Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Buah Gerilya Panglima Sagoe

Bergerilya ke desa-desa menjaring suara, panglima Sagoe dan aktivis Sira adalah mesin kemenangan Irwandi dan Nazar dalam pilkada Aceh pada awal pekan lalu.

18 Desember 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rapat itu berlangsung di sebuah rumah kecil di Muara Dua, Lhokseumawe, beberapa saat sebelum kampanye pemilihan gubernur Aceh digelar pada awal Desember. Dua puluh anak muda meriung di lantai. Mereka adalah mantan gerilyawan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan aktivis Sidang Istimewa Rakyat Aceh (SIRA). Agenda pertemuan malam itu membahas siasat merebut kursi gubernur dan walikota Lhokseumawe.

Jelang pagi kesepakatan diketuk. Semua kader diwajibkan bergerilya ke ke desa-desa untuk menjual sang calon mereka. Sejak saat itu anak-anak muda ini naik- turun naik gunung membina kader sekaligus merebut simpati untuk Irwandi. Taktik ini mereka terapkan di seluruh Aceh. Hasilnya? Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar yang dijual para panglima Sagoe unggul dalam pemilihan kepala daerah Nangroe Aceh Darusslam. Panglima Sagoe adalah suatu struktur militer GAM—setingkat Komando Rayon Militer (Koramil) dalam tubuh Tentara Nasional Indonesia.

Hingga Jumat pekan lalu, Irwandi dan Nazar meraup 27 persen dari satu juta suara yang sudah masuk ke panitia pemilihan. Jumlah itu jauh di atas pasangan Humam Hamid yang duduk di posisi kedua dengan perolehan sekitar 18 persen suara. Irwandi menang di 15 dari 21 kabupaten di Aceh. Walau jumlah suara yang belum masuk sekitar satu setengah juta, sejumlah pihak meramalkan pasangan Irwandi dan Nazar bakal keluar sebagai pemenang.

Di Lhoksumawe, Munir Usman dan Suadi Yahya yang di usung GAM juga dipastikan bakal menjadi walikota. Calon GAM juga dipastikan merebut kursi bupati di tujuh kabupaten.

Jakarta seperti meriang mendengar hasil dari Naggroe. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung menggelar rapat kabinet bidang politik dan kemanan. Beberapa saat sebelumnya, sejumlah lembaga yang menggelar perhitungan cepat mengumumkan keunggulan Irwandi dan Nazar.

Sumber Tempo yang dekat dengan Istana menuturkan, Presiden gusar dengan kemenangan kandidat GAM. Presiden kabarnya sempat marah karena para bawahannya selama ini selalu melaporkan bahwa kekuatan Irwandi itu kecil. ”Selama ini Presiden selalu terima laporan yang asal bapak senang,” kata sumber tersebut.

Andi Maranggeng, juru bicara Presiden, membantah hal ini. ”Tidak benar Presiden marah dengan kemenangan Irwandi,” katanya Presiden Susilo, sambungnya, senang karena pilkada di Aceh berlangsung aman.

Tapi kecemasan tetap saja merebak sebab hingga kini GAM masih berdiri tegak. Karena itu mereka mendesak jika sudah jadi gubernur, Irwandi harus membubarkan GAM, yang selama ini bercita-cita memerdekakan Aceh. Irwandi, kata Muladi–Gubernur Lemba-ga Ketahanan Nasional (Lemhanas) harus membubarkan GAM jika sudah jadi gubernur. Kalau tidak mau, dia menambahkan, ”Komitmen Irwandi terhadap negara kesatuan Republik Indonesia diragukan.”

Membubarkan GAM tampaknya bukan urusan gampang bagi Irwandi. Sebab jaringan gerakan inilah yang menjadi mesin utama kemenangannya. Hampir seluruh anggota tim sukses Irwandi ditingkat propinsi juga petinggi GAM.

Sofyan Dawood, juru bicara GAM, yang dulu kerap memimpin pertempuran melawan militer Indonesia, adalah penasehat dan juru kampanye Irwandi ”Saya pilihkan kandidat yang paling pantas memimpin Aceh,” pekiknya dengan lantang.

Sofjan Dawood juga amat berjasa memotong dukungan tetua GAM di Swedia untuk pasangan Humam Hamid dan Hasbi Abdullah. Sehari setelah kampanye pemilihan gubernur dimulai, Muzakir Manaf-Panglima militer GAM- menggelar siaran pers. Isinya, membatalkan dukungan untuk Humam.

Dalam siaran pers itu Muzakir memang ”hanya” mengatakan bahwa pimpinan GAM menyerahkan pilihan kepada rakyat. Toh, sejak saat itu warga lapisan bawah kian leluasa menyokong Irwandi. Di tingkat kabupaten dan kecamatan, mesin utama Irwandi adalah para panglima Sagoe. Mereka bergerilya hingga pegunungan untuk menjelaskan pentingnya memilih Irwandi dan Nazar sebagai pemimpin Aceh.

Kesuksesan gerilya para panglima itu berkat sokongan penuh dari aktifis SIRA yang juga memiliki stuktur yang kuat hingga ke tingkat kecamatan. ”Kami mengumpulkan seluruh komisariat SIRA kecamatan mendukung pasangan ini,” ujar Abu Zar Marzuki ketua Konsulat Sira Wilayah Pasee, Aceh Utara.

Sidang Istimewa Rakyat Aceh (SIRA) memang amat populer di kalangan anak muda. Terutama, mahasiswa di seantero Aceh. Organisasi ini lahir dari kampus. Bermula dari Kesatuan Mahasiswa Aceh tahun 1998 yang menuntut 80 persen dari hasil bumi provinsi itu digunakan untuk daerah.

Beberapa bulan kemudian para mahasiswa mengubah nama gerakannya menjadi Koalisi Aksi Reformasi Mahasiswa Aceh (Karma). Organisasi ini adalah gabungan 42 Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di seluruh Aceh. Tuntutan mereka sama saja. Delapan puluh persen hasil bumi Aceh kembalikan ke Tanah Rencong.

Merasa tuntutan itu tidak dipenuhi juga mereka mengancam menggelar referendum. Sejak itu, gerakan kaum muda ini berubah menjadi gerakan politik.

Mereka bergabung dengan Komite Pemuda Aceh Serantau (KNPAN) menggelar Kongres pemuda Aceh. Isinya, menuntut referendum. Kongres juga bersepakat membentuk SIRA, sebuah organisasi baru leburan dari semua kelompok gerakan. Muhammad Nazar, yang kini berpasangan dengan Irwandi Yusuf terpilih sebagai koordinator gerakan baru.

Di bawah Nazar SIRA dengan cepat membiak. Mereka mendirikan enam ribu posko mahasiswa di seluruh Aceh. Hampir semua penggeraknya mahasiswa dan pemuda. Nazar berkali-kali menggelar pertemuan akbar yang melibatkan massa dalam jumlah ribuan. Tanggal 8 November 1999, dia melangsungkan Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum Aceh (SU-MPR), di Banda Aceh. Sekitar 20 ribu kebih manusia tumpah di acara ini.

Dua tahun kemudian kelompok ini menggelar Sidang Istimewa Rakyat Aceh (Sira-Rakan) dihadiri sekitar 25 ribu orang. Sejak saat itu Muhammad Nazar mulai berkilau dikalangan gerakan mahasiswa dan pemuda Aceh.

Ketika Irwandi Yusuf dan Muham-mad Nazar bergabung dalam perebutan kursi gubernur, sejumlah kalangan menyebut keduanya ibarat persekutuan dua partai besar. Hasilnya, mereka mampu mengalahkan calon yang diusung partai-partai politik yang pernah menjulang di Aceh. Seperti Partai Persatuan Pembangunan(PPP) dan Partai Golkar.

Bertahun-tahun gagal dengan perjuangan senjata, para panglima Sagoe ternyata mampu bermain dengan gemilang di latar politik. Dan Irwandi punbersiap melangkah ke kursi gubernur

Wens Manggut (Jakarta), Eduardus Karel Dewanto dan Adi Warsidi (Banda Aceh), Imran MA (Lhokseumawe)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus