Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Politik

AJI: Kekerasan terhadap Jurnalis dalam Aksi Tolak UU TNI Bukti Impunitas Aparat

AJI mencatat 18 kasus kekerasan terhadap jurnalis, dari perampasan alat kerja hingga doxing

11 April 2025 | 06.10 WIB

Aktivis pegiat HAM, masyarakat sipil dan mahasiswa melakukan seruan aksi Kamisan ke 857, di depan Istana Merdeka, Jakarta, 10 April 2025. Aksi ini menyerukan penolakan wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2 Soeharto, dinilai upaya penghapusan sejarah dan pemutihan terhadap kejahatan sebagai pelanggar hak asasi manusia dan melakukan kekerasan kepada warga sipil yang dilakukan selama 32 tahun menjabat sebagai Presiden. Tempo/Imam Sukamto
Perbesar
Aktivis pegiat HAM, masyarakat sipil dan mahasiswa melakukan seruan aksi Kamisan ke 857, di depan Istana Merdeka, Jakarta, 10 April 2025. Aksi ini menyerukan penolakan wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden RI ke-2 Soeharto, dinilai upaya penghapusan sejarah dan pemutihan terhadap kejahatan sebagai pelanggar hak asasi manusia dan melakukan kekerasan kepada warga sipil yang dilakukan selama 32 tahun menjabat sebagai Presiden. Tempo/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyoroti meningkatnya kekerasan terhadap jurnalis selama peliputan aksi penolakan rancangan Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Menurut AJI, kasus-kasus tersebut mencerminkan praktik impunitas aparat dan upaya sistematis untuk menakut-nakuti pers sebagai salah satu pilar demokrasi yang tersisa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Sepanjang aksi menolak UU TNI, kami mencatat setidaknya 18 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Bentuknya beragam, dari penganiayaan, perampasan alat kerja, hingga doxing,” kata anggota AJI Adil Al Hasan dalam konferensi pers bersama Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) bertajuk Launching Pusat Data Kekerasan Nasional Aksi Tolak RUU TNI di kantor KontraS, Jakarta Pusat, Kamis, 10 April 2025.

Adil menyebut serangan itu tidak berdiri sendiri. Ia menilai kekerasan terhadap pers menjadi bagian dari konsolidasi kekuasaan yang dijalankan pemerintahan Prabowo Subianto.

“Prabowo sebagai mantan jenderal Kopassus punya keinginan bahwa anak buahnya di kementerian dan lembaga tidak boleh rewel. Yang dimaksud tentu Polri dan TNI, karena mereka dididik untuk taat pada komando,” ujarnya.

Ia menambahkan dalam kondisi tidak adanya oposisi di DPR, kini media menjadi satu-satunya kekuatan sipil yang masih bisa menjalankan fungsi kontrol. Namun, justru posisi itu kini digoyang lewat kekerasan dan upaya delegitimasi di ruang digital.

“Di media sosial, mulai banyak narasi yang menyebut karya jurnalistik sebagai berita bohong, antek asing, bahkan dianggap alat propaganda. Ini mengancam fungsi pers dan menggesernya dengan buzzer. Kalau dibiarkan, publik akan kehilangan akses terhadap informasi yang benar,” ujar Adil.

AJI menilai pengabaian terhadap kekerasan terhadap jurnalis menunjukkan lemahnya penegakan hukum dan dominasi impunitas aparat. Dalam berbagai kasus demonstrasi di Indonesia, Adil mengatakan Polri yang melakukan kekerasan seharusnya dipidana. Namun, karena nihilnya penegakan hukum, aparat yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat dianggap lazim. “Tak ada penegakan hukum, mereka (aparat) merasa dilindungi oleh kekuasaan,” kata Adil.

Lebih jauh, Adil mengingatkan masyarakat sipil untuk mewaspadai langkah konsolidasi kekuasaan berikutnya, termasuk lewat pembahasan RUU Penyiaran dan RUU Polri yang kini sudah ‘parkir’ di DPR.

“RUU-RUU itu adalah instrumen lanjutan untuk memperkuat politik komando. Kalau kita diam, kebebasan pers akan hilang, dwifungsi terbilang,” ujarnya.

 

Dinda Shabrina

Lulusan Program Studi Jurnalistik Universitas Esa Unggul Jakarta pada 2019. Mengawali karier jurnalistik di Tempo sejak pertengahan 2024.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus