UNTUK pertama kalinya dalam sejarah,lebih dari 7.200 lulusan sekolah mene ngah tingkat atas langsung jadi mahasiswa tanpa tes. Jumlah itu lebih kurang 10% dari 70.000 daya tampung 43 perguruan tinggi negeri kini. Senin pekan ini nama-nama mereka diumumkan lewat sekolah masing- masing Sementara itu, pada hari yang sama dimulai penjualan formulir pendaftaran tes masuk perguruan tinggi negeri. Tentu, seperti bisa dilihat pagi itu di SMP 216,Jakarta,tempat penjualan formulir untuk seluruh Jakarta, tetap saja para pembeli berjubel. Dari sekitar setengah juta lulusan SMA tahun ini jumlah 7.000 memang bisa tak ada artinya. Atau, untuk DKI Jakarta, dari sekitar 44.500 lulusan, hanya kurang dari 700 yang diterima tanpa tes. Tapi memang bukan untuk mengurangi antrean pembelian formulir, bila November tahun lalu di semua SMA disebarkan formulir Penelusuran Minat dan Kemampuan, untuk mencari yang bisa masuk perguruan tinggi negeri tanpa tes itu. "Tapi untuk mencari mahasiswa yang cocok, artinya kemampuannya sesuai dengan minat yang dimauinya," kata Harsja Bachtiar, Ketua Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen P&K. Menurut Harsja, yang juga menjadi anggota panitia sistem penerimaan mahasiswa baru, kemampuan seorang siswa bisa Iebih dilihat dari prestasi belajarnya sehari-hari dari pada hanya Iewat tes yang hanya sekali. formulir Penelusuran antara lain mencatat prestasi siswa berdasarkan angka rapor dari kelas I sampai kelas III. Selain itu, sistem baru ini.pun otomatis memeratakan kualitas mahasiswa di semua jurusan. Biasanya jurusan ilmu-ilmu murni, misalnya jurusan Biologi, Matematika, Fisika - jurusan kering kata mahasiswa - sulit mendapatkan mahasiswa yang top.Lulusan SMA yang pintar- pintar lebih suka bersaing masuk fakultas kedokteran, teknik, ekonomi, atau farmasi. Sistem baru ternyata bisa menjaring calon mahasiswa pintar untuk jurusan "kering". Sebab dalam formulir Penelusuran calon mahasiswa diharuskan menentukan dua jurusan pilihan. Menurut Sidharto Pramoetadi, Ketua Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru, ternyata banyak pula calon mencantumkan jurusan ilmu-ilmu murni, setidaknya untuk pilihan kedua.Mungkin karena mereka menganggap saingan di Jurusan ini sedikit dan kesempatan untuk diterima cukup besar. Rully dari SMAN I Jakarta, misalnya,yang diterima di Jurusan Kimia Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam UI, tetap gembira menerima jurusan kering itu dan tak berniat ikut tes masuk lagi untuk mendapatkan jurusan basah. Pilihan pertamanya yang ternyata ditolak adalah fakultas kedokteran. "Ikut tes lagi? Wah, belum pasti diterima, banyak saingan," katanya kepada TEMPO. Memang, bukannya tertutup kemungkinan, yang sudah diterima di Jurusan pillhan kedua tak akan mengambilnya dan memilih ikut tes untuk mencoba masuk ke jurusan yang diinginkan. Tapi Pramoetadi memperkirakan, seandainya ada, jumlahnya tak berarti. Sebab, kata Harsja Bachtiar, "Semuanya sudah diperhitungkan dengan matang."Maksudnya, seleksi bukan hanya berdasarkan angka rapor, tapi juga soal kegemaran aspek kepribadian, latar belakang orangtua- yang semuanya memang harus dicantumkan dalam formulir Penelusuran itu. Tapi seberapa jauh seleksi berdasarkan angka rapor bisa dipertanggungjawabkan,mengingat mutu sekolah belum merata? Menurut Pramoetadi, pihak Panitia terlebih dahulu memeringkat SMA seluruh Indonesia antara lain berdasarkan jumlah lulusannya yang diterima di perguruan tinggi Proyek Perintis 1. Baru kemudian hasilnya disilangkan dengan angka rapor, diperolehlah peringkat calon mahasiswa. Sistem baru ini kurang Iebih memang diilhami sistem Proyek Perintis 11, yakni sistem panduan bakat. Pelopornya, IPB, yang menerapkan sistem itu sejak 1976. Menurut rektor IPB, Andi Hakim Nasution, mahasiswa panduan bakat biasanya memang Iebih berprestasi dibandingkan yang Iewat tes.IPB sejak delapan tahun lalu menjaring Iebih dari 90', mahasiswa barunya Iewat panduan bakat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini