Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ali Moertopo Kembali Lagi

Ali moertopo memberikan keterangan tentang perkembangan politik di ri. perundingan pdi "hasil kongres" dengan pdi "tandingan" yang dihadiri yoga sugama dan ali moertopo menghasilkan pdi "hasil kompromi". (nas)

21 Januari 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENAMPILANNYA di Press Club. Jakarta, dinilai orany sebagai "pemanasan" (warming-up). Maklum. Jenderal yang biasanya sering pidato itu hampir setengah tahun tak terdengar suaranya. Timbul macam-macam dugaan mengapa Letjen Ali Moertopo. 54. seakan tersingkirkan dari peredaram Tapi yang pasti, seperti diucapkannya di Press Club yang dihadiri oleh banyak wartawan dalam negeri dan asing,"kesehatan mata saya telah berangsur pulih, setelah mengalami operasi beberapa waktu lalu dan Insya Allah mulai awal setahun ini saya sudah bisa kembali bekerja socara aktif." Ada hal lain yang tentunya membuat lega Wakil Kepala Bakin itu. Harris, 18, anak Ali Murtopo, tersangka dalam peristiwa penembakan di SMA Jl. Batu, Jakarta, sejak beberapa waktu lalu telah dinyatakan bebas oleh pengadilan. Maka tak lupa ia mongucap 'syukur telah dapat melewati musibah itu tengan penuh ketabahan." Jenderal Ali membacakan keterangan yang 17 lembar dengan melepaskan kaca-mata. Ia tak tampak seangker dulu. Mungkin karena kaca-mata hitamnya kini agak bening. Ia juga mengaku lebih berat 6 kilo, karena tidur dan makan yang teratur di rumah sakit. Tak ada yang baru dari keterangannya tapi seperti biasa menyentuh banyak soal. Ia kembali mengulangi teori pendulum-nya yang melihat perkembangan politik di Indonesia kini "bergerak tari kiri ke kanan dan sebaliknya." Ia juga menguatkan lagi dukungannya kepada Presiden Soeharto dan Sri Sultan sebagai Presiden dan Wakil Presiden untuk masa lima tahun mendatang. Kepada generasi muda yang kini aktif unjuk sikap, ia minta agar 'pandai-pandai membaca peta politik di Indonesia." Tentang masalah internasional, ia antara lain mengingatkan perlunya dipasang para pejabat yang mengerti masalah bisnis, apalagi karena berkurangnya pendapatan kita dari ekspor minyak (lihat Ekonomi-Bisnis). Banjir dan PDI Tapi esoknya, selepas melapor pada Presiden di Bina Graha, ada juga berita yang disampaikan Ali Murtopo. Ia menyatakan bahwa Presiden tak akan sampai menempuh jalan dengan membekukan partai PDI yang lagi ricuh itu. Ketika di Press Club ia juga menyatakan menerima baik undangan dari kelompok Mh. Isnaeni untuk memberi sambutan pada HUT PDI ke-5 yang akan diadakan di Sala. Maka mengingat acara itu akan berlangsung 17 Januari ini - tapi kemudian diundur jadi 24 Januari dengan alasan "takut ada banjir" di kota - Ali Murtopo merasa yakin keributan itu sudah bisa mencapai penyelesaian sebelum tanggal 17 itu. Banjir atau tidak, seorang pembantu dekatnya beranggapan "pak Ali tentu ingin ke Sala kalau urusan PDI itu sudah beres." Dengan kata lain, ia "tak ingin menimbulkan kesan yang memenangkan satu pihak saja." Terkabul. Pada pukul satu siang 16 Januari, timbul kompromi antara PDI hasil kongres dengan PDI 'tandingan'. Kompromi itu lahir di markas besar Bakin di Jl. Sonopati dekat Senayan, setelah ricuh selama dua bulan. Berunding selama 3 jam, dihadiri Ka Bakin Yoga Sugama dan Waka Bakin Ali Murtopo, kedua kelompok pimpinan PDI itupun berhasil menyusun daftar anggota DPP penyatuan. Hasil kompromi yang digodok di Bakin itu akhirnya tetap menampilkan Sanusi Hardjadinata sebagai ketua umum. Ia didampingi tak kurang dari 15 ketua, masing-masing: Mh. Isnaeni menggantikan Gde Djaksa, A. Wenas, Wignyosumarsono, Achmad Sukarmadidjaja, Muhidin Nasution, Sunawar Sukowati Tahamata, J. Palaunsuka, Andi Tanri. JB Andries, Hardjanto Sumodisastro, TAM Simatupang, R.G. Duriat, Prof. Usep Ranawidjaja dan A. Madjid. Adapun Sekjen PDI tetap dipegang Sabam Sirait dengan beberapa wakil, a.l. Aberson, dr Adi Tagor, Djon Pakan dan V.B. Da Costa. Sedang Bendahara Umum ada',ah G. Sani Fenat dibantu 4 bendahara, a.l. Ny. Walandou. Dari kelompok Sanusi ada beberapa yang tak masuk, antara lain Gde Djaksa dan Rasyid Sutan Raja Mas. Sedang dari PDI 'tandingan' semuanya masuk, kecuali Marsoesi dari Jawa Timur. Bisa dipastikan ada yang tak senang dengan PDI hasil kompromi ini. Tapi Ali Murtopo, seperti kata seorang yang hadir, tertawa lebar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus