SEBUTAN "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" -- seperti disebut dalam hymne guru -- sebenarnya tak berlebihan. Apalagi buat para guru di pelosok yang terpencil. Di samping terasing dari keramaian kota, langka transportasi dan komunikasi, penghasilan mereka pun tak seberapa. Misalnya Senan, Pak Guru di pulau terpencil Jaring Halus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Ayah 3 anak itu telah 15 tahun menjadi guru SD di Jaring Halus. Ketika kebanyakan orang masih terlelap tidur, pukul 3 dini hari, Senan beranjak dari rumahnya di Secanggang, menuju ke dermaga untuk menyeberang laut dengan sampan bermuatan es ke tempat kerjanya. Setelah menempuh perjalanan darat dan laut, Senan tiba di sekolah pukul 07.30. Pulangnya, ia masih harus bersabar menunggu hingga sore meski sekolah telah usai beberapa jam sebelumnya. Sebelum sore, laut sungguh tak dapat diajak kompromi karena surut. Begitulah tiap hari yang dilakukan Senan. "Hujan seperti apa pun harus berangkat," kata pria berusia 39 tahun itu. Selain perjalanan panjang dan sulit, untuk mencapai tempat kerja yang terpencil pun makan ongkos tak sedikit. Maka, para guru lalu mengacungkan jempol kepada Pemda Kabupaten Langkat, yang sejak dua tahun lalu telah menyisihkan anggarannya untuk insentif bagi para guru di daerah terpencil. "Ayah saya bekas guru SD," kata Bupati Langkat, Zulfirman Siregar. Tampaknya ia memang memahami kesulitan yang diderita para guru, terutama di pelosok terpencil. Dengan dana sekitar Rp 33,5 juta, pada tahun 1990, Pemda Langkat membagikan "uang gembira" kepada 682 guru dan penjaga SD. Hasilnya, tiap orang kebagian Rp 47.000. Yang lebih melegakan para guru adalah ide Bupati Langkat itu kemudian diikuti Pemda Sumatera Utara. Kepada 3.500 guru SD di tempat terpencil di provinsi itu, Pemda membagikan insentif Rp 7.500 per orang tiap bulan. Pembayarannya dilakukan setiap enam bulan., Propinsi Sum-Ut menyediakan anggaran Rp 315 juta setahun untuk membayar "bonus terpencil" itu. Insentif -- walau tak besarw tampaknya sangat berarti bagi para guru. Selain gaji, mereka hanya punya tambahan tunjangan fungsional dan perumahan. Tunjangan fungsional kepala sekolah Rp 10 ribu dan guru Rp 7 ribu, yang dibayarkan setiap triwulan. Akan halnya perumahan? "Fasilitas perumahan, ada yang dapat tapi banyak guru yang belum mendapatkannya," kata Kepala Dinas Departemen P dan K Sumatera Utara, Baharuddin. Ia pun berharap agar kabupaten lain meniru Langkat. Maksudnya, agar para guru menerima perangsang dobel, baik dari propinsi maupun kabupaten. "Semakin banyak yang memberi, semakin bagus. Apalagi kalau pemerintah pusat juga memberi insentif itu," katanya. Penghasilan guru, menurut F.J. Pinem, Wakil Ketua PGRI Sum-Ut, pada umumnya memang belum cukup untuk hidup. Apalagi guru yang bertugas di pelosok. Mereka tampaknya kurang mendapat perhatian. "Ibaratnya, siapa yang dekat api akan lebih terasa panas," kata Pinem kepada Irwan Siregar dari TEMPO. Ia mengakui bahwa PGRI memang tak mampu memberikan insentif bagi anggotanya. Yang sudah dilakukan organisasi para guru itu adalah mengusulkan kenaikan pangkat otomatis bagi guru. "Itu usulan PGRI yang dikabulkan Pemerintah," katanya. G. Sugrahetty Dyan K. (Jakarta), Mukhlizardi Mukhtar, Sarluhut Napitupulu (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini