AMNESTI Internasional tahun lalu mendapatkan Hadiah Nobel untuk
perdaunaian. tapi tak semua orang bertepuk. Pekan lalu seorang
pejabat Meksiko menuduh Amnesti sebagai hanya mencari
publisitas. Pejahat itu. Wakil Jaksa Agung Samuel Alva menantang
Amnesti untuk membuktikall tuduhannya bahwa 21 orang telah
lenyap (diculik pemerintah?) di Meksiko.
Beberapa hari sebelumnya, William F. Buckley Jr., seorang
intelektuil konservatif AS yang telah lama jadi anggota Badan
Penasihat Amnesti mengundurkan diri. Ia tak setuju seperti
ditulisnya dengan tajam dalam International Herald Tribune 9
Januari yang lalu. sikap Amnesti yang memperjuangkan hapusnya
Hukuman mati.
Di Indonesia nama Amnesti juga kurang enak didengar. Organisasi
ini di masa Orde Lama pernah memperjuangkan dibebaskannya
Moehtar Lubis, tokoh pers yang selama 9 tahun ditahan di rumah,
rumah tahanan di Jakarta dan Madiun. Di masa Orde Baru Amnesti
terutama memperjuangkan pembebasan tahanan G.30.S/PKI seraya
menuduh bahwa tahanan politik di Indonesia jumlahnya antara
55.000 sampai 100.000.
Maka bukan sesuatu yang aneh para pejabat Indonesia menuduh
Amesti sebagai membesar-besarkan angka. Dalam sebuah tulisan
untuk Far Eastern Economic Review awal bulan lalu. Jusuf
Wanandi dari CSIS (Centre for Strategic and International
Studies) di Jakarta, menunjukkan bahwa sumber keterangan Amnesti
memang tidak obyektif. Salah satunya adalah dari Carmel
Budiardjo seorang wanita bekas anggota Partai Komunis Inggeris
yang suaminya masih ditahan di Indonesia. Mochtar Lubis sendiri.
sementara ia bergembira atas dibebaskannya 10.000 tahanan
baru-baru ini, mengatakan kepada wartawan TEMPO Slamet
Djabarudi: Memang diakui belakangan ini bahwa Amnesti lebih
didominasi unsur-unsur kiri yang meminta pembebasan orang
komunis.
Huang Wen-hsien dari Seksi Riset Asia Amnesti Internasional.
dalam keterangannya kepada pembantu TEMPO di London Gabriel Gay
membantah warna itu. Jika kami punya warna ideologis itu
adalah deklarasi PBB tentang Hak-hak Asasi. Dan terhadap kritik
yang ditujukan kepada Amnesti Sekretaris Jenderalnya Martin
Ennals mengatakan: Kebanyakan orang setuju pada apa yang kami
lakukan, tapi hanya ketika sorotan kita arahkan kepada mereka
mereka mulai ragu.
Tongkat
Di bawah ini petikan tanya jawab TEMPO dengan Martin Ennals dan
Huang Wen-hsien di London:
Sebagai garansi terhadap ke cenderungan politis (political
bias) apapun ujar Huang, mesti melakukan pekerjaannya secara
pribadi-pribadi. Juga. Amnesti bisa saja membela siapa pun. Tak
peduli dia komunis atau bukan.
Di Indonesia misalnya. A.I. telah bekerja menuntut pembebasan
tahanan Gestapu Malari. PNI bahkan tahanan dalam kasus Irian
Barat. Mengenai keanggotaannya sendiri sekitar 170 ribu orang di
105 negara kedua pengurus A.I. itu mengungkapkan betapa mereka
bervariasi dari jutawan sampai mahasiswa miskin dan pastor yang
konservatif. Walaupun Huang tak menutup kemungkinan sejumlah
anggotanya berhaluan Kini baru.
Betapapun ada kesan bahwa A.I. kurang menyorot negeri-negeri
sosialis yang tertutup. Laporan tahunan 1977 misalnya
menyebutkan bahwa "Amnesti tak berhasil memperoleh informasi
tentang pelanggaran hak-hak asasi di Korea Utara. Walaupun
diduga, ada sensor total terhadap berita-berita pelanggaran
hal-hak asasi di negeri Kim II-sung itu. Apapah itu berarti
bahwa A.I. hanya mampu bekerja secara efektif dalam masyarakat
yang terbuka? Artinya mau menanggapi opini di luar negeri?
Huang, agak hati-hati menjawab pertanyaan ini. "Kami tak mau
mencampuri kedaulatan masing-masing negara untuk menentukan
sistim sosial dan politiknya sendiri. Hanya saja mereka
menginginkan negara-negara itu - sekali lagi- mengakui Deklarasi
PBB tentang Hak-Hak Asasi Manusia. Tongkat pengukur A.I. untuk
itu: "peradilan yang adil (fair trail) dan bila tak terbukti
mereka pernah menggunakan atau menganjurkan kekerasan supaya
segera dibebaskan bila terbukti tak bersalah.
Tapi apa artinya fair trail di negeri sosialis seperti Kamboja.
di mana ratusan orang dikabarkan telah dihukum mati? Laporan
tahunan A.I. 1977 tentang Cina dan Indo-Cina memang ada
menyebutkan tentang hukuman mati setelah peralihan kekuasaan di
Tiongkok. kamp "pendidikan kembali" (re-education camp) di
Vietnam dan Kamboja serta 50 ribu orang tahanan di Vietnam atau
5% dari seluruh penduduk yang tercatat.
Bagaimana pun, tak semua orang sudah puas dengan kampanye A.I.
selama ini. Termasuk dubes Inggeris sendiri. Sir Johan Ford
dalam konperensi pers Senin kemarin. "Di dunia Barat" kata dubes
pertama yang secara resmi mengunjungi Pulau Buru ada anggapan
menyamakan kamp Buru itu dengan Gulag. Tapi setelah dia ke sana.
dianggapnya bukan dalam segala hal bukan bandingan kamp-kamp
Rusia seperti yang digambarkan Alexander Solzenithsin dalam
bukunya, Gulag Archipelago.
Tapi dia juga punya kritik. Kepada Kopkamtib sang dubes telah
mengutarakan pendapatnya tak baik kalau penglepasan itu dirusak
oleh kekeliruan administrasi Khususnya dia mengutip kasus dua
keluarga di sana yang tadinya mengira akan dibebaskan, dan telah
menjual semua miliknya, tapi kenyataannya mereka belum
dibebaskan. Katanya: "Saya tak setuju dengan penahanan secara
sewenang-wenang (arbitrary detention)".
Tahanan mengira akan dibebaskan dan belum menjual semua
miliknya, tapi kenyataannya mereka belum dibebaskan. Katanya:
"Saya tak setuju dengan penahanan secara sewenang-wenang
(arbitrary detention)."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini