Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengapa Partai Kecil Gagal Memenuhi Ambang Batas Parlemen?

Sejumlah partai terancam tak lolos ke Senayan karena terganjal ambang batas parlemen. Minim dana kampanye dan saksi.

 

3 Maret 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DATANG ke iNews Tower, Menteng, Jakarta Pusat, pada Rabu siang, 14 Februari 2024, Hary Tanoesoedibjo berniat menyaksikan hasil hitung cepat Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo) itu membawa optimisme partainya bisa lolos ambang batas parlemen dan menempatkan wakil di Dewan Perwakilan Rakyat. Beberapa pengurus Perindo ikut menemani Hary di lantai tiga gedung itu.

Keyakinan Presiden Direktur MNC Group itu terlihat malam sebelumnya. Di grup percakapan WhatsApp yang beranggotakan pengurus pusat, Hary menyatakan Partai Perindo bakal sukses besar. “Beliau menyampaikan bahwa Perindo bisa dapat 40-60 kursi,” kata Ketua Perindo Bidang Politik Yusuf Lakaseng saat dihubungi Tempo, Jumat, 1 Maret 2024.

Pemilu 2024 menjadi palagan kedua Perindo, yang berdiri sejak Oktober 2014. Pada Pemilu 2019, Perindo gagal melaju ke Senayan karena tak mampu melewati ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen suara nasional. Saat itu Perindo hanya mendapat 2,67 persen suara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menghadapi Pemilu 2024, Perindo mengerahkan berbagai sumber daya. Hary terjun langsung menjadi calon anggota DPR dari daerah pemilihan Banten III. Enam anggota keluarganya juga berlaga di daerah pemilihan lain. Istri Hary, Liliana, menjadi calon legislator dari daerah pemilihan DKI Jakarta II. Putri keduanya, Valencia, ditempatkan di Jakarta III. 

Pun Perindo merekrut sejumlah artis, seperti Aldi Taher, Vicky Prasetyo, Venna Melinda, dan Arnold Poernomo alias Chef Arnold, untuk menjadi calon legislator. Ada pula mantan aktivis Indonesia Corruption Watch, Tama S. Langkun, dan pedakwah Yusuf Mansur.

Perindo juga berupaya membangun jaringan di kelompok menengah ke bawah. Dalam dua tahun terakhir, partai itu membagikan ribuan gerobak berhiaskan logo Perindo kepada pedagang kecil. Jaringan media MNC pun kerap memberitakan berbagai aktivitas Perindo.

Namun sore itu kekecewaan dua kali meruap di iNews Tower. Pada pukul 15.00, calon presiden dan wakil presiden yang didukung Perindo, Ganjar Pranowo-Mahfud Md., hanya memperoleh suara kurang dari 20 persen. Perolehan suara Ganjar-Mahfud tertinggal dibanding Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Berselang dua jam, hasil hitung cepat pemilu legislatif mulai diumumkan. Jangankan menembus ambang batas parlemen, perolehan suara Perindo justru lebih buruk dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, yaitu tak sampai 1,5 persen. Seorang pengurus Perindo yang hadir di iNews Tower bercerita, ia menyaksikan Hary Tanoe hanya diam melihat hasil hitung cepat tersebut.

Menjelang malam, Hary dan istrinya meninggalkan iNews Tower. Ia mengajak segelintir pengurus Perindo berkumpul di kantornya di MNC Tower yang jaraknya hanya sepelemparan batu. Di sana, Hary dan pengurus partai mengungkapkan kekecewaan.

Ketua Harian Perindo Muhammad Zainul Majdi bercerita, dalam pertemuan itu, mereka membandingkan hasil survei internal dengan angka hitung cepat. “Ternyata kerja dua tahun itu tak terlihat dan tak terkonversi menjadi suara. Ini jadi evaluasi kami,” ujar Tuan Guru Bajang—panggilan Zainul.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo memberikan keterangan setelah melantik jajaran pengurus Partai Perindo di Menteng, Jakarta, April 2023. Tempo/ Febri Angga Palguna

Dalam pertemuan di kantor Hary Tanoe, kata Zainul, para pengurus Perindo menilai terjadi kecurangan pemilu yang membuat raihan suara mereka lenyap di tempat pemungutan suara (TPS). Hary Tanoe pun meminta anak buahnya menghimpun hasil penghitungan dan rekapitulasi di TPS. Mereka juga membahas mekanisme pengamanan suara. 

Menurut Zainul, belakangan pengurus Perindo menerima berbagai laporan soal perbedaan hasil penghitungan suara di TPS dengan real count Komisi Pemilihan Umum yang ditampilkan di Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). “Di Sirekap, ribuan suara Perindo berkurang jadi beberapa ratus suara. Ini terutama terjadi di Jawa,” tutur mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat itu.

Ketua Perindo Bidang Politik Yusuf Lakaseng menilai kecurangan pemilu terjadi jauh sebelum hari pencoblosan. Misalnya ada dugaan penggunaan lembaga negara hingga operasi serangan fajar atau politik uang secara besar-besaran di berbagai daerah. “Partai kami sangat dirugikan dengan kecurangan ini,” kata Yusuf.

Pimpinan Perindo pun berembuk pada Rabu, 28 Februari 2024. Hasilnya, partai itu menyatakan menolak hasil Pemilu 2024. Mereka pun meminta pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum menggelar pemilu ulang.



Hingga Sabtu, 2 Maret 2024, pukul 1 pagi, hasil real count KPU menunjukkan baru delapan partai yang perolehan suaranya melebihi ambang batas parlemen. Pada Kamis, 29 Februari 2024, Mahkamah Konstitusi membatalkan aturan soal ambang batas parlemen. Namun putusan itu baru diberlakukan untuk Pemilu 2029.

Hilangnya suara pemilih tak hanya terjadi di Perindo. Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin juga menyatakan perolehan suara partainya berkurang di berbagai daerah. Ia mencontohkan, di Kecamatan Sindang Jaya, Kabupaten Tangerang, Banten, seharusnya Partai Buruh mendulang 560 suara. Saat penghitungan di kecamatan, tertulis partai itu mendapat 530 suara. 

“Laporan semacam ini terjadi di seluruh Indonesia,” kata Said kepada Tempo, Selasa, 27 Februari 2024. Berdasarkan hasil real count KPU hingga Sabtu, 2 Maret 2024, pukul 1 pagi, Partai Buruh mendapatkan 449.728 suara atau 0,59 persen suara nasional. Said pun mempersoalkan perbedaan perolehan suara yang tercantum di Sirekap KPU.

Dugaan kecurangan berupa perbedaan perolehan suara dalam aplikasi Sirekap menjadi sorotan publik. Pada 18 Februari 2024, KPU memutuskan menghentikan sementara rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Hari itu beredar surat dari KPU Kota Tangerang yang menyatakan penghentian rekapitulasi suara tersebut didasari arahan KPU pusat.

Komisioner KPU Idham Holik membantah informasi tersebut. Ia menyatakan KPU hanya mengikuti saran Badan Pengawas Pemilu pada 17 Februari 2024, yaitu agar KPU menghentikan sementara penayangan informasi perolehan suara. Dengan begitu, KPU bisa memperbaiki Sirekap agar bisa membaca data dari TPS dengan akurat. Sedangkan rekapitulasi tetap berjalan. 

Bukan hanya partai nonparlemen seperti Perindo dan Partai Buruh yang kebat-kebit dengan perolehan suara mereka. Partai Persatuan Pembangunan yang saat ini memiliki 19 anggota DPR pun belum tentu memiliki masa depan cerah di Senayan. Pada Sabtu, 2 Maret 2024, pukul 1 pagi, perolehan suara PPP baru 3,97 persen atau belum memenuhi ambang batas parlemen 4 persen.

Setelah pencoblosan, perolehan suara partai Ka’bah sempat menembus 4 persen. Namun, berselang beberapa hari, perolehan suara partai itu menyusut. Ketua Majelis Pertimbangan PPP Muhammad Romahurmuziy mengaku mendapat banyak laporan soal perolehan suara partainya yang hilang setelah penghitungan di TPS.

Pengurus PPP pun langsung meminta para calon legislator mengawal perolehan suara partai. “Sekecil apa pun harus kami jaga karena suara PPP sangat mepet dengan ambang batas parlemen,” ucap Romahurmuziy kepada Tempo di rumahnya, Rabu, 21 Februari 2024.

Salah satu laporan yang diterima Romahurmuziy datang dari Budi Wahono, calon anggota DPR dari daerah pemilihan Sulawesi Utara. Budi mengaku awalnya semringah saat melihat hasil perolehan suaranya di aplikasi Sirekap mencapai 11 ribu, sehari setelah pencoblosan. Calon legislator bernomor urut satu ini mulai melihat peluang dilantik sebagai anggota DPR.

Namun, tiga hari kemudian, perolehan suara yang didapat Budi tiba-tiba merosot menjadi kurang dari sepertiga, yaitu 3.620 suara. “Saya kaget karena angkanya berkurang jauh sekali. Sekarang anehnya turun lagi jadi tinggal 2.786 suara,” ujar Budi saat ditemui Tempo, Rabu, 28 Februari 2024.

Budi baru pertama kali menjadi calon legislator. Ia kesulitan menjalankan instruksi partai untuk menjaga perolehan suara. Budi tak bisa memantau rekapitulasi suara di tingkat kecamatan karena ia tak bisa membayar saksi untuk memantau di sana. Maka Budi hanya bisa memandangi deretan angka di aplikasi Sirekap. Pada Sabtu, 2 Maret 2024, pukul 11.30, perolehan suara Budi kembali berkurang menjadi 2.780.

Peran saksi untuk partai dan calon legislator sangat krusial dalam penghitungan dan rekapitulasi suara. Tanpa saksi yang memadai di tingkat TPS dan kecamatan, calon legislator sulit mengakses formulir C1 yang menunjukkan perolehan suara setiap partai dan calegnya. Pada titik inilah perolehan suara caleg atau partai bisa berubah.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, mengatakan formulir C1 bisa digunakan untuk membandingkan antara perolehan suara di tingkat TPS dan Sirekap. “Sering terjadi, caleg tak mengetahui bahwa suaranya sudah diambil orang lain,” kata Khoirunnisa pada Jumat, 1 Maret 2024.



Masalahnya, biaya untuk saksi bisa sangat mahal. Ketua Dewan Pimpinan Pusat Perindo Effendi Syahputra mengatakan saksi di tingkat kecamatan mendapat upah Rp 200 ribu per hari. Untuk menjaga perolehan suara di kecamatan selama sekitar 14 hari, setidaknya dibutuhkan 12 saksi. Jika satu daerah pemilihan terdiri atas lima kecamatan saja, dibutuhkan biaya Rp 168 juta.

Menurut Effendi, Perindo memang menyiapkan saksi dan menanggung honornya. Namun hanya satu-dua orang yang dibayari oleh partai. “Ini sangat tidak cukup,” tutur Effendi saat dihubungi via telepon oleh Tempo, Rabu, 28 Februari 2024.

Untuk mengakali minimnya saksi, para calon legislator akhirnya memutuskan membeli formulir C1. Umumnya mereka membeli dari petugas panitia pemilihan kecamatan atau dari panitia pengawas. Tiga caleg yang diwawancarai Tempo menyebutkan biaya yang dikeluarkan untuk membeli C1 bisa mencapai Rp 10-50 juta, tergantung negosiasi.

Partai Buruh mengawal unjuk rasa buruh pada hari pertama kampanye terbuka di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, November 2023. Tempo/Prima mulia

Effendi menyebutkan Perindo juga meminta calegnya yang berduit membeli dokumen tersebut. Tujuannya sebagai pembanding data suara di Sirekap. “Ada saja sumbernya di lapangan. Ada yang jual per kecamatan, per kelurahan, bahkan ada juga ada yang beli satu dapil,” ucap Effendi.

Adapun Partai Buruh yang tak memiliki dana kampanye berlimpah menempuh cara lain untuk menjaga suara, yaitu mendorong calegnya terjun langsung menjadi saksi. Namun caleg yang merangkap saksi ini kerap ditolak di kecamatan karena tak membawa surat mandat dari partai. Bahkan panitia pemilihan kecamatan melarang caleg masuk dengan alasan ruangan penuh. 

Ketua Tim Khusus Pemenangan Partai Buruh Said Salahudin mengatakan kondisi itu sangat merugikan partainya. “Saksi kami terbatas dan sering dilarang masuk oleh panitia. Jelas kami kesulitan mengetahui hasil penghitungan suara,” kata Said. Ia pun pasrah partainya mustahil melewati ambang batas parlemen.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Han Revanda Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Minim Saksi Suara Terbeli"

Egi Adyatama

Egi Adyatama

Wartawan Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus