Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mohammad Hatta atau Bung Hatta mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden RI tepat 1 Desember 1956 silam. Bung Hatta mundur dari jabatannya dengan menulis surat kepada DPR. Mulanya, DPR yang saat itu dipimpin Sartono menolak pengunduran diri Hatta tersebut dengan tidak membalas surat tersebut. Sebelumnya, Hatta juga pernah mengirimkan surat serupa pada 1955.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengunduran diri Moh. Hatta sebagai wapres erat kaitanya dengan jalan politik yang dipilih oleh Sukarno. Hal ini tercermin pada surat pengunduran dirinya yang pertama. Saat itu, Hatta merasa dengan sistem Kabinet Parlementer, maka peran wapres sudah tidak diperlukan lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surat Bung Hatta tak kunjung mendapatkan balasan. Akhirnya, Hatta kembali mengirim surat kepada DPR pada Jumat, 23 November 1956 dan akhirnya DPR mulai memberlakukan surat tersebut sebagai hal yang mendesak dan harus segera dibahas.
Akhirnya, DPR menggelar rangkaian sidang dan akhirnya setelah rangkaian sidang, DPR memutuskan untuk menerima pengunduran diri dari Bung Hatta pada 1 Desember 1956. Berikut isi surat Bung Hatta:
“Merdeka, dengan ini saya beritahukan dengan hormat, bahwa sekarang, setelah Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih rakyat mulai bekerja, dan Konstituante menurut pilihan rakyat sudah tersusun, sudah tiba waktunya bagi saya untuk mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Segera, setelah Konstituante dilantik, saya akan meletakan jabatan wakil presiden secara resmi.”
Sejak pengunduran diri Bung Hatta saat itu, terjadilah kekosongan kursi wakil presiden hingga 1973. Namun, hingga saat ini belum terungkap secara gamblang faktor yang melatarbelakangi pecahnya kongsi antara Bung Hatta dengan Soekarno karena perbedaan jalan politik antara keduanya adalah hal yang lumrah pascaproklamasi.
Dilansir dari Repository Universitas Sanata Dharma, pengunduran Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden tidak dapat hanya diletakkan dalam hubungannya dengan Sukarno saja. Pasang surut hubungan antara Hatta dengan Sukarno bukan merupakan faktor satu-satunya penyebab Hatta mundur.
Walaupun demikian, harus diakui bahwa perseteruan antara Hatta dengan Sukarno menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan Hatta mengundurkan diri. Meskipun terdapat faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi dan menjadi pertimbangan bagi Hatta untuk mundur. Perbedaan pandangan dengan Sukarno faktor kuat yang membuat Hatta mengambil keputusan untuk mundur sebagai Wakil Presiden.
Pertentangan antara Bung Hatta dengan Bung Karno sangat prinsipiil, yakni mengenai dasar-dasar pemikiran yang keduanya saling bertolak belakang. Bahkan sifat dan karakter antara keduanya sangat berbeda, di mana keduanya juga memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda pula.
Kedua tokoh ini mempunyai pandangan, gagasan dan konsepsi yang berbeda pada beberapa persoalan. Keduanya saling bersilang pendapat tentang sistem demokrasi dan pemerintahan yang sesuai untuk Indonesia. Perbedaan pandangan ini yang semakin membulatkan tekad Hatta untuk memilih mundur.
Ketidaksesuaian Hatta terhadap Sukarno di antaranya tampak dalam memandang soal partai politik, soal keinginan Sukarno memasukkan Partai Komunis Indonesia (PKI) ke dalam formatur pemerintahan atau kabinet. Selain itu, juga mengenai gagasan dan ide demokrasi yang sesuai untuk Indonesia. Perbedaan pandangan antara Hatta dengan Sukarno pada masa berjalannya Demokrasi Parlementer (tahun 1950-an) lebih tampak dalam memandang soal bagaimana sistem dan bentuk demokrasi yang sesuai untuk bangsa Indonesia.
Di sisi lain, Bung Hatta memang memprakarsai bahkan menandatangani mengenai berdirinya partai-partai di Indonesia. Hatta merupakan salah satu pemrakarsa yang memberikan kesempatan bagi rakyat untuk mendirikan partai-partai politik. Selain itu, dirinya juga menandatangani Maklumat 3 November 1945 soal partai politik.
Tujuan disahkannya maklumat ini untuk memberi ruang bagi hak-hak politik rakyat serta untuk menegakkan demokrasi. Menurut Hatta, adanya partai-partai menunjukkan wujud kehidupan demokrasi rakyat serta menunjukkan bahwa negara itu merupakan negara demokrasi. Masalah kepartaian inilah pada masa demokrasi parlementer kembali menjadi salah satu penyebab pertentangan dan perbedaan pandangan antara Hatta dengan Sukarno.
MUTIARA ROUDHATUL JANNAH | EIBEN HEIZIER
Pilihan Editor: Isi Surat Pengunduran Diri Bung Hatta sebagai Wakil Presiden