Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Di Balik Prestasi Raditya Arief, Mahasiswa Tunanetra UI yang Lulus Cum Laude

Raditya terlahir tunanetra. Bagaimana dia kemudian bisa masuk UI dan lulus cum laude?

7 Maret 2024 | 06.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Raditya Arief. Ui.ac.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Depok -  Prosesi wisuda di Kampus Universitas Indonesia (UI) yang dijalani Raditya Arief Putrasetiawan pada Jumat lalu, 1 Maret 2024, membangkitkan rasa haru sang ibu, Nira. Raditya yang bukan mahasiswa biasa karena sejak lahir menderita tunanetra berhasil lulus dengan predikat cum laude.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Banyak sekali perjuangan yang ditempuh hingga ada di titik ini," kata Nira seperti dikutip dari website UI. Nira ingat perjuangan putranya itu dari kondisi tidak bisa apa-apa. "Saya selalu mengatakan, 'Kamu bisa', dan saya bahagia, dia mau berusaha,” katanya menambahkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menjadi disabilitas, Nira mengisahkan, sempat memadamkan cita-cita Raditya. Padahal, kata Nira, dulu Raditya sangat menyukai mata pelajaran matematika dan fisika. Namun, sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), mimpi anaknya itu terhenti. 

Kondisi fisik menghalangi Raditya untuk menempuh pendidikan di bidang sains dan teknologi. Meski begitu, Radit tak patah arang. Ia tetap memaksimalkan nilai-nilai mata pelajaran sosial, sehingga dapat masuk UI melalui SNMPTN jalur undangan.

Kini, harapan Nira semakin menyala untuk Raditya dapat terus melanjutkan mimpi-mimpinya. Di sisi lain, ia juga berharap akses pendidikan dan pekerjaan di Indonesia untuk para disabilitas semakin terbuka, sehingga mereka tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk mendapatkannya. 

Nira percaya, banyak anak-anak disabilitas yang juga berkompetensi dan mampu bersaing di bidang apa pun. "Asalkan mereka diberi kesempatan yang sama untuk memiliki akses dalam mengembangkan diri."

Raditya meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,84 dalam waktu 3,5 tahun di Program Studi Sastra Arab, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia. Dia mengakui prestasi akademisnya tidak terlepas dari support system yang ada di lingkungan kampus UI. 

“Berkat support system yang bagus, dosen dan teman-teman yang banyak membantu, kendala-kendala bisa teratasi”, ujar Radit.

Dia menuturkan, perkembangan teknologi digital saat ini memudahkannya untuk mengakses materi pembelajaran karena bahan-bahan perkuliahan yang berbentuk teks dapat dikonversikan ke dalam audio. Hal itu tentu saja memudahkan teman-teman tunanetra saat belajar. 

Selain itu, banyak e-book dan artikel di berbagai jurnal yang tersedia di perpustakaan juga membantunya dalam menyelesaikan tugas kuliah dan penelitian tugas akhir.

Raditya mengangkat topik Minat dan Motivasi Penyandang Tunanetra dalam Pembelajaran Bahasa Arab pada penelitiannya. Menurutnya, sekarang makin banyak penyandang tunanetra yang memiliki ketertarikan pada bahasa karena menganggap peran bahasa itu penting, terutama sebagai modal guna mendapatkan prospek kerja yang lebih baik. 

Bahasa Arab banyak diminati, katanya, karena keindahan struktur dan keunikan bahasa. Selain itu, bagi para tunanetra muslim, dia menambahkan, "Ada keinginan kuat untuk dapat membaca, menghafal, dan memahami Al-Quran langsung dari sumbernya."

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus