Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SYAMSIR Siregar seperti kehilangan senyum. Sebatang rokok tak lepas dari bibir Kepala Badan Intelijen Negara itu. Mondar-mandir di lobi Swiss Bel Hotel, Banda Aceh, Senin malam pekan lalu, ia baru saja mendengar pengumuman hasil penghitungan cepat suara pemilihan gubernur Aceh.
Ada dua kelompok yang mengumumkan hasil penghitungannya: Lingkaran Survei Indonesia yang bekerja sama dengan Lembaga Pemantau Pemilu Jaringan Isu Publik, dan Lembaga Pemantau Jujur dan Adil Aceh bersama National Democratic Institute. Lembaga-lembaga itu menyimpulkan bahwa Irwandi Yusuf, mantan tentara Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mengungguli enam kandidat lainnya.
Segera setelah pengumuman usai, Syamsir bergegas meninggalkan lobi, menuju restoran hotel bersama Denny J.A., Direktur Lingkaran Survei Indonesia. Beberapa saat sebelumnya, Irwandi Yusuf, yang malam itu menjadi bintang, lebih dulu masuk restoran.
Kepada Tempo, Denny mengaku membicarakan hasil penghitungan cepat pemilihan gubernur oleh lembaganya itu dengan Syamsir. ”Beliau bertanya, seberapa besar kebenaran hasil quick count ini,” katanya, Kamis pekan lalu.
Syamsir sebetulnya keberatan dengan pengumuman hasil penghitungan oleh lembaga-lembaga itu. Apalagi Komisi Independen Pemilihan rencananya baru akan menyampaikan hasil penghitungan resmi pada 2 Januari nanti. Namun Denny meyakinkan, penghitungan lembaganya dilakukan secara ilmiah.
Sumber Tempo menyebutkan, Syamsir diberi tugas khusus oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memantau pemilihan di Aceh. ”Merdeka Utara (Istana Presiden—Red.) tidak happy dengan hasil pemilihan,” kata perwira tinggi yang dekat dengan kalangan Presiden itu.
Heru Lelono, staf khusus Presiden bidang otonomi daerah, membantah informasi itu. Menurut dia, Presiden menerima siapa pun pemenang pemilihan Gubernur Aceh. Hal itulah yang disampaikan Presiden kepada Panglima Tentara Nasional Indonesia, Marsekal Djoko Suyanto, ketika keduanya bertemu pada Selasa pagi. ”Presiden bahkan meminta proses penghitungan dikawal sampai akhir, agar tidak terjadi kecurangan,” tuturnya.
Pemerintah pusat memang sangat berkepentingan terhadap jalannya pemilihan di Aceh. Ini adalah pertama kali penduduk di bekas wilayah konflik itu serentak memilih gubernur dan bupati. Itu sebabnya, sejumlah petinggi Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan pun dikirim ke sana.
Tim itu dipimpin Brigadir Jenderal Polisi Harry Montolalu, Asisten Deputi Keamanan Nasional Bidang Intelijen dan Kerja Sama Keamanan. Pada Senin malam itu, anggota tim tampak sibuk memantau pengumuman hasil hitung cepat. Sebagian ikut mengambil lembaran data yang disediakan panitia. ”Kami hanya memantau,” kata Harry mengelak, ketika ditanya wartawan Tempo.
Mantan Direktur Reserse Kepolisian Daerah Metro Jaya itu menyatakan, Kementerian Koordinator Politik mengirim beberapa tim. Anggotanya ada yang tentara, polisi, atau sipil. Sebagian tim tiba beberapa pekan sebelum kampanye. Lainnya menyusul pada saat kampanye dan pemungutan suara.
Hasil pemantauan tim Harry Montolalu itu lalu dibahas oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Widodo Adi Sutjipto, Menteri Dalam Negeri Moh. Ma’ruf, dan Syamsir Siregar. Rapat tak terjadwal itu digelar di kantor Ma’ruf di Jakarta.
Widodo seusai rapat menyatakan bah-wa pemerintah tak khawatir dengan kemungkinan Irwandi Yusuf yang didukung GAM menang. Mantan Panglima TNI itu menambahkan, ”Yang menang dalam pemilihan kepala daerah pada hakikat-nya adalah warga negara Indonesia.”
Budi Setyarso, Eduardus Karel D (Banda Aceh)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo