementara diplomat Barat di Jakarta, karena taktik no deal
(menolak berunding, menolak pemberian konsesi) yang dengan
teguh dipertahankan pemerintah RI dan Belanda. Di Negeri
Belanda orang, menamakannya taktik "bertanding,
betah-betahan", uitputtingstactiek. Menurut ahli hukum mr. F.
Kuitenbrouwer yang mengupas untung-ruginya taktik itu dalam
harian NRC-Hadelsblad, 17 Desember 1975, taktik itu sudah
berhasil 3 kali di Inggeris, baru-baru ini. Yakni dalam
pendudukan restoran Spaghetti House di London yang berakhir
setelah 122 jam, penyanderaan usahawan Belanda Herrema, oleh
gerilyawan IRA di Monasterevin yang dibebaskan setelah ditahan
selama 36 hari (mengalahkan 'rekor' KJRI Amsterdam), dan
penyanderaan orang-orang di jalan Balcombe, London selama 6
malam. Dengan taktik no-deal itu para teroris "RMS" di Beilen
pun akhirnya menyerah, setelah kakus kereta api bumpet kehabisan
air dan suhu musim dingin melorot ke bawah titik nol, tanpa
alat pemanas di dalam kerea api. Kemudian ini diikuti pula oleh
teroris-teroris di konsulat -- meskipun di sini jauh lebih
nyaman kondisinya -- setelah Belanda menolak memberikan
konsesi.
Kendati demikian, para teroris tak berarti tanpa hasil. Tindakan
teror adalah "ibarat pemain sulap, dia memancing anda memelototi
tangan kanannya, sementara tangan kirinya yang luput dari
perhatian -- sesungguhnya yang memainkan peranan". Begitu tulis
David Fromkin, jaksa yang telah mendalami strategi para teroris
dalam majalah Foreign Affairs, New York, Juli 1975. Jadi dalam
perkara pembajakan kereta api dan konsulat Indonesia itu,
mungkin saja ada tujuan lain yang terselip di balik tuntutan
pemberian konsesi politik pada "RMS" yang tidak terkabul itu.
Sebagaimana dicatat oleh wartawan Vry Nederland, 20 Desember
yang lalu, sesudah peristiwa Beilen dan Amsterdam itu Manusama,
yang dulunya lemah-lembut dan membenci kekerasan, tampak
berubah 180 derajat. Dia jadi lebih ekstrim. Hal ini tentu
saja satu langkah maju bagi Eti Aponno dkk, yang sebelumnya
sulit sekali mendapat simpati dari sang "presiden". Dengan kata
lain, akibat-peristiwa pembajakan itu, solidaritas dalam barisan
"RMS" itu berhasil diperkental.
Solidaritas ini juga sudah kelihatan, ketika ke-150 anggota
Badan Persatuan yang mengadakan sidang darurat di Moordrecht
tanggal 10 Desember yang lalu sepakat mendukung aksi
pemuda-pemuda Maluku Selatan itu. Dan gara-gara pembunuhan 4
orang Belanda oleh teroris-teroris di Beilen itu, antipati
masyarakat Belanda terhadap orang-orang Maluku di sana jadi
berkobar. Meskipun ada seruan Kabinet Belanda, agar "tindakan
beberapa oknum tidak melahirkan kebencian terhadap seluruh
masyarakat Maluku Selatan", antipati itu sudah tidak dapat
disembunyikan. Polisi Belanda makin sering menahan dan
menggeledah orang-orang Ambon di tengah jalan. Penumpang kereta
api semuanya pada diam kalau ada orang Ambon masuk, sebagai
pertanda rasa curiga. Dan berabenya lagi, antipati itu menjalar
pula ke masyarakat kulit berwarna lainnya, yang belakangan ini
makin berjubel di Negeri Belanda dengan membanjirnya 125 ribu
orang Suriname. Sampai-sampai satu orang kulit berwarna saking
kesalnya berdemonstrasi seorang diri di depan hopbiro polisi di
Rotterdam dengan poster di atas dadanya. Tertulis di situ: "Saya
memang berwarna, tapi tidak berbahaya" (Wel gekleurd maar niet
gevaarlijk).
Antipati masyarakat Belanda terhadap orang-orang Maluku di sana
mengenai juga pendukung-pendukung RI yang terhimpun dalam "Rukun
Maluku". Ini mungkin pula memang dikehendaki oleh "RMS".
Koalisi RMS-Fretilin?
Masih untung pemerintah Belanda tidak mengabulkan permintaan
pembajak kereta api yang minta pesawat terbang. Sebab menurut
sinyalemen wartawan Antara di Negeri Belanda, pesawat yang
diminta itu adalah untuk terbang ke Timor Timur, guna bergabung
dengan Fretilin di sana. Sampai di mana kebenaran info itu,
masih perlu diselidiki. Indonesia tidak mau mengambil risiko.
Buru-buru ditandaskan pada pemerintah Belanda bahwa AURI akan
menembak jatuh setiap pesawat terbang yang melintasi angkasa
Indonesia dengan membawa teroris-teroris "RMS" itu. Berita
Antara itu mungkin ada benarnya, sebab kontak antara "RMS"
dengan Fretilin kabarnya memang sedang dibina. Menurut koran
sosialis Vrij Nederland, kontak itu tadinya berusaha dibina
oleh usahawan Belanda, yang berdwifungsi sebagai "duta keliling"
RMS, Hendrik J. Owel dengan "menkeu" Fretilin Abilio Akayo di
Lisabon. Namun Manusama kabarnya marah besar atas tindakan itu.
Owel langsung dipecat di tempat dari jabatan "duta" itu. "Saya
tidak mau bekerjasama dengan golongan kiri", begitu alasan
Manusama.
Meskipun sudah dipecat oleh Manusama, saudagar yang baru saja
di-persona-non-grata-kan oleh pemerintah Belgia karena
mengibarkan bendera "RMS" di sana itu masih punya simpatisan di
lingkungan pemuda Maluku Selatan. Khususnya dari kelompok
Pattimura, yang kabarnya juga mendukung perjuangan orang-orang
Timor dan Papua yang anti-RI. Kelompok mahasiswa ini jadi
terkenal karena publikasi mereka, Majalah Pattimura. Tapi
jumlahnya kecil sekali -- maklumlah, kebanyakan anak Maluku di
Belanda tidak mampu sekolali tinggi -- dan kurang populer dalam
kelompok Aponno. Sementara itu, aksi "RMS" di Beilen dan
Amsterdam itu telah memancing dukungan pula dari
pelarian-pelarian "OPM" yang sebagian juga bermukim di Negeri,
Belanda (TEMPO, 27 Desember 1975). Pada saat hangat-hangatnya
berita pembajakan itu, "menlu/wakil presiden" Republik Papua
Barat, Herman Womsiwor, meminta perantaraan Jamaica untuk
membawa soal Maluku Selatan dan Papua Barat ke forum PBB.
Langkah Womsiwor itu dikatakannya sebagai tagihan terhadap janji
Jamaica, yan pernah menawarkan jasa-jasa baik mereka untuk
mengadukan "nasib" orang-orang Maluku Selatan dan Papua Barat
-- dan juga orang-orang Timor Timur, kalau perlu -- ke PBB.
Seperti diketahui, negara Amerika Latin itu juga bersimpati
dengan gerakan-gerakan kiri MPLA (Angola) dan Fretilin (Timor).
Selain dukungan dari Jamaica, sayap OPM di Belanda itu juga
punya wakil tetap di Dakar, ibukota Senegal dan memperoleh
simpati pula dari sejumlah negara Afrika berbahasa Perancis,
OCAM (Organisaion commune africaine et malgache). Hubungan
itu dibina berkat perantara presiden Senegal, Sedar Senghor,
yang menganggap pelarian-pelarian Irian yang hitam dan keriting
itu serumpun dengan Negro Afrika.
Memang mudah-mudahan tidak. Tapi akan berabe juga kalau ketiga
kelompok yang anti-RI itu bersatu di luar negeri, kemudian
bersama-sarna melancarkan aksi bersenjata yang ditujukan pada
warga dan milik RI di luar negeri. Sementara Belanda belum juga
menemukan pemecahan soal "RMS", Australia di masa mendatang bisa
jadi ajang pelarian-pelarian Timor yang tidak mau masuk
Indonesia. Akhir bulan lalu kantor berita Reuter baru saja
menyiarkan rencana pengungsian besar-besaran orang-orang Timor,
yang digagaskan oleh Australia-East Timor Association. Rencana
itu, menurut Bill Roberts, ketua cabang Melbourne, dicetuskan
menanggapi S.O.S dari tokoh Fretilin Alarico Fernandes di
pedalaman Timor Timur. "Sudah 15 sampai 20 orang menyedialan
kapalnya untuk membantu penungsian ala Dunkirk ini", ujarnya
lagi. Dia sendiri belum begitu yakin ide itu bisa berhasil,
menyadari ketatnya penjagaan kapal-kapal ALRI di perairan Timor.
Tapi Fretilin mungkin akan tetap menggunakan Australia sebagai
batu loncatannya dalam berkampanye mencari bantuan asing.
Sementara tokoh mereka Alkatiri masih melobi Kremlin, panglima
militer Fretilin Rogerio de Fatitna Lohato minggu lalu dijamu
oleh Menlu RRT Chiao Kuan-hla di gedung Tien An Mien, Peking.
Negara-negara sosialis kalau benar apa yang diberitakan oleh
koran Vry Nederland memang sudah jadi tempat lobbying
pendukung "RMS". Tahun lalu misalnya, delegasi "RMS" ada yang
menghadiri pertemuan Himpunan-Himpunan PBB sedunia di Moskow.
Delegasi itu dipimpin sendiri oleh Hendrik Owel, itu orang
yang juga punya saham dalam pendekatan "RMS"-Fretilin. Apa
hasil kunjungan itu, tidak dijelaskan oleh Owel. Hanya saja dia
menyebutkan bahwa aktivis-aktivis "RMS' ada yang sedang
"dilatih teknik sabotase di satu negara sosialis".
Khusus berbicara tentang sepak terjang "RMS" di Negeri Belanda,
ketua Rumpun Maluku Cornelis Wairata yang pro-RI berpendapat
bahwa "pengaruh mereka sering terlalu dibesar-besarkan". Menurut
guru bahasa Inggeris yang sudah 60 tahun umurnya itu, pendukung
"RMS" yang potensiil paling barter hanya "5000 orang". Jadi
hanya 15% dari seluruh masyarakat Maluku di Belanda yang
berjumlah 34 ribu. Pendukung-pendukung "RMS" itu umumnya
berasal dari kepulauan Ambon (Ambon, Haruku, Saparua, Nusa
Laut). Orang-orang Maluku lainnya umumnya tidak mau tahu
tentang "RMS". Malah tidak mau disebut "Zuidmolukker" (orang
Maluku Selatan). "Celakanya", kata Wairata yang sudah 30 tahun
di Negeri Belanda, "orang Belanda yang tidak tahu sejarah Maluku
mengira bahwa semua orang Maluku di sana mendukung RMS".
Lantas, bagaimana sebaiknya pemecahan soal Maluku Selatan di
Belanda, menurut Wairata? "Pemerintah Belanda harus melaksanakan
wibawanya sebagaimana layaknya pemerintah yang berdaulat",
katanya pada TEMPO, di kamar hotelnya di Jakarta yang penuh
buku-buku Repelita dan Pembangunan Maluku. Apa yang
dimaksudkannya, boleh tebak sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini