Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

DAERAH

18 Juni 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEDAN

PANEL Pakpahan kini seperti burung yang lepas dari sangkar. Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen, Medan, yang dituduh polisi dan jaksa terlibat perjudian itu, Senin pekan lalu, dibebaskan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan. Menurut Ketua Majelis Hakim, R. Naibaho, dakwaan jaksa tidak jelas dan tidak cermat, khususnya pada soal yang menyangkut terdakwa menyewakan tempat untuk toto gelap. "Makanya, kami berkesimpulan dan memutuskan membebaskan terdakwa dari dakwaan, dan nama baiknya perlu dipulihkan," ujar Hakim Naibaho.

Penahanan Pakpahan oleh polisi—dituduh terlibat judi—inilah, April lalu, yang menyulut kemarahan mahasiswa HKBP Nommensen, Medan. Mahasiswa meminta Pakpahan dibebaskan, tapi polisi bersikeras tetap menahannya. Mahasiswa ganti menyandera dua polisi yang menginteli Kampus Nommensen. Tapi, sebagai balasan, polisi bersenjata lengkap menyerbu Kampus Nommensen dan menyebabkan dua mahasiswa, Calvin Nababan dan Ricardo Silitonga, tewas ditembak petugas.

Kasus penembakan itu sendiri masih diusut sampai sekarang. Salah seorang pelakunya, Sersan Mayor Daryono, anggota vice control Poltabes Medan, sudah ditahan provos Polda Sumatra Utara karena terbukti menembak Ricardo Silitonga.

LAMPUNG

RUDI Kurniawan, 22 tahun, wartawan tabloid Handal dan PAS (Pemberitaan Aktual Selektif) Bandarlampung, kini boleh beristirahat dengan tenang dan damai di alam baka. Pekan lalu, aparat kepolisian berhasil menangkap tersangka pembunuhnya, Nopiantoro. Sang pembunuh mengaku tersinggung saat Rudi meminjam korek apinya hanya untuk membersihkan giginya, usai makan di sebuah kedai di pinggir jalan Pringsewu, Lampung. "Saya tak tahu dia wartawan," kata Nopi.

Penangkapan ini sekaligus mengakhiri teka-teki motif pembunuhan Rudi. Semula banyak pihak menduga wartawan yang dikenal "nekat" ini dibunuh gara-gara tulisannya. Maklum, calon kepala biro surat kabar mingguan PAS, Tanggamus, Lampung, ini memang sering membuat berita dengan judul yang membuat merah muka orang nomor satu Lampung, Gubernur Oemarsono.

Pada edisi 9 Juni 2000, misalnya, Rudi menulis berita berjudul Oemarsono Gubernur Goblok. Isinya mengkritik ketidakmampuan Oemarsono menjalankan pemerintahan di provinsi itu. Seminggu sebelumnya, edisi 29 Mei, Rudi menulis soal Oemarsono yang mengintervensi pemilihan bupati di Lampung Selatan. Judulnya Oemarsono Ternyata Bajingan. Mengenai soal ini, menurut Pemimpin Redaksi Handal dan SKM PAS, Syafei Mat Arief, itu memang kemauan Rudi, "Katanya biar menantang." Akibatnya, kantor tabloid itu sering menerima ancaman.

Namun, Kepala Staf Humas Pemda Lampung, Sutoto, menganggapnya lain. "Bayangkan saja. Masa, bikin berita soal gubernur judulnya dipampang besar-besar. Apa itu jurnalistik yang beretika?" katanya. Karena itulah, menurut Sutoto, kali ini Rudi kena batunya. "Tidak mati karena kami, tapi mati di tangan preman," kata Kepala Staf Humas Pemda Lampung dengan nada tinggi.

YOGYAKARTA

PANTAI Parangtritis kembali menelan korban. Minggu dua pekan silam, empat wisatawan asal Semarang, Jawa Tengah, Ragil Padmadi (24), Heru W. (25), Haryo Puspito (19), dan Nirbito (25), hilang tertelan ombak di obyek wisata kawasan Kabupaten Bantul, Yogyakarta, itu. Komandan tim Search and Rescue (SAR) Parangtritis, Suroyo, mengatakan kepada Antara, para korban yang tengah berwisata itu terseret ombak Laut Selatan dan kemudian hilang terbawa ombak tersebut.

Setelah menerima laporan, tim SAR Pantai Parangtritis pun melakukan pencarian para korban. Hingga Minggu pukul 06.20 WIB, tim telah berhasil menemukan salah satu korban, Ragil Padmadi, dalam keadaan meninggal. Ketiga korban lainnya hingga kini belum diketahui keberadaannya. Menurut Suroyo, sekitar pukul 12.00 WIB, jenazah Ragil Padmadi telah dibawa pulang ke Semarang oleh para anggota keluarganya. Hingga kini tim SAR masih berupaya untuk menemukan korban lainnya.

PONTIANAK

SEBUAH kabar duka datang dari Pontianak, Kalimantan Barat. Syafarudin, mahasiswa Politeknik Negeri Pontianak, tewas dengan luka di bagian kepala. Tragedi ini terjadi sewaktu massa bentrok dengan aparat Polresta Pontianak. Bentrokan itu pecah ketika Gubernur Aspar Aswin menyampaikan laporan pertanggungjawaban di depan sidang paripurna DPRD. Sedikitnya dua orang aparat dan 12 mahasiswa mengalami luka-luka terkena pukulan dan peluru nyasar. Tercatat sembilan di antara mereka hingga kini masih dirawat di RSUD Dr. Sudarso, Pontianak.

Kematian Syafarudin memicu kemarahan massa. Mereka lantas membakar pos polisi di depan gedung DPRD. Mahasiswa melakukan sweeping di jalan-jalan seputar kampus. Satu orang polisi yang tertangkap saat sweeping babak belur dihajar mahasiswa. Suasana kota sempat tegang. Aparat berjaga di mana-mana dan akses jalan di seputar gedung DPRD ditutup. Ribuan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi bersama kelompok masyarakat tumpah ruah ke jalan.

Massa berunjuk rasa menuntut agar Gubernur Aspar Aswin mundur dari jabatannya. Aswin dinilai tidak mampu menciptakan reformasi. Bahkan ia dituding menilep dana inpres desa sebesar Rp 2 miliar, terlibat korupsi di Bank Kal-Bar, dan gagal menangani pengungsi. Yang terberat, tak mampu menyatukan rakyat Kal-Bar yang multietnis sehingga terjadi "perang" antara Dayak-Madura dan Melayu-Madura.

Dalam sidang paripurna di DPRD Kal-Bar, Fraksi Persatuan Pembangunan, Golkar, PDI/PDKB, dan PBI kontan menyampaikan sikapnya. "Kami minta Gubernur Aspar Aswin mengundurkan diri dari jabatannya bersamaan dengan penyampaian laporan pertanggungjawaban," kata Syarif Abdullah Alkadrie, juru bicara kelima fraksi itu. Sementara itu, Fraksi PDI Perjuangan dan TNI/Polri yang tidak setuju Aswin mundur menyatakan sedang mempelajari laporan pertanggungjawaban itu.

BARITO

INI namanya mati ketawa cara Dayak. Warga setempat, yang notabene pemilik tanah, malah dituduh melakukan penambangan liar. Begitulah nasib yang menimpa suku Dayak Siang, warga Luit Raya, Tanah Siang, Kabupaten Barito, Kalimantan Tengah.

Rabu dua pekan lalu, aparat setempat menangkap sekitar 300 kepala keluarga suku Dayak Siang yang menghuni kawasan Luit Raya. Mereka kemudian digelandang dengan moncong senjata laras panjang siap meletus. Warga dan isi rumahnya dibawa paksa dengan truk yang sudah disediakan.

Menurut Bupati Barito Utara, Badaruddin, peristiwa penangkapan itu terjadi karena warga Dayak Siang secara tidak sah menduduki tanah yang sudah dikontrak PT Indo Muro Kencana (IMK), perusahaan penanaman modal asing dari Australia yang menambang emas. "Mereka juga melakukan kegiatan penambangan liar," kata Badaruddin.

Tuduhan itu ditampik Direktur Eksekutif Yayasan Bina Sumber Daya, Andreas N.J. Udang. Menurut dia, warga setempat sudah turun-temurun menambang emas secara tradisional. Lalu, pada 1987, PT IMK masuk dan bekerja sama dengan pemerintah daerah. Mulailah penduduk setempat dipaksa pindah. Baru setelah Soeharto turun dan datang masa reformasi, warga kembali menduduki tanah mereka yang dirampas.

AMBON

AMBON itu seperti api dalam sekam. Biarpun dari luar kelihatan tenang, tapi begitu ada kejadian sepele saja, kerusuhan langsung meletup, seperti yang terjadi Senin pekan lalu di Desa Galala, Kecamatan Sirimau, Ambon. Cuma gara-gara isu warga Desa Galala akan menyerang kampung lain, malah desa itu diserang duluan. Ratusan penyerang berjubah putih membawa bom bensin, parang, dan senjata rakitan. Akibatnya, lima warga desa dan dua anggota Brigade Mobil tewas, 16 orang luka parah, dan puluhan rumah hancur.

Sampai Kamis pekan lalu, kerusuhan masih berlanjut. Kali ini yang jadi korban Sersan Dua Hajuddin, anggota Polda Maluku. Ia tewas dikeroyok orang di depan Masjid Al-Fatah. Korban dituduh sebagai mata-mata kelompok Kristen. Pada saat yang bersamaan di Desa Tulehu, Maluku Tengah, Prajurit Dua Rivaldo de Queljo, anggota Kompi C senapan, dibacok massa setelah menabrak tukang becak. Akibat peristiwa itu, warga muslim Desa Tulehu sempat saling serang dengan warga Kristen Desa Waai.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum