Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Uang Haram di Tanjung Batu

Suap Rolls-Royce melibatkan perantara dan pejabat perusahaan listrik pelat merah. Pembayaran disalurkan ke dua rekening bank di Indonesia dan Singapura.

30 Januari 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK lama setelah lembaga antikorupsi Inggris, Serious Fraud Office (SFO), merilis temuan suap Rolls-Royce Holding Plc, Sofyan Basir segera mengumpulkan setumpuk dokumen. Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara ini berjibaku mengumpulkan data karena perkara suap Rolls-Royce itu ikut menyeret nama PLN. "Kami segera menyerahkan semua data ke KPK," kata Sofyan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa pekan lalu.

Data yang ia maksud adalah semua dokumen terkait dengan perjanjian antara Rolls-Royce dan PLN periode 2007-2014. Tak cuma menyodorkan dokumen, Sofyan dan semua anggota direksi perusahaan setrum negara bertamu ke kantor lembaga antirasuah selama hampir satu jam, Kamis pagi pekan lalu. Tujuan pertemuan itu, menurut Sofyan, berkoordinasi untuk membangun sistem kontrol yang lebih baik.

Gonjang-ganjing di PLN meletup setelah Pengadilan Tinggi London mempublikasikan dokumen putusan kasus Rolls-Royce, Selasa dua pekan lalu. Putusan atas penyelidikan SFO di Inggris ini menemukan ada aliran uang haram dari pabrikan mesin dan mobil mewah asal Inggris itu ke perusahaan pelat merah. Salah satunya ke PLN.

Menurut putusan pengadilan, perusahaan yang berpusat di Westminster itu terbukti menyuap petinggi PLN dan perusahaan lain yang mengikuti tender perawatan mesin generator di Tanjung Batu, Samarinda, Kalimantan Timur, pada 2007. Beroperasi pada 1997, Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap Tanjung Batu 2 x 25 megawatt ini memakai dua set generator buatan Rolls-Royce. Tak cuma menyebut petinggi PLN, dokumen SFO juga mengungkap keterlibatan makelar yang disebut sebagai Perantara 7 dalam praktek penyuapan ini.

Pembangkit yang jadi biang pergunjingan itu berada di Desa Tanjung Batu, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Berada tepat di tepi Sungai Mahakam, lokasi pembangkit ini sekitar satu jam dari Samarinda. Adapun Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tanjung Batu berkapasitas 2 x 25 megawatt milik perusahaan swasta, PT Cahaya Fajar Kaltim, berada tepat di seberang Sungai Mahakam.

Dibangun di atas lahan seluas 178,5 hektare, ada lima mesin pembangkit yang beroperasi di kawasan PLTGU Tanjung Batu. Salah satunya mesin PLTG Menawas. Empat mesin lainnya adalah dua mesin pembangkit milik PT Peaking dan dua mesin pembangkit milik PLN dengan gas turbin yang dibeli dari Rolls-Royce.

Praktek rasuah bermula ketika perusahaan setrum pelat merah membuka tender perawatan turbin di PLTGU Tanjung Batu pada 16 Oktober 2006. PLN menggelar tender karena kontrak perawatan turbin berakhir pada 2007. Selama tujuh tahun sejak 2000, Rolls-Royce telah memenangi paket pemasangan dan perawatan jangka panjang (long-term service agreement atau LTSA).

Rolls-Royce menerima informasi tender dari seorang direktur di perusahaan Perantara 7. Dari informan itu pula perusahaan Inggris ini tahu ada dua penantang lain, yakni Rolls-Wood Group dan sebuah konsorsium perusahaan swasta.

Tak sekadar berbagi informasi, Perantara 7 juga mengatur pertemuan dengan penanggung jawab tender di kantor pusat PLN. "Saya akan merancang strategi agar Rolls-Royce lebih unggul ketimbang para pesaingnya," ujar seseorang yang terafiliasi dengan Perantara 7, seperti dikutip dokumen SFO.

Seorang direktur perusahaan bidang konstruksi yang mengetahui proses tender mengatakan peran Perantara 7 sangat signifikan. Demi memuluskan jalan Rolls-Royce, Perantara 7 mengatur agar Rolls-Wood mundur. Walhasil, peserta tender yang tersisa hanya Rolls-Royce dan konsorsium perusahaan lokal. Perantara 7 lalu bergerilya mendekati konsorsium perusahaan lokal. Perantara 7 menjanjikan komisi dua persen dari nilai kontrak bila perusahaan lokal bersedia mengajukan harga yang tidak kompetitif.

Singkat cerita, kontrak LTSA senilai US$ 26,6 juta atau sekitar Rp 355,3 miliar periode 2007-2014 jatuh ke tangan Rolls-Royce. Dalam tender itu, konsorsium lokal mengajukan penawaran Rp 300 miliar. Adapun Rolls-Royce menyodorkan angka lebih rendah, yakni Rp 280 miliar.

LTSA periode 2007-2014 yang diteken Rolls-Royce pada 20 Agustus 2007 inilah yang terindikasi suap. Demi memuluskan jalan menjadi pemenang kontrak, Rolls-Royce—melalui Perantara 7—menjanjikan komisi dua persen dari nilai kontrak untuk seorang pejabat di kantor pusat PLN. Adapun sang perantara mendapat komisi 7,5 persen dari nilai kontrak. Pembayaran digelontorkan beberapa termin ke dua akun bank, yakni rekening di Indonesia dan Singapura.

Seorang penegak hukum mengatakan ada belasan nama yang berstatus Perantara 7. "Mayoritas orang dari perusahaan swasta," katanya. Salah satu nama yang cukup populer dalam daftar tersebut adalah Muddai Madang. Adapun bekas pejabat perusahaan setrum yang menerima komisi sebesar dua persen berinisial H. Seorang mantan pejabat PLN mengatakan Muddai memang dikenal sebagai broker listrik.

Ditemui terpisah, Muddai membenarkan hubungan bisnisnya yang cukup intens dengan Perusahaan Listrik Negara. Sebelum 2005, Muddai memiliki perusahaan di bidang transmisi dan distribusi yang berlokasi di Jawa Timur. Ia mengatakan selalu berbisnis sesuai dengan aturan. "Saya hanya pedagang yang menerapkan harga yang baik sesuai dengan koridor yang ditentukan pemerintah," ucap Muddai, Kamis malam pekan lalu.

Wakil Ketua Komite Olimpiade Indonesia ini juga mengaku tidak tahu proyek PLTGU Tanjung Batu. Itu sebabnya, ia tidak mengetahui siapa pemenang proyek pemeliharaan di Tanjung Batu dan kapan lelang diumumkan. "Saya terkejut bagaimana bisa saya disebut sebagai perantara," ujarnya. "Saya tidak merasa terlibat atau dilibatkan di proyek PLTGU Tanjung Batu."

Dihubungi pada Jumat pekan lalu, Ali Herman Ibrahim, Direktur Pembangkitan dan Energi Primer PLN pada masa itu, mengatakan tidak pernah menangani lelang dan penandatanganan kontrak LTSA. "Yang melakukan lelang unit PLN wilayah Kalimantan Timur," katanya. Pria yang kini menjabat Presiden Utama Bakrie Power ini mengatakan tidak pernah kenal dengan perwakilan Rolls-Royce yang mengurus LTSA. "Saya juga tidak tahu siapa Perantara 7 yang dimaksud," ucapnya.

Bekas Direktur Utama PLN Eddie Widiono mengatakan tidak ingat proses lelang LTSA Tanjung Batu. "Pada tahun itu saya ditahan di Bareskrim karena sedang menghadapi kasus Borang (pengadaan mesin PLTG Borang, Sumatera Selatan)," katanya lewat pesan WhatsApp, Kamis pekan lalu.

Menurut Eddie, proses lelang perawatan turbin ini semestinya tak menimbulkan persoalan. Sebab, proses tender lebih transparan ketimbang penunjukan langsung. Bila dokumen SFO menyatakan ada kolusi di antara peserta, Eddie menduga ada pengaturan harga yang menyalahi tujuan kompetisi, yakni mendapat harga yang paling efisien.

Komisi Pemberantasan Korupsi berencana menelisik temuan SFO atas aliran suap Rolls-Royce ke PLN. Apalagi PLN juga telah menyerahkan dokumen pendukung. "Kami juga mendapat banyak informasi dari SFO dan CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau) Singapura," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah, Rabu pekan lalu. Geger suap ini sepertinya akan membuat sejumlah perantara dan bekas pejabat PLN tidak bisa tidur nyenyak.

Ayu Prima Sandi, Indri Maulidar, Maya Ayu Puspitasari (Jakarta), Firman Hidayat (Samarinda)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus