Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pengurus Daerah Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi mengatakan tak ada pembicaraan ihwal kompensasi dari partainya lantaran ia urung dicalonkan dalam pemilihan gubernur Jawa Barat (pilgub Jabar 2018). Dedi menegaskan dirinya tak memerlukan kompensasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya kan enggak butuh kompensasi. Yang saya butuhkan itu adalah integritas pengelolaan partai," kata Dedi melalui telepon pada Senin, 6 November 2017.
Baca: Idrus Marham Sebut Dedi Mulyadi Tak Mungkin Khianati Golkar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan partainya akan memberikan kompensasi untuk Dedi Mulyadi. "Tentu kami pikirkan, Kang Dedi akan diperhatikan oleh partai," ujar Ace di kantor Saiful Mujani Research and Consulting, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 2 November 2017.
Dedi mengatakan keputusan Partai Golkar mencalonkan Ridwan Kamil dan Daniel Mutaqien Syaifuddin menggerus dukungan suara di Jawa Barat. Dia memperkirakan, penurunan elektabilitas partai terjadi karena buruknya pengelolaan politik.
"Di tempat lain (elektabilitas) Golkar 3 persen dan 2 persen, yang tersisa tinggal Sulsel dan Jabar. Tapi Sulsel kan pemilihnya cuma 3 juta, Jabar kan 33 juta," ujar Dedi. Bupati Purwakarta ini sebelumnya memilih diam saat dimintai keterangan terkait Golkar yang batal mengusungnya maju pilgub Jabar 2018.
Baca: Golkar Dukung Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi Malah Dapat Untung
Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengumumkan pencalonan Ridwan Kamil dan Daniel Mutaqien pada 27 Oktober 2017. Akhir pekan lalu, Idrus menunjukkan surat keputusan pencalonan itu pada Ridwan Kamil di Bandung.
Dedi mewanti-wanti jangan sampai disebut meninggalkan Golkar setelah batal diusung oleh partainya maju pilgub Jabar. Dia mengatakan, selama menjadi kader dan Ketua DPD, elektabilitas Golkar di Jawa Barat sempat meningkat dari 8 persen menjadi 18 persen.
"Tidak boleh ada kalimat saya meninggalkan Golkar. Saya di Golkar berada pada doktrin karya dan kekaryaan. Kalau Golkar mengalami penurunan (elektabilitas), berarti saya dong yang ditinggalkan," ujarnya sembari terkekeh.