INSINYUR Widayat, Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Tengah
mungkin adalah pejabat yang paling banyak disorot di
Palangkaraya belakangan ini. Terutama setelah harian Banjarmasin
Post -- yang juga cukup luas kalangan pembacanya di propinsi
Reynout Sylvanus itu - 20 Juni lalu menobatkannya menjadi
"Budiadji versi Kalteng." Sampai-sampai DPRD yang sedang
bersidang di gedungnya yang baru ikut membahas sinyalemen koran
dari propinsi tetangganya itu, dan Gubernur Sylvanus kabarnya
juga tertarik untuk menyelidiki benar-tidaknya berita itu.
Sesungguhnya apa yang ditulis Banjarmasin Post tentang pribadi
pejabat yang sudah 11 tahun di Palangkaraya itu, tidak banyak.
Juga sesuai dengan kode etik, hanya digunakan inisial-inisial
saja. Insinyur kehutanan itu, kabarnya telah menjual rumah
mewahnya di kompleks real estate Taman Solo, Jakarta, lantaran
"malu-malu kucing karena bertetangga dekat dengan Tjilik Riwut."
Yang tersebut belakangan itu adalah bekas gubernur pertama
Kalteng dan pendiri propinsi itu, yang kini menjadi anggota
DPR-RI dari fraksi Karya Pembangunan, mewakili daerah asalnya
sendiri.
Menurut sepucuk surat rahasia yang dikutip koran Banjarmasin
itu, rumah itu dibeli oleh S., direktur PT DD, seharga Rp 32,5
juta. Tersebutlah nama Sudradjat, direktur PT layanti laya,
maskapai kayu terbesar di Kalteng y ang HPH (hak pengusahaan
hutan)nya total meliputi 600 ribu Ha di propinsi itu. Kalau itu
betul, maka layanti laya termasuk perusahaan nasional dengan
konsesi paling luas di Indonesia. Salah satu saingannya
perusahaan PMA PT Kayan River Timber Products (KRTP) milik
Soriano Brothers dengan areal konsesi 1 juta hektar di Kaltim.
Meskipun tidak suka pamer kekayaan di Palangkaraya "para pejabat
yang mau ke Jakarta seringkali minta tiket pada Pak Widayat,"
kata seorang pengusaha kehutanan di sana pada TEMPO. Rupanya
pengusaha ini masih teringat pada Budiadji bekas Kadolog
Kalimantan Timur yang telah dihukum seumur hidup. Juga kabarnya
ir Widayat sendiri sering terbang ke luar negeri.
Ir Widayat kabarnya pernah disorot DPRD Kalteng karena
pertanggungjawaban biaya proyek pavilyun Kalteng di TMII yang
belum beres. Menurut kalangan pengusaha, biaya yang sudah
terkumpul dari pungutan-pungutan yang ditarik oleh panitia
proyek pavilyun Kalteng mencapai Rp 400 juta. Padahal waktu
proyek itu masih separo jalan, diperkirakan biaya seluruhnya
maksimal akan mencapai Rp 260 juta. Nah, sejak diresmikan tiga
tahun lalu, panitia yang diketuai oleh ir Widayat belum
memberikan laporan penggunaan dana-dana itu. Maklumlah, pavilyun
yang sesungguhnya tak terlalu mahal biayanya itu hanyalah suatu
proyek non-budjeter yang dibiayai oleh kalangan bisnis Kalteng
sendiri. Terutama pengusaha-pengusaha kehutanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini