Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Empat mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang menggugat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold 20 persen buka-bukaan soal alasan gugatan baru mereka ajukan setelah Pilpres 2024.
Gugatan atas Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) itu akhirnya dikabulkan Mahkamah Konstitusi atau MK pada Kamis, 2 Januari 2025. Adapun empat mahasiswa tersebut adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gugatan itu berbuah hasil. Ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen akhirnya resmi dihapus oleh Mahkamah Konstitusi atau MK. Regulasi anyar tersebut berdasarkan pembacaan keputusan nomor perkara 62/PUU-XXII/2024 pada Kamis, 2 Januari 2024.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta pada Kamis, 2 Januari 2024.
Mahasiswa lakukan gugatan ke MK bukan baru kali ini. Sebelumnya, Almas Tsaqibirru dikenal oleh publik sebagai mahasiswa yang permohonan uji materiilnya dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Saat itu, Almas menggugat batas usia calon wakil presiden sebelum kontestasi Pemilihan Presiden 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia merupakan mahasiswa Universitas Surakarta atau Unsa. Ia berkuliah di program studi Ilmu Hukum angkatan 2019. Menurut Pangkalan Data Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Almas berstatus telah lulus dari kampusnya pada 2022.
Almas mengajukan gugatan berkaitan dengan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Gugatannya tersebut berkaitan dengan persyaratan pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden yang mengharuskan usia minimal 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah di tingkat provinsi, kabupaten, atau kota.
Almas mengaku bahwa dirinya adalah pengagum Gibran Rakabuming Raka. Hal itu tertera dalam putusan MK. Menurut Almas, Gibran mampu membawa perekonomian Surakarta tumbuh sebesar 6.25 persen dari awalnya minus 1.74 persen.
Dalam ceritanya, Almas menggambarkan sosok Gibran yang meskipun baru berusia 35 tahun, tapi telah mampu membangun dan memajukan kota Surakarta dengan kejujuran, integritas moral, ketaatan, dan pengabdian pada kepentingan rakyat dan negara.
Pernyataan Almas disertai dengan hasil survei Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap kepemimpinan duet Gibran - Teguh Prakoso. Survei tersebut dilakukan oleh Universitas Slamet Riyadi, Surakarta. Hasilnya, sebanyak 79,3 persen responden menyatakan puas dengan kinerja mereka. Sedangkan 93,5 persen responden mengatakan Gibran sebagai sosok yang merakyat.
"Bahwa pemohon tidak bisa membayangkan terjadinya jika sosok yang dikagumi para generasi muda tersebut tidak bisa mendaftarkan pencalonan presiden sejak awal, hal tersebut sangatlah inkonstitusional karena sosok Wali Kota Surakarta tersebut mempunyai potensi yang besar dan bisa dengan pesat memajukan Kota Solo secara pertumbuhan ekonomi," kata Almas dalam petitumnya.
Atas dasar itu, Almas tidak bisa membayangkan jika sosok yang dikagumi generasi muda tersebut tersandung kontestasi 2024 karena batasan usia. Padahal menurut dia, Gibran memiliki potensi yang besar. Gugatan Almas tersebut akhirnya dikabulkan MK dengan putusan Nomor 90/PUU-XII/2023. Gugatan Almas ke Mahkamah Konstitusi itu pun dinilai sukses membantu loloskan Gibran jadi cawapres hingga akhirnya dapat bersanding dengan Prabowo Subianto di Pilpres 2024 lalu.
MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-undang tentang Pemilu. "Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman saat membaca amar putusannya, pada Senin 16 Oktober 2023.
Keputusan ini diambil berdasarkan permohonan Almas yang beralasan menurut hukum untuk sebagian. Mahkamah juga berkesimpulan bahwa gugatan Almas memiliki permohonan yang berbeda dibandingkan yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia dan Partai Garuda, yaitu berkenaan dengan adanya isu kesamaan karakteristik jabatan yang dipilih melalui pemilu, bukan semata-mata isu jabatan penyelenggara negara.
Almas merupakan putra dari Boyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI). Boyamin adalah alumni Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta yang sempat duduk sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Solo dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan pada tahun 1997.
Hendrik Khoirul Muhid, Annisa Febiola dan Khumar Mahendra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.