INI bukan adegan seru sebuah film: Beberapa petugas memukuli Andreas Lukman Sutjiadi. Pasalnya, Andreas naik pitam melihat vilanya di Desa Tugu Utara, Cisarua, Ja-Bar, dirobohkan buldozer. Lalu, dia memukul komandan petugas. Insiden ini mewarnai operasi Tim Wibawapraja dalam pembongkaran vila di areal Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Sumber Sari Bumi Pakuan (SSBP). Andreas tak menyangka vila "Cinta Alam" seluas 120 m2 benar-benar dirobohkan petugas. Lewat pengacara Amir Syamsuddin, ia sudah mengadu ke pengadilan dan baru Sabtu minggu ini perkaranya akan digelar. Jadi, ia menduga tanahnya masih status quo alias belum akan dibongkar. Amir tak cuma jadi kuasa hukum Andreas, tapi juga 15 orang lain dalam kasus yang sama. Mereka, termasuk Letnan Jenderal (Purn.) Leo Lopulisa, terbagi dalam tiga kelompok. Gugatan pertama terdiri dari 5 orang, terdaftar awal Januari lalu. Kelompok ke-2 dan ke-3 yang 8 dan 3 orang mendaftar bersamaan, tiga pekan kemudian. Kata Abdullah Baadilla, juru bicara mereka, pembagian itu agar selalu ada sidang. Masih ada kelompok lain yang menggugat Bupati Bogor, PT SSBP, dan Direktur PT SSBP Ny. Yuri Janti Wijaya. Mereka Ny. Noor H. Tayibnapis dan Titin Wongsodjojo, yang menguasakan perkaranya kepada pengacara Teras Narang. Dasar gugatan keempat kelompok ini sama, yaitu kepemilikan tanah di perkebunan itu didapat dengan prosedur yang sah. Ny. Noor, misalnya, membeli tanah 5.000 m2 dari H. Anwar M. Nur yang membelinya dari SSBP. Pada 1986, ia sudah mengantungi pemutihan IMB dari Kantor Pembantu Bupati Wilayah Ciawi. Baadilla sudah memiliki Surat Alih Garap sejak 1982. Ia juga rajin membayar PBB, retribusi bungalow, dan iuran ke kas kecamatan. Karena itu, mereka menuntut agar PN Bogor mengesahkan kepemilikan tanah dan bangunan serta membayar ganti rugi. Namun, tergugat I Bupati Bogor Edi Yoso Martadipura tampaknya berpendapat lain untuk menegakkan Keppres 48/1984 tentang penertiban jalur Bogor-Puncak-Cianjur, dan Keppres 79/1985 tentang Rencana Umum Tata Ruang. Bangunan Ny. Noor -- yang sudah memiliki Surat Pemutihan IMB (SPIB) maupun milik Abdullah yang tanpa IMB -- akan dibabat, karena HGU PT SSBP adalah untuk perkebunan teh. Awal Juli 1989, ia sudah mencabut semua SPIB. Sampai akhir Januari lalu, sudah 23 bangunan roboh di sana. Sedangkan tergugat III Ny. Yuri, dalam sidang kelompok Teras Narang pertengahan Januari lalu, menjelaskan bahwa tanah yang dikuasai rakyat adalah tanah telantar yang tak mungkin ditanami teh. Penguasaan tanah oleh rakyat sudah disadari oleh Yuri dan mitra dagangnya, Yamakawa, ketika membeli 827 ha tanah HGU dari PT Sumber Jaya Makmur. Tanah itu lalu dikuasai oleh Ny. Yuri dan Soerjo Wirjohadipoetro dengan nama PT SSBP. Pada 1984, PT SSBP menjual seluruh areal, senilai US$ 3 juta, kepada PT Puncak Mas. Tapi, setelah membayar US$ 700 ribu, pembeli mengundurkan diri karena tak bisa menguasai 125 ha areal yang sudah digarap rakyat. Masuklah PT Summa, yang menutup utang PT Puncak Mas itu, dan menambah saham Rp 240 juta. Agar posisi saham kembali berimbang, Yuri dan Suryo harus menyetor Rp 1,2 milyar. Namun, Ny. Yuri menganggap uang Summa sebagai pinjaman. Jadilah Summa menguasai PT SSBP. Para penggugat menganggap Summalah yang mengusik mereka. "Setelah ada manajemen baru PT SSBP inilah keberadaan kami diusik," kata Abdullah. Kalau Lukman tak bisa mempertahankan vilanya dan menderita shock hingga sekarang, Leo bertekad mempertahankan enam rumah panggung di areal 9 ha miliknya. "Kalau mereka main keras, saya akan bertahan secara hukum dan fisik," kata Leo. Ia yakin berada di pihak yang benar karena memiliki Surat Alih Garap dan SPIB sejak September lalu. Komentar Bupati Bogor, "Tunggu saja tanggal mainnya. Nanti ada gilirannya." Diah Purnomowati, Liston P. Siregar, dan Riza Sofyat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini