Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, Yayasan Guru Belajar, dan UNICEF meluncurkan buku panduan Praktik Pembelajaran Literasi Kelas Awal untuk Guru.
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Iwan Syahril menjelaskan buku panduan ini bertujuan untuk membekali guru dalam membantu murid pulih dari learning loss.
Learning loss atau kondisi hilangnya pengetahuan dan keterampilan murid diperparah oleh pandemi Covid-19. Hal tersebut dapat dilihat dari rendahnya kemampuan literasi dan numerasi.
“Hasil asesmen Kemendikbudristek tahun 2021 yang diikuti oleh 6,5 juta peserta didik, satu dari dua peserta didik belum mencapai kemampuan minimum literasi, dua dari tiga peserta didik belum mencapai peserta kemampuan minimum numerasi,” ungkap Iwan dalam peluncuran buku secara daring pada Selasa, 21 Maret lalu.
Kondisi learning loss dengan angka tinggi berada di wilayah Papua dan Papua Barat, di mana penelitian UNICEF menemukan bahwa 30 – 70 persen siswa kelas 3 di kabupaten tertentu tidak bisa membaca.
Merespons hal tersebut, buku panduan ini secara khusus disusun untuk guru-guru di daerah terpencil. Buku panduan ini juga dirancang agar dapat digunakan secara mandiri oleh guru, termasuk dalam menentukan strategi yang sesuai dengan kebutuhan murid.
“Dukungan serta gotong royong dari seluruh ekosistem akan mempercepat langkah-langkah pemulihan. Sekali lagi berterima kasih pada dukungan dan kerjasama dari UNICEF Indonesia, Yayasan Guru Belajar, guru-guru dan semua sekolah di provinsi Papua dan Papua Barat serta seluruh ekosistem masyarakat yang mendukung,” tutur Iwan.
Ketua Yayasan Guru Belajar Bukik Setiawan berharap buku panduan ini sekaligus menghapus miskonsepsi literasi yaitu murid hanya diarahkan untuk menyelesaikan tugas membaca dan menulis tanpa diberikan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir.
“Pembelajaran literasi seharusnya melampaui pembelajaran membaca dan menulis saja. Namun juga melibatkan pembelajaran berpikir kritis dan kreatif dalam mengolah informasi dan pengetahuan, serta mengembangkan kemampuan komunikasi yang efektif,” terang Bukik.
Bukik menjelaskan buku panduan ini memiliki lima ciri esensial. Pertama, mempunyai tujuan mendasar dan terintegrasi, sehingga guru memiliki waktu untuk mempelajari, mencoba, dan melakukan perbaikan.
Kedua, mengajar pada tingkat yang tepat, karena sudah lengkap dengan penilaian awal pembelajaran dalam bentuk sederhana. Hal ini akan membantu guru memahami perkembangan literasi murid mereka.
Ketiga, pembelajaran berbasis kompetensi, bukan hanya pengetahuan. Keempat, adanya penerapan pembelajaran berdiferensiasi sederhana. Kelima, pembelajaran kontekstual, sehingga aktivitas murid nantinya tidak hanya di dalam kelas namun juga di rumah dan masyarakat.
“Selain itu ada ciri praktisnya. Praktis, mudah, dan sistematis. Praktis karena bisa langsung digunakan oleh guru. Mudah, karena tidak membutuhkan pelatihan khusus untuk menggunakannya. Sistematis karena akan menuntun guru mengaitkan asesmen awal pembelajaran, tujuan pembelajaran, dan pilihan strategi diferensiasi,” jelas Bukik.
Menurutnya, buku panduan ini bukan hanya merupakan terobosan pendidikan Indonesia, namun juga global. Oleh karena itu, Bukik mengajak semua pihak yang peduli pada masa depan anak Indonesia untuk menyebarluaskan buku panduan ini, yang dapat diunduh melalui guru.kemdikbud.go.id.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini